Orang banyak bagaikan domba tak bergembala. Berada dalam situasi terombang-ambing, serba bingung digempur tsunami informasi sampah bertebaran di medsos, hati yang kian tawar dan hidup yang hambar nian  disambar aneka warta salah benar tumpang tindih samar-samar. Si Anu bilang Covid 19 ada, nyata, berbahaya, perhatikan prokesnya. Si Banu bilang sebaliknya. Covid 19 tidak ada, konspirasi belaka, tak usah bermasker, jaga jarak, cuci tangan dsb. Si Canu bilang mark up itu korupsi. Si Danu bilang mark up itu kelebihan bayar, bukan korupsi. Si Eanu bilang terang, baik, halal, berkat dan syukur. Sebaliknya untuk hal yang sama si Fanu bilang gelap, jahat. haram, laknat dan kufur.  Berada dalam zaman serba remang-remang membingungkan memang. Posisi mereka rawan, siap dimangsa dan dijadikan korban mereka yang berebut kuasa demi kepentingan diri dan kelompoknya, di altar persembahan kerakusan.
Apa yang dapat dipetik dari permenungan ini? Bagaimana kehidupan diri? Melihatkah banyak orang tanpa gembala? Tergerakkah hati ini oleh belas kasih? Peran apakah yang dilakoni, sebagai serigala berbulu domba, orang upahan, atau gembala pemilik domba?
Yang retret bersama-Nya, hidup benar sebagai manusia benar dengan Allah benar yang esa, kuasa dan kasih-Nya tanpa batas. Hidup penuh syukur,  sukacita,  semangat, jadi berkat, pada saat untung dan malang, suka dan duka, sehat maupun sakit.  Ini  misteri. Retret.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H