Status lahan Anakkrakatau adalah Cagar Alam. Ini menimbulkan dilema. Di satu sisi hal ini baik karena akan melindungi tumbuhan asli yang berkembang sejalan dengan tumbuhnya Gunung Anakkrakatau, namun di sisi lain menjadi kendala bagi kunjungan wisata. Karena Krakatau terkenal ke seluruh dunia, banyak wisatawan yang datang ke gunung api ini. Namun wisatawan tidak begitu saja bisa datang dan bayar tiket di tempat. Mereka harus memohon surat ijin memasuki kawasan konservasi alias SIMAKSI. Surat sakti ini harus dimohon di BKSDA Lampung di Bandar Lampung. Pernah ada kasus wisatawan mancanegara yang datang dari arah Pantai Carita Banten ditolak oleh penjaga cagar alam karena tidak ada SIMKASI tersebut. Kesan yang sangat tidak baik bagi wisatawan. Bayangkan promosi buruk dari preseden ini terhadap kunjungan wisata berikutnya.
Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam, kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam, adalah:
- Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem;
- Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;
- Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;
- Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;
- Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau
- Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.
Karena sensitifnya kawasan cagar alam, beberapa kegiatan dilarang dilakukan di kawasan cagar alam karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam, yaitu:
- melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan
- memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan
- memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan
- menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan, atau
- mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa
Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berkibat pada perubahan keutuhan kawasan, sepert memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan.
Namun sesuai dengan fungsinya, cagar alam dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan penunjang budidaya. Di sini tidak secara eksplisit kegiatan wisata dilarang, apalagi wisata seperti geotrek yang justru bersifat edukatif dan menunjang pengembangan ilmu pengetahuan.
Namun dengan terlalu ketatnya pemberian ijin kunjungan ke Anakkrakatau, ada baiknya BKSDA mengubah status kawasan cagar alam (CA) menjadi kawasan taman nasional (TN) atau bahkan taman wisata alam (TWA). Sekali pun lebih longgar, tentu saja prinsip-prinsip konservasi harus tetap dijaga kuat. Petugas yang berada di Anakkrakatau sendiri dengan tegas menyatakan bahwa, “sebagai kawasan cagar alam, seharusnya dilarang semua kegiatan yang tidak menujang konservasi, termasuk wisata.” Lalu? “Yaah kami terpaksa mengijinkan karena keterkenalan Krakatau.” Karena alasan status CA juga, pembuatan dermaga kapal tidak diperbolehkan.
Yaah… kalau begitu memang perlu segera ubah saja status dari CA ke TWA, jangan sampai SIMAKSI menjadi SIMAKSA, alias surat terpaksa :( ***
[caption caption="interpretasi dari atas kapal (Foto: Cut Nanda Anissa)"]