Memang benar bila waktu akan menghapus pilu. Mengembalikan hubungan yang dingin tanpa tegur sapa menjadi tertawa bersama. Dan itu semua terjadi hanya jika semua pihak saling terbuka dan ikhlas menerima.
Perjuangan Rahmat sesungguhnya sudah dimulai semenjak ia memutuskan untuk berjalan bersama ayahnya. Dan di Monas, puncak dialog dan interaksi itu benar-benar meruntuhkan tembok imajiner tinggi yang dibangun Rahmat untuk menutupi kekosongan diri. Di lautan manusia Aksi 212, Rahmat akhirnya kembali menjadi anak, menjadi hamba sang pencipta, dan menjadi seorang idealis yang bukan liberalis.
Adin yang sedari awal menemani perjalanan Rahmat pun memainkan peran sebagai sahabat yang selalu membersamai. Mengisi jeda dialog--yang banyak berisi kekakuan Rahmat--dengan adegan jenaka. Malah tak terbayang sebelumnya bila Adhin Abdul Hakim yang berpenampilan sangar justru mengambil peran sebagai protagonis.
Sebagai film yang mecoba untuk mennyimpan memori Aksi 212, tentu banyak cerita fakta yang termuat di dalamnya. Long march para santri Ciamis, kisah pengantin Nasrani yang menikah di Katedral Jakarta, dan pembagian makanan dengan kesukarelaan tanpa kekisruhan adalah sebagian kisah faktual yang diangkat.
Teknik pengambilan gambar dengan angle yang tepat bisa mengatasi masalah jumlah orang yang mengisi film ini, selain penggunaan dokumentasi-aksi yang asli. Rekaman asli aksi itu dimunculkan bergantian dengan adegan-adegan yang diambil oleh sutradara. Ditampilkan dalam proporsi waktu yang pas sehingga penonton tetap nyaman menikmati keseluruhan tontonan.
Film ini adalah kontra-narasi dari perilaku beringas menghancurkan ini dan itu, apalagi sampai rumah ibadah agama lain. Sungguh bertolak belakang dengan fakta bahwa kerumunan jutaan umat Islam tidak merusak rumput Monas sama sekali. Umat agama lain pun jelas dihormati dan diperlakukan dengan baik walaupun berada di antara lautan massa muslim.
Akhirnya, kita bisa menarik batas yang jelas bahwa pengebom 13 Mei 2018 bukanlah seorang muslim yang lurus. Seorang muslim haruslah penuh cinta, iman, dan kedamaian meskipun memperjuangkan tuntutan saat agama dinistakan. Muslim tidak menebarkan ancaman apalagi melakukan penyerangan sampai pembunuhan karena dalih-dalih keagamaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H