Kota Lasem dikenal dengan sebutan Tiongkok Kecil. Sebutan ini disematkan karena terdapat akulturasi budaya Jawa, Tionghoa, Arab, dan Hindia Belanda.
Salah satu akulturasi budaya terlihat pada bentuk ragam bangunan kuno di Lasem yang masih berdiri saat ini.Â
Kota Lasem berbentuk kecamatan yang terletak di pesisir Kabupaten Rembang Jawa Tengah. Jarak Lasem dari Kabupaten Rembang kurang lebih 12 km. Wilayah Lasem mempunyai luas 4.504 ha.
Pada masanya sekitar abad 16, pesisir Lasem menjadi tempat pendaratan orang Tiongkok yang datang bersama Laksamana Cheng Ho.Â
Sejak saat itu mulai banyak berdiri bangunan dengan desain dan arsitektur ala Tiongkok. Seiring semakin banyaknya kapal dari Tiongkok yang berlabuh ke pesisir Lasem maka pemukiman dengan langgam Tiongkok juga semakin bertebaran.
Sampai saat ini jejak pemukiman Tiongkok masih ada di Kota Lasem. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya bangunan kuno ala Tiongkok yang masih terawat.
Melihat Bangunan Kuno Kota Lasem
Pada akhir tahun 2022, saya mengadakan perjalanan wisata mengunjungi bangunan kuno yang masih ada di Lasem. Sebagian besar bangunan kuno Lasem yang saya temui masih menyerupai aslinya.Â
Sedangkan peruntukkan bangunan tersebut beraneka ragam. Ada yang difungsikan menjadi tempat ritual ibadah, tempat penginapan, rumah tinggal, rumah budaya, rumah kuliner, tempat membuat batik dan sebagainya.Â
Usia sebagian besar bangunan kuno di Lasem juga banyak yang sudah mendekati atau bahkan melebihi satu abad.
Ragam Bangunan Kuno Lasem
Beberapa bangunan kuno yang masih tegak berdiri tetap terawat dan bisa dikunjungi. Namun sebagian bangunan kuno yang masih menjadi milik pribadi perorangan tentunya membutuhkan izin dari pemilik bangunan jika dikunjungi wisatawan.
1. Rumah OeiÂ
Rumah Oei dibangun pada tahun 1818 oleh seorang perantau dari Tiongkok yang mendarat di pesisir Lasem bernama Oei AM.Â
Setelah menikah dengan gadis asal Lasem, Oei AM menekuni dua dunia usaha. Pertama sebagai pedagang tapioka dan ketan hitam. Kedua sebagai juragan kereta kuda. Kedua usaha Oei AM dilakukan dari rumah pribadinya. Sehingga kediamannya mendapat julukan "Rumah Oei".
Arsitektur rumah Oei sarat dengan langgam Tionghoa. Setelah mengalami pemugaran yang disesuaikan dengan bentuk aslinya, Rumah Oei diisi dengan benda peninggalan keluarga Oei AM.Â
Saat ini Rumah Oei yang berada di jalan Jatirogo Lasem difungsikan sebagai Rumah Heritage Peranakan Pusat Edukasi Seni, Budaya dan Kuliner Lasem.
2. Rumah TegelÂ
Rumah ini dimiliki oleh seorang Kapitan bernama Lie Thiam Kwie. Usahanya adalah memproduksi tegel atau ubin lantai. Proses produksinya dilakukan pada pabrik tegel yang terletak di halaman belakang rumahnya. Pabrik tegel ini sudah beroperasi dari tahun 1910.Â
Pada halaman belakang rumah terpajang contoh tegel buatan pabrik dengan motif unik jaman dahulu kala. Saat ini pabrik tegel tidak beroperasi secara rutin melainkan akan beroperasi jika terdapat pesanan saja.Â
Bentuk bangunan rumah tegel sangat vintage dengan desain arsitektur Indis. Beberapa perabot seperti almari, meja dan kursi buatan jaman dulu juga masih ada dan terpajang rapi.
3. Omah Merah (Rumah merah)
Bangunan bernama Omah merah adalah kediaman pribadi yang dibangun pada tahun 1860 oleh pengusaha Tionghoa. Lokasi Omah Merah ada di Desa Karangturi. Desain bangunannya unik berlanggam Hindia dan Tiongkok.
Selain mempunyai desain arsitektur Tionghoa, Omah Merah juga mempunyai bunker dan sumur kuning yang ada di halaman bagian belakang.
Fungsi bunker sendiri tersambung dengan pintu keluar pada sisi lain sebagai jalan keluar masuk nya candu atau opium. Menurut pemandu wisata, opium saat itu termasuk barang ilegal. Sehingga untuk mendapatkannya harus dengan jalan sembunyi-sembunyi.Â
Saat ini Omah Merah difungsikan sebagai penginapan, rumah makan, dan toko penjualan kain batik.
4. Lawang Ombo (Rumah Candu)
Bangunan Lawang Ombo dibangun pada tahun 1860 dan dahulu digunakan sebagai gudang candu atau opium. Pemilik Lawang Ombo pertama kali adalah seorang pengusaha Tionghoa.
Menurut cerita dari pemandu wisata, letak Lawang ombo sangat strategis karena dekat dengan Sungai Lasem . Dahulu Sungai Lasem berfungsi sebagai jalur perdagangan yang dilintasi banyak kapal.Â
Jalur perdagangan menggunakan sungai ini dimanfaatkan oleh pemasok candu atau opium sebagai sarana penyeludupan. Pada saat itu opium dilarang keras diperjualbelikan oleh Hindia Belanda dan dinyatakan barang ilegal.Â
Karena posisi Lawang Ombo berada di dekat bibir Sungai Lasem maka Lawang Ombo menjadi tempat penyimpanan opium sementara sebelum diperdagangkan ke seantero tanah Jawa.
Penutup
Mengunjungi bangunan kuno di Lasem membuat kita seperti sedang menjelajahi lorong waktu. Sambil melihat arsitektur bangunannya sekaligus bisa mendengar kisah bangunan kuno sejak awal berdirinya.
Mendengar kisah sejarah di masa lalu membuat Kita kaya akan pengetahuan dan bisa menghargai bangunan kuno sebagai saksi sejarah.
Jadi bagaimana apakah Kamu tertarik mengunjungi bangunan kuno?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H