Mohon tunggu...
B Budi Windarto
B Budi Windarto Mohon Tunggu... Guru - Pensiunan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Lahir di Klaten 24 Agustus 1955,.Tamat SD 1967.Tamat SMP1970.Tamat SPG 1973.Tamat Akademi 1977

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Si Tukang "Plonga-Plongo", Ditolak Kaum-Nya!

8 Maret 2021   12:24 Diperbarui: 8 Maret 2021   13:35 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sesuai kebiasaan-Nya pada hari Sabat, Ia masuk rumah ibadat. Sesudah membaca bagian Alkitab, Ia mengajar. Semua orang membenarkan Dia dan heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya., "Bukankah Ia ini anak Yusuf?". Mereka meremehkan-Nya. 

Sudah umum diketahui, tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Keakraban melahirkan celaan. mudah memandang rendah kehidupan orang biasa yang sudah dikenal sejak masih bocah. Jika di Yogyakarta, Yesus bernama Slamet. Ibunya tukang pijet, jualan jamu galian singset dan dhawet. Ayahnya Mangunpithet .

Tukang kayu yang ulet. Kampung halamannya di dusun Duwet, Kulon Progo. Rumahnya diapit  pohon dhuwet. Saat bocah ya seperti bocah normal lainnya, Si Slamet Duwet ini suka mmt, mancing, mencari kayu bakar, plonga-plongo dan  umbelen, Di wilayah Kulon Progo selain Duwet, hingga Sleman, Bantul, Gunung Kidul, dan kota Yogyakarta, Si Slamet Duwet ini kondhang namanya. Dikenal sebagai Tabib, Rabi, Juru Selamat, yang banyak membuat mujizat. 

Bagaimana reaksi warga kampung Duwet, ketika Si Slamet ini yang saat bocah nama babtisnya plonga-plongo dengan fasih berkisah tentang Panembahan Senopati dan Pangeran Diponegoro? Pastilah para pinisepuh, pak modin, pak kaum, pak RT RW, para tokoh senior setempat, tidak tahan melihat "Cah plonga-plongo" ini lebih unggul daripada mereka, sementara beberapa waktu yang lalu bocah ini lebih rendah darinya..Seperti sikap warga Duwet terhadap Slamet, begitulah sikap orang Nazaret terhadap Yesus yang dengan fasih berkisah tentang dua nabi yang begitu mereka kenal. 

Nabi yang lebih memilih bekerja di antara bangsa asing daripada bekerja di antara orang sebangsanya. Elia mencukupi kebutuhan hidup seorang  janda di Sarfat, di tanah Sidon, seorang asing bagi bangsa Israel, ketika terjadi bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri Elisa menyembuhkan Naaman, orang Siria, dari penyakit kustanya, sekalipun ia orang asing, juga musuh bagi Israel. Orang-orang Israel  berseru kepada Elia atau Elisa seperti yang diperbuat orang-orang Nazaret kepada Kristus, 'Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri.' Padahal Kristus telah mengadakan mujizat-mujizat di antara orang Israel sendiri, walaupun bukan di antara orang-orang sekampung-Nya. Sementara kedua nabi besar ini membuat mujizat mereka di antara bangsa-bangsa bukan-Yahudi. 

Ia ingin menyatakan diri-Nya  Pelindung bagi para janda, Penyembuh bagi yang sakit,yang kaya di dalam rahmat kepada semua orang, juga kepada bangsa-bangsa bukan-Yahudi. Dan pernyataan-Nya menyulut amarah mereka. Allah berbelas kasih kepada bangsa-bangsa bukan-Yahudi melalui contoh Nabi Elia dan Elisa. Pernyataan ini tidak lagi menjadi kata-kata indah., menyakiti telinga mereka, sehingga menyulut tabiat buruknya. Ia yang mereka kenal sebagai anak Yusuf, menyamakan diri-Nya dengan nabi-nabi besar. Yang amat menggusarkan mereka adalah Yesus menunjukkan sejumlah kemurahan yang disediakan Allah kepada orang-orang bukan-Yahudi, sesuatu yang membuat mereka tidak tahan untuk memikirkannya, Mereka  sangat membenci setiap pemikiran yang mengatakan bangsa lain akan selamat. 

Mereka tersulut sedemikian hebat, sehingga berusaha membunuh Yesus. Ini contoh nyata Ia datang kepada milik kepunyaan-Nya, tetapi orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya. Mereka bangkit berhamburan menyerang Dia, menghentikan pembicaraan-Nya, menghalau-NYa ke luar kota, membawa-Nya ke tebing gunung, dengan maksud melemparkan Dia dari tebing itu, seperti orang yang tidak pantas lagi untuk hidup. 

Dengan kegeraman, kegilaan dahsyat, mau membunuh-Nya dengan cara biadab. Hati yang jahat melahirkan  kekerasan yang melonjakdanmemuncak. Tetapi Ia berhasil meloloskan diri, karena saat-Nya belum tiba. Ketika saat itu tiba, Ia akan menyerahkan diri dengan sukarela, merengkuh kayu palang tanda puncak cinta-Nya kepada manusia sekaligus puncak kejahatan kebencian manusia yang begitu sadis bengis terhadap-Nya.

Setujukah jika Allah hanya menyelamatkan yang seagama, seiman? Kenapa? Kecewakah jika karya keselamatan  Allah meliputi semua manusia segala zaman dan tempat? Sudahkah mengiklimkan gerakan bagi munculnya mantan "bocah plonga-plongo" yang menawarkan dan mewartakan penyelamatan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya,  lintas ipoleksosbudhankamnag sebagai kiblat dasar bersama orang-orangnya Allah? Tindakan Si Tukang Plonga-plongo yang ditolak kaum-Nya ternyata menjadikan hidup penuh syukur  sukacita  semangat, jadi berkat,  Ini misteri. Yang plonga-plongo dari Allah lebih berhikmat dari manusia yang hebat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun