[caption id="attachment_289937" align="aligncenter" width="199" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock.com)"][/caption]
Awal Oktober lalu, saya diminta ikut rapat secara mendadak. Agendanya adalah bertemu orang periklanan, yang salah satu kliennya adalah perusahaan telepon selular, Sony Ericsson. Mereka hendak bertanya seputar rencana bisnis media kami di 2011. Ini memang rutin menjadi agenda akhir tahun perusahaan periklanan.
Saya tiba dikantor mereka sekitar jam 15.00. Setelah menunggu beberapa saat, kami dipersilakan masuk ke ruang rapat. Ruangan itu berukuran sedang, dengan meja persegi panjang khas ruang rapat. Ada layar proyektor dan LCD TV ukuran 40 inci. AC-nya dingin sekali. Kami disuguhi air putih dan rupa-rupa camilan. Setelah perkenalan, sebuah pertanyaan dilontarkan mereka. “Masihkah kami (Sony Ericsson) perlu mengiklan di majalah cetak?“
---
Saya punya perhatian lebih terhadap Sony. Langkah-langkah mereka sangat menarik dicermati. Mereka tahu bahwa nama mereka besar, dan nama besar berarti pengaruh besar. Pengaruh besar akan mendatangkan uang dalam jumlah besar.
Sony Ericsson adalah perusahaan multinasional. Sejak dulu, mereka suka berinovasi. Salah satu yang paling sukses adalah seri walkman phone. Kesuksesan ini sudah saya prediksi sejak awal, dengan menarik benang merah sejarahnya. Sony adalah merek dagang besar dan terpercaya besar di segmen elektronik audio. Ericsson adalah pemain lama di telepon seluler. Gabungan keduanya tentu bisa menghasilkan ponsel dengan kualitas audio yang mengagumkan.
Contoh menarik lainnya ada di segmen kamera. Ketimbang repot-repot mengembangkan teknologi kamera dari nol, mereka pilih membeli Minolta. Minolta sendiri pernah bergabung dengan Konica. Dan, di dunia fotografi, Minolta disegani.
Kalau Canon atau Nikon adalah produk massal, Minolta lebih untuk para fanatik. Lensa Minolta lebih bagus dari Canon dan Nikon. Hebatnya Sony adalah: mereka tidak mengadaptasi teknologi lalu membiarkan Minolta mati begitu saja. Mereka tahu kelebihan Minolta. Hasilnya, semua bodi kamera DSLR Sony yang canggih tetap kompatibel dengan lensa-lensa Minolta zaman dulu. Sony juga tak berhenti di situ, mereka juga menggandeng Carls Zeiss untuk membuat lensa-lensa terbaik mereka sendiri. Saya pikir, inovasi strategi secara berkala adalah tradisi yang kuat di tubuh Sony.
---
Dan, di meja rapat itu, mediator Sony Ericsson menanyakan apa mereka masih harus menyisihkan budget-nya di majalah cetak. Saya merasakan ada dorongan kuat untuk meninggalkan media konvensional. Kebetulan, mereka berkecimpung di dunia elektronik. Kecepatan akses yang tinggi, jangkauan pasar yang lebih luas, viral marketing, plus benang merah dengan inti bisnis mereka. Bukankah ini godaan besar?
Seorang web programmer pernah bilang pada saya, bahwa yang terbaik dari dunia digital adalah kita bisa mengukurnya. Semua serba tercatat, tersaji dalam bentuk metriks yang bisa dibedah lalu dianalisa. Dan, jika kita bisa mengukurnya, maka kita bisa mengembangkannya.