Mohon tunggu...
Bayu Gustomo
Bayu Gustomo Mohon Tunggu... -

Musik, Bola, dan rileks

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"RAY"

2 September 2011   12:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Emang pelangi?"

Dan terjadilah efek yang tak diinginkan.Bibirnya memuai, mengembang
volume dan tingkat ketebalannya menunjukkan grafik yang menanjak ukurannya.
Danang pasrah meratapi nasib hanya mampu bilang.

"ANCUR".

Kembali di kelas sinetron.

Dunia para manusia belajar, belajar bahasa Jawa. Pak Katni yang mendengar
cerita dari Ray berderai air matanya. Lalu menghampiri Danang memeluk
seerat mungkin. Menciumi dengkul Danang. Menjilati Ibu Jari tangan yang
abis dia pake ngupil. Merasa bersalah atas perlakuan terhadap murid itu.
Dari kejadian itu pada akhirnya Danang merasa nyaman.
Tak berasa terintimidasi atas kehitleran Sukatni
..................

Murid-murid di sabtu yang menuju layar siang kembali belajar.
Berganti pelajaran Pak Jais.
"Anjrit, sejarah".
"Gurunya kumel".
"Ga' semangat gw".
"Kalo aja seni tari, Bu Herlin mata seger nih".
"Ini tambah parah, Homo Erectus Jaman Pleistolen,
nerangin sejarah api gw semalem udah baca tau".
"Sebel gw ma si Jais, bininya 3 tau".
"Gendeng".
"Tapi dia kaya raya juga ya".
"Mukanya mirip fosil manusia purba tuh coba lihat benjolan
di bawah matanya, pasti dia kakek buyut dari Homo Sapiens".
"Coba pelajaran Geografi, seger lihat ibu Yulis yang tinggi,
bodynya gw gak bisa bayangin".
"Ini malah temuan artefak dari para arkeolog muncul di kelas gw".
"Mr. Jais Homo Erectus, sisa-sisa fosil, jelmaan iblis neraka jahanam"
.......................

Di asik-asiknya lagi menggerutu si Ray kaget tiba-tiba saja
Bapak wakil Kepala Sekolah hadir. Menyelinap nggak sopan,
emang dikira kandang sapi apa. Bapak Binarno si jenggot lebat.
Serem mukanya, kaya setan di rimba belantara.
"Untung dia bokap si Genit, coba kalo nggak gw isengin loe".
Pak Bin, melakukan survey tentang kelas terbersih. Kelas terapi.

Kaya apa aja?"
Soal kebersihan aja ada penghargaannya. Namun dari kedatangan Pak Bin itu
adalah malapetaka buat Ray...
"Anjrit gw kena hukuman lagi, Pak Bin saraf, otaknya ga' bener.
Perlu di recovery ulang. Ga' bisa diajakin bercanda".
"Nit... Genit Papi loe dateng nich, pasti dech kelas kita jadi numero uno".
Pak Bin cuma diem ga' bereaksi apa-apa atas ocehan Ray.
Silence is Gold (diam itu emas). Mungkin semboyannya waktu itu.
"Coba gw jadi Genit pasti gw minta buat kelas ini jadi pemenang".

Masih ga' ada reaksi. Walau sebenernya kuping udah merasa tersengat.

Kuping Pak Bin, lama-lama tersengat juga oleh gelombang elektromagnetik.
Berasal dari mulut Ray yang amit-amit tengilnya.
"Kalo gw jadi Genit pasti gw minta duit ama bokap, buat jajan
sekelas tapi kalo ga' di kasih berarti bokap pelit".
Mendengar kata-kata itu Pak Bin murka, dalam amarah yang tak terbendung.

Dalam emosi meledak-ledak, memelototi Ray, seakan hendak menguliti tubuh Ray.
Emang kambing guling?"
"kamu ikut saya ke kantor, sekarang".
Nada bicaranya kaya rocker era 70an.
Anjrit sangar banget. Ray nurut dan langsung ngacir menuju
kantor tempat Pak Bin yang Edan singgah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun