Mohon tunggu...
Bayuda Zaky Nopandirga
Bayuda Zaky Nopandirga Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi saya nge game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

BBM Naik Rakyat Tercekik

18 September 2022   18:46 Diperbarui: 18 September 2022   18:58 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah naiknya harga minyak tanah dan sekarang sudah terpantau turun. Kini,  warga indonesia dikagetkan lagi dengan kenaikan harga BBM yang mana dalam hal ini memberikan berbagai tanggapan baik pro maupun kontra, walaupun kita dapat melihat sendiri tanggapan perihal kenaikan harga BBM ini jelas lebih banyak kontranya.

Diketahui bersama, Pemerintah telah resmi mengalihkan subsidi BBM, sehingga menyebabkan penyesuaian harga Solar, Pertalite, hingga Pertamax. Penyesuaian harga BBM inipun telah diumumkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo melalui konferensi pers pada Sabtu, 03 September 2022 kemarin. 

Pemerintah telah menaikkan harga BBM, tercatat pertalite dari Rp.7.650 per liter jadi Rp.10.000 per liter. Solar subsidi dari Rp.5.150 per liter jadi Rp.6.800 per liter. Pertamax nonsubsidi dari 12.500 per liter jadi Rp 14.500 per liter.

setelah diumumkannya kenaikan BBM, demo penolakan kenaikan BBM terjadi di sejumlah daerah dan dilakukan oleh berbagai kalangan mulai mahasiswa, buruh, hingga masyarakat pada Selasa, 6 September. Pemerintah menyatakan berbagai argumen yang melandasi keterpaksaan diambilnya kebijakan tersebut. 

Di antaranya menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani kenaikan harga BBM dilakukan karena konsumsi subsidi dan kompensasi BBM sudah melebihi kuota dan akan mencapai Rp 689 triliun atau lebih Rp 195,6 triliun dari yang dianggarkan pemerintah dalam APBN 2022 senilai Rp 502,4 triliun.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berjenis Pertalite, Solar, dan Pertamax pada 3 September 2022 yang lalu diprediksi oleh para ahli di bidang ekonomi akan menimbulkan dampak sistemik. Kenaikan harga bahan bakar minyak memang bukanlah hal baru bagi masyarakat Indonesia. 

Namun demikian, ketika kita berfokus pada konteks bisnis, maka terdapat hal-hal yang dinamis serta dapat terkait antara satu sektor dengan sektor lainnya, di mana perlu untuk menjadi perhatian dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi, politik, serta bidang sosial.

Pemerintah memberlakukan kenaikan harga bagi bahan bakar minyak berjenis Pertalite, Solar, dan Pertamax karena adanya desakan untuk menahan pembengkakan anggaran subsidi.

Keputusan ini dipandang beberapa ahli ekonomi merupakan hal yang paling mungkin untuk dilakukan karena sulitnya menerapkan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi. 

Pemerintah telah mengupayakan adanya pemantauan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi melalui aplikasi My Pertamina, namun penerapannya tentu tidak mudah sebab syarat-syarat atau kondisi yang diperlukan untuk menunjang kebijakan ini masih sulit untuk dipenuhi.

Menurut saya ekonomi adalah urusan mata pencaharian. Karena itu, kebijakan ekonomi tidak boleh diserahkan 100 persen kepada mekanisme pasar. Setidaknya ada tiga poin krusial yang harus dilakukan pemerintah untuk mengisolasi dampak kenaikan harga BBM agar tidak menimbulkan inflasi yang tajam. 

Pertama, pemerintah harus menjaga stabilitas harga pangan. Sepanjang 2022 saja, inflasi terkait harga pangan sudah lebih dari 15 persen sebelum kebijakan kenaikan harga BBM diputuskan.

Selain memperbesar pemberian bantuan sosial, perlu diatur skema penambahan subsidi pangan, pengaturan stok, dan distribusi pangan. Dalam hal ini transformasi kelembagaan tata niaga pangan perlu diseriusi.

Kedua, ada masalah etis yang cukup besar yang perlu diungkapkan pemerintah kepada publik terkait kelembagaan tata niaga pengelolaan minyak. 

Pemerintah perlu menjelaskan secara terbuka biaya produksi minyak per liter/barel, jumlah produksi per hari/tahun, biaya distribusi, level kebocoran distribusi minyak, dan aneka pertanyaan lain. Pemerintah perlu menjelaskan itu semua sehingga alasan menaikkan harga BBM memang rasional dan bukan sekadar pengalihan isu.

Ketiga, pemerintah perlu memaksimalkan diplomasi energi untuk mengamankan pasokan dan kebutuhan energi nasional. Pembukaan mitra dagang baru dalam hal energi perlu dilakukan. Selain itu, proporsi penggunaan energi minyak untuk memproduksi barang dan jasa yang menghasilkan devisa negara perlu terus-menerus diperkuat. 

Jangan biarkan rakyat terus-menerus berkorban akibat kesalahan kebijakan ekonomi energi yang kita ambil. Bila hal itu tidak diperhatikan, rasanya kebijakan kenaikan harga BBM batal secara etis.
 
Integrasi dan keterkaitan antar platform serta data-data yang diperlukan adalah salah satu tantangan yang harus diatasi. Adanya rencana untuk menerapkan sebuah kebijakan, tentu memerlukan waktu untuk mengkaji, membuat simulasi dan menganalisis terlebih dahulu terkait seberapa besar dampak negatif yang mungkin terjadi.

Beberapa hari setelah kenaikan harga bahan bakar minyak yang disubsidi oleh pemerintah, harga sejumlah komoditi pangan ikut naik. Komoditi pangan yang ikut mengalami kenaikan harga beberapa hari lalu adalah cabai rawit merah, cabai hijau, bawang putih, dan bawang merah. 

Bukan hal yang tidak mungkin, harga komoditi pangan yang lain juga turut naik. Situasi semacam ini memang hal yang klasik dan sudah pernah terjadi sebelumnya. Kenaikan harga umumnya berasal dari biaya penanganan sebelum barang siap untuk dikonsumsi, salah satunya adalah biaya distribusi.

Cara untuk meningkatkan efisiensi distribusi pada sektor ini tentu tidak mudah. Kenaikan harga komoditi tersebut cepat atau lambat akan mempengaruhi aktivitas usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang aktivitas utamanya adalah berjualan makanan.

Beralih pada sisi bisnis transportasi online, adanya penyesuaian atau kenaikan tarif transportasi online. 

Persentase kenaikan tarifnya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan persentase kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hal ini dapat dipandang sebagai sisi positif sebab kenaikan yang tidak terlalu besar, akan menjaga agar konsumen yang selama ini loyal sebagai pengguna, tidak akan beralih meninggalkan transportasi online. 

Adanya prediksi bahwa sebagian konsumen akan beralih menggunakan kendaraan pribadi berjenis sepeda motor, memang tetap berpotensi untuk terjadi dengan jumlah relatif tidak signifikan bagi keberlangsungan bisnis transportasi online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun