"Tujuan belajar filsafat bukanlah untuk mengetahui apa yang dulu pernah dipikirkan manusia tentang banyak perkara, melainkan bagaimana kebenaran perkara-perkara itu digeluti" -Thomas Aquinas
Ketika kita membaca buku filsafat, kegiatan tersebut dapat bernilai positif maupun negatif. Jika dilakukan dengan tidak tepat, yang akan terjadi adalah kita tidak mendapatkan apapun dan menjadi pusing karena buku-buku filsafat pada dasarnya sulit dipahami secara sepintas, atau merasa malu setelah membaca berkali-kali tetap tidak mengerti, sehingga mulai merasa insecure.
Dampak paling merusak adalah mengagumi sebuah buku filsafat kemudian mendewakan buku dan penulis tersebut layaknya seorang nabi dengan kitab sucinya.
Agar kegiatan ini tidak membosankan dan kita tak terkurung oleh suatu pemikiran, terdapat beberapa tips yang perlu diperhatikan dan dapat dilakukan, yaitu:
1. Bacalah buku-buku filsafat tersebut secara kritis
Pemikiran-pemikiran para filosof yang tertuang dalam berbagai buku-buku mereka terikat oleh konteks waktu. Pemikiran-pemikiran mereka juga dipengaruhi oleh kondisi sosial yang terjadi pada masa hidupnya. Salah satu contohnya adalah Arthur Schopenhauer, seorang filsuf yang dikenal sebagai filsuf pesimistis, karena ia hidup di Eropa abad ke-19 dimana saat itu banyak terjadi peperangan dan penderitaan yang dialami masyarakatnya.
Sangat diperlukan sikap kritis dalam membaca buku-buku mereka karena buku-buku tersebut tidak sepenuhnya bebas dari konteks sejarahnya, pun demikian pemikiran seorang filosof tidak akan lepas dari kekurangan.
Tujuan dari membaca buku filsafat adalah memahami pemikiran para filosof dan menginspirasi kita. Membaca filsafat bukan berarti mengulangi apa yang dituliskan dalam buku tersebut, tapi agar kita dapat menemukan dan membangun ide filsafat kita sendiri, yang mana akan membawa kita menuju pada kebijaksanaan.
2. Bacalah buku-buku filsafat berulang-ulang
Membaca buku filsafat membutuhkan perenungan mendalam, apalagi jika ingin memahami pemikiran seorang filosof besar secara mendasar, tidak mungkin hanya dengan membaca secara sekilas.
Jika membaca buku tersebut dilakukan dengan dialog sebagaimana yang dijelaskan di atas, membaca buku filsafat untuk pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya, akan menghasilkan pemahaman yang berbeda-beda. Membaca hari ini tentu akan berbeda dengan membaca hari esok.
3. Tulislah apa yang terlintas dalam benak ketika membaca buku-buku filsafat
Apapun yang muncul dalam benak dan pikiran kita ketika membaca buku-buku filsafat hendaknya ditulis. Tidak mesti hanya mengenai apa yang telah dipahami, tapi juga keraguan dan kritik terkait buku-buku tersebut.
Hal ini dilakukan agar kita tahu sejauh mana pemikiran kita berkembang setelah membaca buku-buku filsafat. Dengan catatan atau rangkuman tersebut, manfaat buku tersebut menjadi terasa dan dapat melihat perkembangan pemikiran kita.
4. Tetap jaga jarak pribadi dengan buku filsafat yang dibaca
Para filosof juga manusia biasa, bukan seorang manusia dewa yang patut dikultuskan. Begitu pula dengan buku-buku mereka. Berhati-hati jangan sampai dianggap layaknya kitab suci.
Para filosof mengembangkan pemikiran mereka sebagaimana pada umumnya yang dilakukan orang-orang, yaitu mempelajari pemikiran filosof-filosof sebelumnya, merenungkan kehidupannya, dan menyarikan pemikiran yang sesungguhnya sebagai perekat dari totalitas kesadarannya.
Apa yang bisa diberikan oleh seorang filosof kepada kita adalah inspirasi untuk mengembangkan pemikiran kita sendiri. Jangan sampai pemikirannya diklaim sebagai kebenaran absolut dan dipaksakan untuk diwujudkan pada realitas. Tidak ada pemikiran yang benar jika pada akhirnya tidak mendatangkan kebijaksanaan.
Referensi:
Sipayung, Hendra Halomoan. Berpikir Seperti Filosof. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2017.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI