Mohon tunggu...
Renaldi Bayu
Renaldi Bayu Mohon Tunggu... Mahasiswa - I'm a Student of Accounting at Udayana University.

@malleumiustitiae @refknow (Enjoy Writing, Reading and Dialectics)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokratisasi Media Sosial: Algoritma Ruang Publik, Inklusifitas Digital dan Fenomena Echo-Chamber

2 Desember 2023   05:24 Diperbarui: 2 Desember 2023   05:24 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.theatlantic.com

Pendahuluan

Media sosial telah merubah cara kita berkomunikasi dan menciptakan ruang publik digital yang dinamis dan egaliter. Walaupun, di balik peluang tersebut, media sosial juga berpotensi menjadi ladang informasi palsu dan manipulatif. Fenomena post-truth dan echo-chamber berkembang pesat, di mana kebenaran seringkali digantikan oleh opini dan informasi palsu. Hal ini merupakan akibat dari perilaku pengguna media sosial yang cenderung memilih informasi yang sesuai dengan preferensi mereka, serta algoritma platform media sosial yang memperkuat perilaku tersebut.

Latar belakang

Tulisan ini berfokus pada bagaimana media sosial telah mengubah cara kita berkomunikasi dan menciptakan ruang publik digital yang dinamis dan egaliter. Dalam konteks ini, media sosial merujuk pada platform digital yang memungkinkan individu untuk berbagi konten, berinteraksi, dan berpartisipasi dalam pembentukan wacana publik, meskipun media sosial menawarkan peluang untuk diskursus yang inklusif dan demokratis, platform ini juga memiliki potensi untuk memperkuat bias dan polarisasi melalui fenomena yang dikenal sebagai echo-chamber. 

Echo-chamber adalah situasi di mana individu hanya terpapar pada informasi atau opini yang memperkuat pandangan mereka sendiri, sementara pandangan yang berbeda atau bertentangan diabaikan atau dihindari,konteks ini juga membahas bagaimana fenomena echo-chamber ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial dan politik, termasuk pemilihan umum, polarisasi politik, dan pemahaman masyarakat tentang isu-isu penting. 

Selain itu, menekankan pentingnya literasi media, berpikir kritis, dan pemahaman berbagai perspektif dalam menavigasi lanskap media sosial yang kompleks ini. Secara keseluruhan, ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk memahami dan menavigasi dinamika kompleks media sosial dalam era digital saat ini.

Ruang Publik Digital dan Diskursus Inklusif

Media sosial telah menciptakan ruang publik digital yang dinamis, mengubah cara individu berinteraksi dengan informasi dan membentuk wacana kolektif. Ruang ini, yang dicirikan oleh fluiditas dan kesetaraan, mencerminkan dinamika yang berkembang dalam lanskap masyarakat kita. 

Tetapi, tantangan muncul ketika sifat media sosial yang tidak tersaring memfasilitasi penyebaran informasi autentik dan palsu dengan cepat. Ketegangan antara inklusivitas dan potensi misinformasi menjadi jelas ketika sifat media sosial yang tidak tersaring mempercepat penyebaran narasi autentik dan menyesatkan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab pengguna dan platform dalam menciptakan ruang yang kondusif bagi wacana yang bermakna sekaligus memitigasi risiko penyebaran informasi yang salah.

Algoritma Echo-Chamber

Pada fenomena echo-chamber, sebuah elemen penting dalam memahami polarisasi dalam ruang publik digital. Pengguna, dipandu oleh algoritma, menemukan diri mereka di dunia maya di mana perspektif mereka diperkuat. Resonansi algoritmik ini membentuk siklus replikasi diri, membatasi paparan terhadap beragam pendapat dan berkontribusi pada pembentukan kebenaran subjektif, untuk menggali dampak nyata dari echo-chamber di arena politik, diperlukan penelitian yang cermat terhadap konteks pemilu yang spesifik. 

Misalnya contoh pada pemilihan presiden tahun 2019, dimana gaungnya semakin banyak di platform media sosial utama. Platform seperti Twitter dan Facebook berubah menjadi medan pertempuran di mana kecenderungan politik mengkristal, sehingga mempersempit ruang lingkup pendidikan politik. Hasilnya adalah para pemilih terpolarisasi dan semakin mengakar karena sifat echo-chamber yang semakin kuat.

Pengaruh echo-chamber meluas hingga ke diskusi hangat seputar politik dinasti dalam rangka menuju pilpres 2024. Di tengah beragam perspektif, mulai dari dukungan yang teguh hingga oposisi yang keras, melepaskan diri dari echo-chamber adalah sebuah keharusan. Pelarian ini sangat penting untuk menumbuhkan pemahaman objektif tentang dinamika rumit yang terjadi dalam kerangka politik dinasti.

Demokrasi dan Echo Chambers

Kompleksitas yang melekat pada demokrasi menuntut pemahaman holistik mengenai kebaikan dan keburukan demokrasi, melampaui batasan-batasan yang ditimbulkan oleh echo-chamber. Dinamika transformatif media sosial menawarkan peluang dan tantangan dalam hal ini. 

Mengakui beragam peran media sosial, echo-chamber, dan dinasti politik menjadi hal yang sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan yang terinformasi dan obyektif. Untuk memitigasi dampak buruk echo-chamber dan mendorong dialog yang sehat, peningkatan pendidikan politik dan pemahaman objektif sangatlah penting. Agar berhasil dalam menavigasi lanskap yang rumit ini, diperlukan pengembangan literasi media yang kuat, pendekatan kritis terhadap informasi, dan upaya aktif terhadap beragam perspektif.

  • Literasi Media Mengembangkan Pendekatan Kritis

Salah satu fondasi dalam menavigasi interaksi kompleks dinamika media sosial adalah literasi media. Pengguna harus mengembangkan kemampuan untuk menilai informasi secara kritis, membedakan antara sumber yang dapat dipercaya dan informasi yang salah. Hal ini melibatkan pemahaman tentang mekanisme penyebaran informasi di platform media sosial, mengenali bias, dan mempertanyakan validitas konten. Mengembangkan keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk melepaskan diri dari kungkungan echo-chamber. Pengguna harus secara aktif mencari perspektif yang beragam, mempertanyakan keyakinan mereka sendiri, dan terlibat dalam dialog yang berpikiran terbuka. Dengan memupuk pola pikir yang menghargai analisis objektif dibandingkan bias konfirmasi, individu berkontribusi dalam menghilangkan echo-chamber.

  • Perspektif Beragam: Membentuk Diskursus Inklusif

Untuk memperkaya ruang publik digital dan mendorong diskursus inklusif, individu harus secara aktif mencari perspektif yang beragam. Hal ini mencakup mengikuti beragam pendapat, mengeksplorasi konten dari berbagai latar belakang ideologi, dan berpartisipasi dalam diskusi yang menantang pandangan yang sudah ada sebelumnya. Merangkul keberagaman pemikiran sangat penting dalam melawan efek homogenisasi echo-chamber.

  • Pendidikan Politik

Peningkatan pendidikan politik merupakan komponen penting dalam memitigasi dampak negatif echo-chamber. Pengguna harus secara aktif mencari informasi komprehensif tentang kandidat politik, isu, dan ideologi. Dengan melampaui konten platform media sosial yang dikurasi, individu dapat mengembangkan pemahaman yang berbeda tentang lanskap politik, sehingga mendorong pengambilan keputusan yang tepat.

  • Pemahaman Objektif

Untuk melepaskan diri dari echo-chamber memerlukan pemahaman objektif terhadap isu-isu kompleks. Pengguna harus secara aktif berusaha memahami berbagai perspektif, mengakui nuansa yang melekat dalam perdebatan politik, sosial, dan ekonomi. Pemahaman obyektif ini sangat penting untuk mengatasi dampak polarisasi echo-chamber dan menumbuhkan masyarakat yang lebih kohesif dan terinformasi.

Kesimpulan

Fenomena echo-chamber telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam ranah pemilu, polarisasi, dan pemahaman masyarakat. Menyadari betapa rumitnya peran media sosial, echo-chamber, dan dinasti politik sangatlah penting untuk pengambilan keputusan yang terinformasi dan obyektif. Meskipun media sosial berfungsi sebagai fasilitator komunikasi inklusif, risiko terjerumus ke dalam echo-chamber mengharuskan kita untuk mengembangkan literasi media yang canggih, pendekatan yang cerdas terhadap informasi, dan komitmen yang teguh untuk mencari perspektif yang beragam.

Untuk berhasil menavigasi lanskap transformatif ini, setiap individu harus secara aktif terlibat dalam pemikiran kritis, melepaskan diri dari echo-chamber melalui berbagai perspektif, dan memprioritaskan pendidikan politik. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menumbuhkan ruang publik digital yang berkembang berdasarkan inklusivitas, dialog, dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai kompleksitas politik modern.

 Pendekatan holistik ini penting untuk memitigasi dampak negatif echo-chamber dan mengarahkan masyarakat menuju masa depan yang lebih terinformasi, saling ter terhubung, dan berketahanan. Dengan melakukan hal ini, kita dapat menumbuhkan ruang publik digital yang berkembang berdasarkan inklusivitas, dialog, dan pemahaman yang berbeda-beda mengenai kompleksitas politik modern. Pendekatan holistik ini penting untuk memitigasi dampak negatif echo-chamber dan mengarahkan masyarakat menuju masa depan yang lebih terinformasi, saling terhubung, dan berketahanan.

Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa media sosial, meskipun memiliki potensi untuk memfasilitasi diskursus yang inklusif dan demokratis, juga dapat memperkuat bias dan polarisasi melalui fenomena echo-chamber. Oleh karena itu, penting bagi kita semua, sebagai pengguna media sosial, untuk mengembangkan literasi media yang kuat, berpikir kritis, dan berusaha untuk memahami berbagai perspektif. Hanya dengan cara ini kita dapat memanfaatkan potensi positif media sosial sambil meminimalkan dampak negatifnya.

Referensi

Bernhardt, D., Krasa, S., & Mattias Polborn. (2008). Political polarization and the electoral effects of media bias. Journal of Public Economics, 92(5-6), 1092–1104. https://doi.org/10.1016/j.jpubeco.2008.01.006

Hong, S., & Sun Hyoung Kim. (2016). Political polarization on twitter: Implications for the use of social media in digital governments. Government Information Quarterly, 33(4), 777–782. https://doi.org/10.1016/j.giq.2016.04.007

‌Martinelli, C. (2006). Would rational voters acquire costly information? Journal of Economic Theory, 129(1), 225–251. https://doi.org/10.1016/j.jet.2005.02.005

News, U. (2019, November 19). Fenomena Post-Truth dan Echo-Chamber dalam Kontestasi Politik Jokowi-Prabowo di Medsos - Unair News. Retrieved October 30, 2023, from Unair News website: https://news.unair.ac.id/2019/11/19/fenomena-post-truth-dan-echo-chamber-dalam-kontestasi-politik-jokowi-prabowo-di-medsos/?lang=id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun