Mohon tunggu...
Bayuda Zaky Nopandirga
Bayuda Zaky Nopandirga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya nge game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Misteri yang Belum Terpecahkan G30S/PKI

20 Desember 2022   19:43 Diperbarui: 20 Desember 2022   19:55 1417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika tragedi malam itu terjadi, Soeharto yang berpangkat Mayor Jenderal tidak masuk dalam daftar target pembunuhan. Bahkan, ia menjabat sebagai Panglima Kostrad. Suharto mengatakan, sekitar pukul 00.15 tengah malam ia disuruh istrinya bergegas pulang di Jalan Haji Agus Salim karena teringat Mamik, anak bungsunya yang baru berusia satu tahun.

Ia pun meninggalkan Tomy, sementara istrinya tetap menunggu di rumah sakit. Suharto mencatat bahwa Hamid mengatakan kepadanya bahwa tembakan terdengar di beberapa tempat. Soeharto mengaku saat itu belum memikirkannya. Namun, 30 menit kemudian tetangganya, Mashuri, mengabarkan bahwa ia juga mendengar suara tembakan di beberapa tempat.

Aspirasi untuk merebut kekuasaan disimpan rapat-rapat di pihak Suharto. Hanya lingkaran terdekat yang dapat menangkap sinyal. Sejak masih bertugas di Kodam Diponegoro, Soeharto membangun tim yang solid untuk mendukung aspirasinya. Ketika dipindahtugaskan ke Jakarta sebagai Pangkostrad, dan kemudian menjadi Presiden RI, Soeharto tetap melibatkan tim yang soliditasnya sudah terbentuk sejak sama-sama bertugas di Kodam Diponegoro. Dua nama yang layak disebut adalah Yoga Sugama dan Ali Moertopo.

Mundurnya Kolonel Yoga Sugama ke Jakarta dari Yugoslavia, pada Januari 1965, merupakan fakta yang menarik. Bahkan Mayjen Soeharto sendiri perlu menulis surat kepada Duta Besar RI untuk Yugoslavia agar Yoga bisa membantunya, dengan jabatan Asisten Intelijen Kostrad. Mundurnya Yoga ke Jakarta pada Januari 1965, seperti sebuah kepingan, yang bisa menjelaskan bagaimana persiapan Suharto untuk naik ke tampuk kekuasaan.

Akhir Cerita PKI

Upaya penumpasan terus dilakukan, masyarakat Indonesia membantu dan mendukung penumpasan tersebut. Demonstrasi anti-PKI terjadi di Jakarta. Operasi penumpasan dilanjutkan dengan menangkap mereka yang dianggap bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Selanjutnya atas desakan rakyat yang menuntut PKI dibubarkan, yang berpuncak pada saat Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar), Soeharto segera mengeluarkan pelarangan terhadap PKI dan ormas-ormas di bawahnya.

Akhir dari pemberontakan G30S PKI adalah ditangkapnya mereka yang terlibat pemberontakan antara lain Sjam Kamaruzaman, Letkol Untung Sutopo, Kolonel Latief, Dr. Subandrio, Omar Dani, Sudisman, Nyoto, Nyono, Lukman, Oetomo Ramelan, Briptu Jenderal Supardjo, dan Sakirman. Ketua PKI yaitu D.N. Aidit diumumkan meninggal pada November 1965.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun