Peristiwa Gerakan 30 September PKI atau G30S/PKI merupakan peristiwa sejarah yang tidak mudah digambarkan dengan 'akal sehat' sederhana. Tujuan didirikannya PKI adalah untuk menggeser dasar negara Indonesia, Pancasila, ke komunisme. Tujuannya adalah untuk membangkitkan rasa revolusioner rakyat Indonesia di kalangan buruh dan tani yang ditindas oleh kaum borjuasi. PKI berusaha mendirikan negara dengan ideologi komunis yang tidak sesuai dengan Pancasila. Upaya yang dilakukan PKI gagal karena rakyat Indonesia menginginkan persatuan.Â
Nyatanya, hingga detik ini, tidak ada yang benar-benar memahami kebenarannya. Jejak-jejak sejarah yang tersaji dalam buku, artikel, jurnal, dan sumber sastra lainnya hanyalah spekulasi, yang tersusun dalam urutan kronologis yang tidak pasti. Bahkan, mereka sering bertentangan satu sama lain. Salah satu faktor kuat mengapa rekonstruksi sejarah G30S belum menghasilkan konsensus di kalangan akademisi, sejarawan, dan tokoh intelektual lainnya adalah karena ada simpul-simpul peristiwa yang hilang atau sengaja dihilangkan.
Beberapa di antaranya adalah eksekusi Aidit tanpa proses hukum, pencopotan Sukarno atas dugaan keterlibatannya dalam G30S yang juga tanpa keputusan pengadilan mengenai keterlibatan atau ketidakbersalahan Sukarno. Surat Perintah Sebelas Maret, sebuah manuskrip kontroversial yang dinyatakan hilang, tampaknya hanya menjadi diksi untuk kudeta Proklamator Kemerdekaan Indonesia.
Setelah 50 tahun, peristiwa G30S masih menjadi misteri dengan ribuan tanda tanya yang bertebaran. Tidak ada jawaban yang diberikan, karena sepertinya kejadian itu tabu untuk dibicarakan. Pada masa Orde Baru kita mengenal G30S sebagai upaya kudeta PKI terhadap pemerintahan Soekarno saat itu.Â
Kekejaman PKI kemudian digambarkan sedemikian sadis dalam film Penghiatus G30S yang diproduksi pada tahun 1984 dan menjadi tontonan wajib selama 13 tahun. Melalui film ini kita belajar membenci PKI, Komunis dan segala atribut yang melekat padanya.
Ada beberapa misteri yang hingga kini masih menjadi tanda tanya besar bagi rakyat Indonesia, antara lain yakni :
- Isu Keterlibatan Presiden Soekarno
Tuduhan keterlibatan Sukarno tentu memicu reaksi keras dari kaum nasionalis dan Soekarnois. Kaum nasionalis cenderung membayangkan 'intervensi' dan 'konspirasi' asing (barat) dalam menciptakan 'upaya kudeta'. Pendapat ini merujuk pada pernyataan Soekarno sendiri menyikapi G30S dalam "Pelengkap Nawaksara" tanggal 10 Januari 1967 yang menjelaskan bahwa peristiwa G30S terjadi karena "kegilaan" pimpinan PKI, menandakan bahwa G30S merupakan rencana pimpinan partai yang salah membaca situasi, bukan gerakan resmi partai.Â
Selain itu, subversi Nekolim cerdas, yaitu, karena Barat mungkin telah mengkondisikan krisis 1965 melalui agen rahasia dan penciptaan desas-desus politik dan keberadaan unsur-unsur (militer) yang 'tidak benar', mereka memanfaatkan situasi untuk kepentingan mereka sendiri. berencana untuk melenyapkan komunisme dan menggerogoti kekuasaan Sukarno.
Presiden Sukarno hendak dibawa kembali ke Istana Kepresidenan. Namun, Kolonel Maulwi Saelan menghubungi para pengawal Bung Karno. Dia menyarankan Kakak untuk tidak kembali ke Istana. Karena banyak pasukan yang tidak diketahui. Karena itu, Bung Karno dan pengawalnya menuju rumah Hartati (istri keempat Soekarno) di Grogol.Â
Mereka tiba pukul 07.00 WIB. Saat itu, kondisi politik Indonesia mengacu pada segitiga kekuasaan. Yakni Presiden Sukarno, PKI, dan Angkatan Darat. Bung Karno dengan ideologi Nasakom (Nasionalis, Religius, Komunis) mencoba mengidentifikasi berbagai pihak. Namun, hal itu menimbulkan ketidaksukaan di kalangan tentara. Apalagi Bung Karno terlihat sangat dekat dengan PKI.
- Mengapa Soeharto Tidak Mnejadi Sasaran G30S/PKI
Ketika tragedi malam itu terjadi, Soeharto yang berpangkat Mayor Jenderal tidak masuk dalam daftar target pembunuhan. Bahkan, ia menjabat sebagai Panglima Kostrad. Suharto mengatakan, sekitar pukul 00.15 tengah malam ia disuruh istrinya bergegas pulang di Jalan Haji Agus Salim karena teringat Mamik, anak bungsunya yang baru berusia satu tahun.
Ia pun meninggalkan Tomy, sementara istrinya tetap menunggu di rumah sakit. Suharto mencatat bahwa Hamid mengatakan kepadanya bahwa tembakan terdengar di beberapa tempat. Soeharto mengaku saat itu belum memikirkannya. Namun, 30 menit kemudian tetangganya, Mashuri, mengabarkan bahwa ia juga mendengar suara tembakan di beberapa tempat.
Aspirasi untuk merebut kekuasaan disimpan rapat-rapat di pihak Suharto. Hanya lingkaran terdekat yang dapat menangkap sinyal. Sejak masih bertugas di Kodam Diponegoro, Soeharto membangun tim yang solid untuk mendukung aspirasinya. Ketika dipindahtugaskan ke Jakarta sebagai Pangkostrad, dan kemudian menjadi Presiden RI, Soeharto tetap melibatkan tim yang soliditasnya sudah terbentuk sejak sama-sama bertugas di Kodam Diponegoro. Dua nama yang layak disebut adalah Yoga Sugama dan Ali Moertopo.
Mundurnya Kolonel Yoga Sugama ke Jakarta dari Yugoslavia, pada Januari 1965, merupakan fakta yang menarik. Bahkan Mayjen Soeharto sendiri perlu menulis surat kepada Duta Besar RI untuk Yugoslavia agar Yoga bisa membantunya, dengan jabatan Asisten Intelijen Kostrad. Mundurnya Yoga ke Jakarta pada Januari 1965, seperti sebuah kepingan, yang bisa menjelaskan bagaimana persiapan Suharto untuk naik ke tampuk kekuasaan.
Akhir Cerita PKI
Upaya penumpasan terus dilakukan, masyarakat Indonesia membantu dan mendukung penumpasan tersebut. Demonstrasi anti-PKI terjadi di Jakarta. Operasi penumpasan dilanjutkan dengan menangkap mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Selanjutnya atas desakan rakyat yang menuntut PKI dibubarkan, yang berpuncak pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto segera mengeluarkan pelarangan terhadap PKI dan ormas-ormas di bawahnya.
Akhir dari pemberontakan G30S PKI adalah ditangkapnya mereka yang terlibat pemberontakan antara lain Sjam Kamaruzaman, Letkol Untung Sutopo, Kolonel Latief, Dr. Subandrio, Omar Dani, Sudisman, Nyoto, Nyono, Lukman, Oetomo Ramelan, Briptu Jenderal Supardjo, dan Sakirman. Ketua PKI yaitu D.N. Aidit diumumkan meninggal pada November 1965.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H