Mohon tunggu...
Budi Brahmantyo
Budi Brahmantyo Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Aktivis geotrek; koordinator KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung)'penulis buku "Geologi Cekungan Bandung" (Penerbit ITB, 2005), "Wisata Bumi Cekungan Bandung" (Trudee, 2009) dan "Geowisata Bali Nusa Tenggara" (Badan Geologi, 2014), dan "Sketsa Geologi" (Penerbit ITB, 2016)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Bicyclogue: Bersepeda di Terumbu Karang Purba

21 Desember 2016   14:28 Diperbarui: 21 Desember 2016   21:32 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta paling sepuh: Eyang Taji 84 tahun. Hebat. (foto: Aris Priyandoko)

melintasi galian batu kapur dan pembakaran batu kapur di G. Masigit
melintasi galian batu kapur dan pembakaran batu kapur di G. Masigit
Di Kawasan Gua Pawon, setelah makan siang dengan nasi liwet yang sengaja dipesan sebelumnya kepada masyarakat di sana, acara gowes tematis Eksplorasi Karst Citatah berakhir di dalam Gua Pawon. Penjelasan tentang temuan Manusia Pawon leluhur masyarakat Citatah berumur 6.500 – 9.500 tahun lalu oleh KRCB (Kelompok Riset Cekungan Bandung), menjadi tema diskusi yang menarik minat peserta gowes.

Di dalam Gua Pawon yang merupakan gua yang atapnya runtuh, memberikan pemandangan yang luar biasa. Asal-usul secara geologi bagaimana gua ini terbentuk untuk kemudian dimanfaatkan manusia purbakala untuk berkehidupan dan mengubur salah seorang tokohnya, menjadi kesimpulan yang cukup bagus untuk mengakhiri acara bersepeda tematis ini.

Gua Kopi, atap gua yg runtuh di Gua Pawon (foto: Aris Priyandoko)
Gua Kopi, atap gua yg runtuh di Gua Pawon (foto: Aris Priyandoko)
Rupanya ketika bersepeda tidak lagi sekadar mengayuh pedal dan mencoba menjajal jalur-jalur tertentu, informasi ilmiah tentang jalur yang ditempuh menjadi nilai tambah yang luar biasa. Informasi yang disampaikan tentu tidak hanya tentang geografi atau geologi, tetapi juga tentang flora fauna atau adat istiadat masyarakat setempat menjadi sumber yang asyik digali para penikmat bersepeda.

Pada jalur-jalur dengan bangunan bernuansa arsitektur tertentu misalnya, tentu seorang arsitek yang pesepeda dapat menjadi interpreter yang mengasyikan untuk didengar penjelasannya. Begitu pula para pesepeda yang punya ilmu lebih tentang jalur yang ditempuh, ilmu apa saja, dapat berbagi pengetahuannya, sehingga bersepeda – sekali lagi – tidak sekadar berlelah-lelah mengayuh pedal semata.  ***

Goweser ITB Lintang!!! (foto: Aris Priyandoko)
Goweser ITB Lintang!!! (foto: Aris Priyandoko)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun