Kreatifitas itu sampai mati mungkin itu suatu kata dari wahyu aditya pendiri Hello Motion dalam bukunya Kreatif Sampai Mati. Banyak cara menunjukan kreatifitas, mulai dari menggambar, IT, percetakan, dan lain-lain. Kemarin ada sebuah momok, sebenarnya sih sudah lama tentang ini yaitu pembuatan bioskop di tanah rencong Aceh. Pernah ada bioskop di Banda Aceh, dulu tapi ya habis sekarang ini tak tahu apa yang terjadi kenapa bisa terjadi berlalu seperti itu saja.
Apresiasi pada akhir-akhir tahun ini terhadap gencarnya para pemuda di Banda Aceh  dan didukung juga oleh Bu walikota Illiza untuk setidaknya ada pertunjukan film atau bioskop sebagai tempat menuangkan ide kreatifitas film nya di sebuah layar lebar dan ditonton oleh masyarakat, tidak seperti sekarang yang hanya diputar di warung-warung kopi seperti kemarin membuat diskusi pertama kali mengenai #BioskopUntukBNA yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Padahal menilik kreatifitas anak-anak Aceh dalam perfilman sudah sangat baik contohnya dalam Eagle Award Metro TV selalu mendapat juara dan sering juga diadakannya pemutaran film eropa, terakhir oleh Komunitas Tikar Pandan. Sudah seharusnya ada tempat itu, BIOSKOP!!
Sejarah bioskop
Bioskop atau pertunjukan film dalam sebuah ruangan dan pertama kali dilakukan oleh Lumiere bersaudara. Auguste Lumiere dan Louis Lumiere menciptakan alat cinematographe yang merupakan modifikasi kinetoscope (alat untuk melihat gambar bergerak dengan cara mengintip dari satu lubang) ciptaan Thomas Alva Edison.
Lumiere membuat alat itu mampu memproyeksikan gambar bergerak sehingga bisa di nikmati secara bersama-sama. Pada 28 Desember 1895, untuk pertama kalinya puluhan orang berada didalam suatu ruangan menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar.
Lumiere bersaudara menyewa sebuah ruang bilyard tua di bawah tanah di Boulevard des Capucines, Paris, yang kemudian dikenal sebagai bioskop pertama di dunia. Tempat tersebut kemudian dikenal sebagai Grand Cafe dan menjadi tempat paling populer di Eropa.
Sedangkan di Indonesia sendiri gejolak bioskop atau sangat hegemoni yaitu pada tahun 1970-1980 an. Untuk lebih tau tentang sejarah bioskop di Indonesia dari zaman kolonial Belanda bisa kesini
Tapi sekarang ini pemain besar dalam industri bioskop ini adalah Cineplex21 atau XXI dan Blitzmegaplex. Sekitar 7 dari 33 provinsi di Indonesia belum disinggahi mereka untuk menanamkan saham demi untuk penggemar film salah satunya Banda Aceh. Kenapa mereka tidak singgah? atau tidak ada yang mau kerja sama dengan mereka? padahal bisnis bioskop ini untungnya sangat besar dan dapat membatu perekonomian daerah tersebut.
Kreatifitas dan Syahwat
Ada sebuah kata dari pemuda Aceh ketika saya mengubrik tentang tulisan ini, "Bioskop tidak bisa dibangun disini karena nanti akan ada yang berbuat mesum, pelecehan seksual, atau curi-curi kesempatan pegang tangan hawa, ini kota Syariah,"
Apakah karena alasan itu saja? alasan dari satu cabang dan tidak melihat cabang-cabang lain bisa jadi lebih baik? Padahal sudah lebih dari 20 Film yang saya tonton di Bioskop tidak pernah ada kejadian pelecehan seksual atau mesum, pegangan tangan orang pacaran? Hayoo, siapa yang tidak pernah melihat pemuda-pemudi di jalan pegangan tangan di Banda Aceh? toh, sama kan?