Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Melawan Kamu, Melawan Aku!

27 September 2021   09:59 Diperbarui: 27 September 2021   10:05 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bacaan  Senin,  27 September 2021

Luk 9:46 Maka timbullah pertengkaran di antara murid-murid Yesus tentang siapakah yang terbesar di antara mereka. 47 Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Karena itu Ia mengambil seorang anak kecil dan menempatkannya di samping-Nya, 48 dan berkata kepada mereka: "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." 49 Yohanes berkata: "Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." 50 Yesus berkata kepadanya: "Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu."

Renungan

"Tiji tibeh, mati siji mati kabeh" Mati satu mati semua. "Tiji tibeh, mukti siji mukti kabeh". Sukses jaya mulia satu, sukses jaya mulia semua. Ini merupakan kearifan lokal Jawa yang menekankan betapa pentingnya semangat kebersamaan, keguyubrukunan dan solidaritas dalam perjuangan.  Dalam untung malang,  sehat sakit, suka duka, sukses gagal, hidup mati adalah aib jika tega tinggalkan liyan meski seorang. 

Semua mesti menggotong, membawa bersama-sama suatu barang, tugas, pekerjaan  yang berat. Sekaligus semua mesti meroyong, ikut menikmati hasilnya bersama-sama. Semua mesti berjuang hingga titik darah penghabisan. Sekaligus semua mesti memetik hasil buah-buah perjuangan seperti kemerdekaan, keadilan, kesejahteraan, kemakmuran,kejayaan, kemuliaan.

Bacaan Injil hari ini menarasikan pertengkaran diantara murid-murid Yesus mengenai siapakah yang terbesar di antara mereka. Pertengkaran ini terjadi setelah pemberitahauan kedua tentang penderitaan Yesus. 

Mereka tidak melihat segi "tiji tibeh, mati siji mati kabeh"-nya. Mereka gagal paham akan adanya resiko kepahitan penolakan, penganiayaan, penderitaan perjuangan perutusan Yesus yang akan  memuncak di salib kayu palang. 

Mereka malah berkeinginan mengalami  "tikeh tiji, mati akeh mukti siji", banyak yang tersingkir mati, sementara hanya sedikit, satu  dirinya,  yang hidup kuasa, sukses, jaya dan mulia. Jika kedudukan, kehormatan,  kekuasaan, kemuliaan begitu merasuki dan menggoda, dapat diperkirakan ketika yang didapatkan sebaliknya dari itu semua, mereka dengan mudah akan meninggalkan-Nya.

Pamrih, keinginan  mendapat kedudukan, kursi kekuasaan kehormatan, disertai persaingan dan pertengkaran memperebutkan kepentingan diri merupakan aib, cela yang mudah menyelinap bergerilya dalam hati ketika seseorang berada dekat di sekitar tokoh tenar, apalagi tokoh ipoleksosbudhankamnag. 

Prinsip hukum rimba raya seleksi alam, siapa kuat menang gampang diberlakukan. Mereka yang klemit, kecil lemah miskin dan tersingkir seharusnya dilindungi diayomi dibela justru dengan gampang disingkirkan, digusur dan disangkur. Terlebih jika pamrih ini menjadi hawa nafsu, mereka dapat membabi buta, jahat, sesat, nekad, takabur, ngawur dan kufur.

Hal itu tidak akan dialami oleh mereka yang berpikiran sederhana seperti anak kecil. Ketika para murid sibuk bertengkar mengenai siapa yang terbesar, Yesus yang begitu  mengenal pikiran dan isi hati mereka, mengambil seorang anak kecil dan menempatkan di samping-Nya, "Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar."  

Para murid yang dikader melanjutkan perutusan-Nya, mesti mampu mengendalikan pikiran untuk menjadi yang terbesar. Sebagai utusan-Nya, mereka mesti bertabiat seperti anak kecil, tenang, damai dengan diri sendiri, tidak memikirkan kemegahan duniawi,  kebesaran, kekuasaan, jabatan tinggi, tidak berprasangka buruk, apalagi menaruh dendam terhadap liyan. 

Murid-murid-Nya mesti yakin bahwa cara menjadi terbesar sebagai utusan-Nya, adalah dengan bersedia menjadi kecil. Sepeti seorang anak yang tidak diperhitungkan kehadirannya, tidak dicatat kegiatannya, gampang diremehkan, tidak mendapatkan tempat dan penghormatan, bahkan bisa jadi ditolak. 

Fundasi kemuliaan hidup  utusan-Nya bukanlah kursi kekuasaan, melainkan  hidup benar, baik, indah, hidup serupa dengan-Nya sebagai  anak-anak-Nya. Hanya yang mau menjadi terkecillah yang benar-benar akan menjadi yang terbesar.

Ketika, Yohanes salah seorang muridNya  berkata: "Guru, kami lihat seorang mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita."  Jawab Yesus : "Jangan kamu cegah, sebab barangsiapa tidak melawan kamu, ia ada di pihak kamu." Bukankah para murid-Nya  tidak tahu persis alasan orang di luar kelompoknya ikut-ikutan menggunakan nama-Nya? 

Yesus menegaskan bahwa meski ada yang  tidak ikut bergabung dengan mereka  sejak semula,  akan selalu dijumpai  orang-orang yang menggunakan nama-Nya dalam perjalanan kehidupan selanjutnya.

Jika nama-Nya digunakan untuk kebenaran, kebaikan dan keindahan kehidupan, para murid-Nya pada saat-Nya akan bertemu dengan mereka pula di akhir perjalanan kehidupan. Murid-murid Yesus mesti memahami jumlah mereka sedikit, sementara  jumlah mereka yang akan menolak, memusuhi, mengusir, menganiaya, melenyapkan dan membunuh diri-Nya dan pengikut-Nya, begitu banyak. 

Sehingga dapat dan mungkin terjadi seseorang menjadi pengikut-Nya  berkat pemberitaan nama-Nya oleh  orang yang tidak dari awal bersama mereka. Tidak mengapa, tidak perlu dicegah. Sebab bukankah dari buahnya diketahui pohonnya?

Sudahkah menjalankan tugas perutusan, membuat Dia semakin bertambah besar berkibar kemuliaan-Nya sementara  diri  semakin kecil berkurang dan di tempat paling belakang? Masihkah para utusan-Nya  bersaing dan bertengkar memperebutkan legalitas penggunaan  nama Yesus? Sungguhkah sikap, perilaku, tutur kata, tindakan dan pilihan hidup berpadanan dengan iman sehingga benarlah pernyataan-Nya, siapa melawan kamu, melawan Aku?

Yang mengecilkan diri membesarkan liyan, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat,  jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun