Malangbong, Garut – Mungkin sepintas lalu tidak terlihat, Muhamad Haris (13) anak yang mempunyai hobi menggambar ini, menyandang tunarungu-wicara. Yakni suatu keadaan disabilitas, dimana keterbatasan kemampuan dalam mendengar dan berbicara. Namun, dibalik kekurangan tersebut, Haris—nama panggilan, mampu menghasilkan karya gambar berbentuk sketsa dengan hasil yang mengagumkan.
Coretan garis gambar yang tertuang dalam lukisannya, begitu indah. Sungguh sebuah karya yang tidak mudah mengingat apa yang dialaminya. Ketebalan, ketipisan gambar beserta warna, seolah mengalir begitu saja ke dalam lembaran kertas putih yang menjadi media tempatnya berkarya.
Lahir dari pasangan Utang (46) dan Papat (42), yang bekerja sebagai penjual gorengan, tidak menyurutkan langkah Haris untuk terus menyempurnakan hasil gambarnya. Semua objek lukisan, mampu dibuat. Hal tersebut dibuktikan, ketika meraih Juara I Lomba Kreatifitas Siswa (LKS) tingkat Kabupaten di SLBN Garut, yang diselenggarakan Mei 2015.
Menurut Dewayani S.Pd, Guru kelas sekaligus Ketua Tim Pembimbing Haris di SLB At-Turmudzi II Malangbong Garut mengatakan, selain berpotensi dalam menggambar ternyata kemampuan berhitung matematikanya juga sangat baik.
“Haris dapat memvisualisasikan semua objek lukisan ke dalam sketsa gambar. Pada perlombaan yang diselenggarakan di tingkat Kabupaten, karya menggambar yang dihasilkan bertema fauna. Ditambah keterampilan menghitung abstraksinya mencukupi,” ungkap Dewayani.
Dengan latar belakang pegunungan, pohon, bebatuan, burung dan satwa lainnya, Haris, memberikan arsir warna dengan kombinasi yang pas. Sehingga memberikan kesan alami, terutama pewarnaan pada lingkungan sekitar.
Selain Haris, siswa SLB lain yang berprestasi diantaranya Rudiana (13) yang berhasil meraih Juara II dalam lomba Alat Musik Modern Gitar dibawah bimbingan Indri Carolina S.Pd serta Ridwan Fajri Maulana (15) menempati posisi Juara II bidang Informasi Teknologi yakni membuat blog dan email dengan pembimbing Nanang Rahmat S.Pd
“Ada satu persamaan dari mereka, yakni kemampuan untuk belajar secara otodidak. Tinggal bagaimana kita mengasah bakat tersebut menjadi sesuatu yang lebih nyata. Seperti Rudiana (tunanetra), dia dapat memainkan lagu pop dengan gitar juga menyanyikan lagu-lagu dari Peterpan dan Iwan Fals yang menjadi favoritnya,” tutur Dewayani.
Menghafal bentuk kord gitar sederhana dengan lagu-lagu seperti Iwan Fals dan Peterpan yang dibawakan Rudiana tentu membutuhkan penghayatan dan konsentrasi tinggi. Diperlukan keharmonisan antara memainkan alat musik dan menyanyi. Dengan indera penglihatannya yang terbatas, perasaan dan jiwa musikalitasnya mampu mengalahkan keterbatasan tersebut.
Ridwan Fajri Maulana penyandang disabilitas tunarungu-grahita lebih menakjubkan lagi, dengan metode memberikan pengajaran yang dilakukan secara berulang beserta contoh yang diberikan, ia dapat berkarya di bidang informasi teknologi dengan membuat blog dan email.
Setidaknya, bidang informasi dan teknologi harus berlandaskan pemahaman algoritma yang baik. Hal ini membuktikan, bahwa anak disabilitas sekali pun dapat memahami dengan benar, apabila menggunakan metode pengajaran yang tepat, disesuaikan dengan kondisi, keadaan serta kebutuhan.
Dengan prestasi yang telah diraih oleh ketiga anak tersebut, Dewayani menghimbau dan berharap agar masyarakat lebih peduli lagi terhadap keberadaan anak disabilitas. “Itu dapat dilakukan dengan memberikan kepercayaan dan tanggung jawab, serta mengajak untuk berkarya secara bersama-sama misalnya bergabung dalam sanggar seni. Sehingga ke depannya, mereka mampu untuk mandiri dan tidak menggantungkan hidupnya kepada orang lain,” ujarnya.
Ia berpendapat, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia seutuhnya. Tertuang dalam UUD 1945 (Amandemen) Pasal 31 ayat 3 dan Pasal 31 ayat 5 dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif. Yaitu sistem penyelenggaran pendidikan, yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Dunia pun telah membuat pernyataan melalui Deklarasi Salamanca (1994) yang salah satunya berisi hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan dan harus diberi kesempatan untuk mencapai serta mempertahankan tingkat pengetahuan yang wajar. Karena setiap anak mempunyai karakteristik, minat, kemampuan dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Sistem pendidikan sebaiknya dirancang dan program pendidikan dilaksanakan dengan memperhatikan keanekaragaman dan kebutuhan tersebut.
Muhamad Haris, Rudiana, dan Ridwan Fajri Maulana beruntung memiliki guru yang mampu melihat potensi dalam dirinya. Tugas kita dari Tuhan adalah membantu mereka mendekatkan pada impiannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H