Seperti janji saya sebelumnya, kali ini saya mau coba menuliskan pemikiran saya (yang mungkin agak sotoy dan lebay hehe) tentang angkutan umum konvensional vs online.
Dalam tulisan ini, pertama akan dikemukakan kekurangan dari angkutan umum konvensional yang membuat mereka seolah ditinggalkan konsumennya. Kedua, saya akan fokus pada bagaimana meningkatkan daya saing angkutan umum (angkot) konvensional agar bisa lebih bersaing dengan angkutan umum atau moda transportasi berbasis online.
Saya mengangkat tema ini karena masih sedikit tulisan yang membahas tema ini dan aturan yang dibuat justru terkesan membatasi ruang gerak dan operasi angkutan umum online ketimbang membenahi angkot yang sebenarnya memiliki banyak masalah.
Akhir-akhir ini terjadi demo dan mogok masal angkot atau angkutan umum konvensional di berbagai kota yang menolak kehadiran ojek atau moda transportasi berbasis online. Alasan penolakan moda transportasi berbasis online ini karena dianggap mengurangi pendapatan angkot.
Sebelumnya setahun lalu juga pernah terjadi demo besar operator taksi yang menolak keberadaan moda transportasi berbasis online. Demo besar ini memaksa pemerintah melalui menteri perhubungan mengeluarkan aturan tentang angkutan umum berbasis online.
Dua demo di atas banyak menuai reaksi negatif dari masyarakat khususnya konsumen pengguna angkutan umum. Pengguna angkutan umum umumnya sangat terbantu dengan adanya moda transportasi berbasis online dan sekaligus merasa kecewa terhadap layanan angkutan umum konvensional.
Keluhan atas angkot atau angkutan umum konvensional terutama karena angkot yang sering ngetem sembarangan, supir ugal-ugalan, keamanan dan kenyamanan yang rendah serta sangat tidak terjamin, juga sering menaikkan dan menurunkan penumpang seenaknya sehingga bikin macet jalan.
Meski memang tidak semua supir angkot yang memiliki karakter negatif seperti yang disebut tadi dan masih ada supir angkot yang baik dan tertib, namun secara umum kondisi di atas bisa mewakili kondisi angkutan umum konvensional.
Selain perilaku supir yang tidak tertib, keluhan terhadap angkot adalah bahwa angkot tidak bisa diandalkan sebagai moda transportasi untuk bepergian. Hal ini karena meski dilayani trayek angkutan umum, waktu tunggu yang lama dan terbatasnya armada membuat banyak penumpang belum dapat terlayani dan tercover oleh trayek angkutan umum tersebut.
Berpijak dari kondisi angkutan umum konvensional yang tidak tertib dan tidak andal inilah penulis memandang perlu adanya pembenahan terhadap layanan angkutan umum konvensional sehingga mampu bersaing dengan moda transportasi berbasis online.
Penulis sendiri masih memandang keberadaan angkot masih tetap diperlukan dan moda transportasi berbasis online bisa jadi melengkapi untuk melayani penumpang atau konsumen yang belum tercover oleh angkot.
Akar masalah dari angkutan umum konvensional vs online ini sebagaimana yang sering didengung-dengungkan saat demo adalah berkurangnya pendapatan dari pengelola atau operator angkutan umum konvensional. Jadi, solusi perlu diarahkan untuk mengatasi berkurangnya pendapatan angkot ini.
Dalam pandangan dan pengamatan saya (yang sotoy ini), masalah berkurangnya pendapatan angkot sudah terjadi sejak lama bukan hanya saat ini ketika muncul moda transportasi berbasis online.
Setidaknya saya mengamati ada dua momen yang bisa dijadikan penyebab angkot tergerus pendapatannya khususnya di Depok daerah tempat saya tinggal.
Pertama, semakin mudahnya konsumen untuk memiliki kendaraan sendiri khususnya sepeda motor. Beberapa tahun belakangan ini pembelian sepeda motor begitu mudah dan terjangkau dengan adanya tawaran kredit dengan uang muka sangat rendah. Banyaknya konsumen yang memiliki sepeda motor tentu mengurangi penumpang angkutan umum. Konsumen pun sebagian beralih dari pelanggan angkot menjadi pengguna sepeda motor yang tentu saja mempermudah mobilitasnya saat bepergian.
Kedua, khususnya di Depok, dibukanya beberapa akses jalan baru yang memperpendek jarak. Misalnya, dibukanya jalan baru juanda yang mempermudah akses ke arah jalan tol jagorawi. Selain ke arah jagorawi, jalan baru juanda juga menyediakan alternatif akses ke jalan margonda sebagai jalan utama di Depok juga sebagai pusat keramaian kota Depok dengan beberapa tempat yang ramai dikunjungi seperti mal dan kampus.
Akses jalan baru ini membuat trayek angkot menjadi tidak efektif dan efisien untuk dijalani karena waktu tempuh yang lebih lama dan jarak yang lebih jauh. Kondisi ini sebenarnya sudah sedikit mengurangi penumpang angkot yang lebih memilih lewat jalan baru yang lebih dekat.
Dua alasan di atas saya sebutkan untuk membuka wawasan bahwa sebenarnya permasalahan angkot sudah ada sejak lama, dan keberadaan moda transportasi berbasis online hanya satu masalah saja bukan penyebab utama.
Saya juga dengan berat hati harus mengatakan bahwa operator angkutan umum konvensional perlu menerima keadaan (yang mungkin pahit buat mereka) ini dan mengajak operator angkot ini (tentunya) bersama aparat terkait yang berwenang perlu berbenah dan bersiap untuk bersaing secara sehat dengan moda transportasi berbasis online.
Hanya dengan meningkatkan daya saing sajalah angkutan umum konvensional bisa bertahan dan mungkin bahkan menarik kembali konsumen atau pelanggan yang mulai meninggalkan mereka.
(Bersambung ke bagian kedua)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H