Malam telah larut membaluti bumi yang kian merekah tanpa perbaikan penghuni yang terus-menerus merusak tatanan jiwa
Suara manusia mengumpat, mencaci, sumpah serapah tak ubah seperti sunyinya malam dan jangkrik yang bersuara
Malam memang larut, kata-kata mereka melekat bagai embun pagi di sari dan kelopak bunga-bunga
Kian kebawah makin merendah hingga jatuh tak tersisa
Laut yang begitu dalam tak pernah tampak oleh mata elang
Permukaan pantai nan indah mengelabui suara ombak yang menghantam batu karang
Aku takkan rapuh dengan nyanyian orang-orang yang hanya bernyanyi tentang kekurangan
Air beriak tanda tak dalam. Aku pun takkan bersuara tentang kelebihan
Tak perlu pembuktian; tak perlu pula membuka karang untuk mutiara nan berkilau bersinar terang
Cukup diam, tampakkan wibawa dan pesona yang ada
Waktu akan bicara; masa akan datang; senyuman pun akan merekah
Ini tentang kita yang menggibah aib sesama manusia
Tanpa tau sebab dan akibat, diri yang semula kokoh kini berangsur ringkih dengan langkah waktu yang berjalan lama
Hebatnya Kata-kata mereka. Tak bisa aku memahaminya
Jagalah lidah, tahan diri, buka mata dan tidurlah ketika saranmu tak memberi manfaat dan berhasil merubah kearah yang berharga
Tapi, tidak aku!
Aku akan tetap berparas diri sendiri meski caci maki kian melambung tinggi
Aku akan tetap menjadi diri sendiri, tersenyum dan bersedih sesuka hati
Aku akan menjadi aku. matahari akan tetap menjadi matahari. tanpa pura-pura
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H