Hari Raya Galungan adalah hari peringatan dalam perayaan kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma) dimana "dharma" berarti baik atau kebaikan dan "a" berarti tidak, sehingga adharma berarti ketidak baikan. Hari Raya Galungan dirayakan pada Budha Kliwon Dungulan setiap 6 bulan kalender Bali (210 hari).
Adapun rangkaian hari raya galungan
TUMPEK WARIGA
Yang pertama adalah tumpek wariga, yang diadakan pada hari sabtu (saniscara) kliwon wuku wariga. Tumpek Wariga memiliki banyak sebutan lain, yaitu Tumpek Bubuh, atau Tumpek Pengatag, atau Tumpeng Pengarah. Tumpek Wariga diadakan atau bertepatan pada 25 hari sebelum Galungan.
Tumpek Wariga Ista Dewata adalah pemujaan terhadap Sang Hyang Sangkara yaitu Dewa Kemakmuran dan Keselamatan Tanaman. Tumpek Wariga berciri khas dengan penyayatan pohon, lalu akan diberi tirta wangsuhpada/ air suci lalu di doakan. Doa yang dilantunkan memiliki tujuan agar pohon yang diupacarai dapat segera menghasilkan buah, sehingga ketika hari raya Galungan, buah sudah siap di petik untuk dijadikan banten.
SUGIHAN JAWA
Sugihan Jawa adalah upacara pada Bhuana Agung, yang dilaksanakan dengan membersihkan pelinggih di merajan, alat-alat upacara. Pembersihan ini secara menyeluruh seperti membersihkan lumut yang tumbuh, membersihkan semua sisa-sisa upacara di setiap rong pada pelinggih (merajan dan pelinggih di sekitar rumah). Hal itu disebut sebagai upacara ngerebon, dimana melaksanakan pemberishan atau penyucian di segala sesuatu di luar diri manusia.
SUGIHAN BALI
Sugihan Bali adalah upacara Bhuana Alit, yang berarti pembersihan diri sendiri atau penyucian diri manusia. Pembersihan dilakukan secara jasmani dan rohai. Dimulai dengan menghaturkan canang atau banten di setiap merajan. Setiap merajan dilukat, yaitu pemberian tirta pelukatan dengan air kelapa atau nyuh gading. Pada hari ini juga dilaksanakan kegiatan memsang wastra setiap pelinggih dan mengganti air atau tirta di setiap pelinggih. Sugihan Bali biasanya dirayakan setiap hari jumat kliwon wuku sungsang.
HARI PENYEKEBAN
Hari ini dilakukan untuk menyekeb (mematangkan) buah untuk upacara seperti pisang, mangga, dan lain lain. Secara filosofis artinya untuk mengekang hawa nafsu manusia. Pada hari ini juga dilaksanakan untuk membuat tape ketang, atau injin. Hari Penyekeban biasanya dirayakan setiap hari minggu pahing wuku dungulan.
HARI PENYAJAAN
Secara filosofis umat hindu mengatakan brata, yaitu memantapkan pengendalian diri dalam merayakan hari raya Galungan. Pada hari para ibu-ibu membuat jajan baik mentah maupun matang untuk persiapan Galungan. Seperti jajan untuk upacara, yaitu kue tradisional, jajan tradisional (apem, bolu, kaliadrem, jaje uli, rengginang, dll). Pada hari ini juga ibu-ibu banyak yang menyejajitan untuk persiapan Galungan, lalu untuk bapak-bapak menyiapkan keperluan pembuatan penjor seperti bambu (tiing) dan lain-lain. Dirayakan pada setiap hari senin pon wuku dungulan.
HARI PENAMPAHAN
Pada hari ini dilakukan dengan mebat daging babi, atau ayam untuk persiapan upacara. Pada hari ini umat hindu biasanya nampah (sembelih) babi yang dipakai untuk membuat lawar, sate, jukut, tum, dll. Setelah itu menghaturkan soda di merajan soang-soang. Mebanten soda adalah sesajen yang berisi nasi, lawar, daging, atau apa yang dibuat dipersembahkan terlebih dahulu ke para dewa dan para leluhur.
Pada hari ini yang terkenal adalah pembuatan penjornya. Penjor adalah simbolis bendera kemenangan dharma yaitu ekor naga basuki. Penjor berisi hias-hiasan, "matah-lebeng", gantung-gantung, kain putih kuning, duk, nyuh (kelapa), dan sanggah penjor. Laki-laki juga pada hari ini yaitu saat sore hari memasang gantung-gantung.
Pembagian tugas pada penampahan adalah laki-laki membuat penjor, nampah. Untuk wanita, metanding banten persiapan galungan. Untuk kegiatan memasak dilakukan bersama-sama. Hari penampahan jatuh pada hari selasa wage wuku dungulan.
HARI RAYA GALUNGAN
Dari pagi hari dilakukan persembahyangan pertama di rumah, lalu ke merajan atau dadia, lanjut ke pura-pura (kahyangan tiga) selanjutnya ke lingkungan tempat tinggal. Pada hari galungan juga terdapat tradisi "pulang kampung". Dimana yang merantau akan pulang kerumahnya masing-masing yang bertujuan untuk bersembahyang. Setelah agenda persembahyangan pada sore hari adalah kegiatan ngelungsur banten dan ngejot, serta kegiatan kekeluargaan, karena saudara pulang kerumah.
HARI UMANIS GALUNGAN
Mengahaturkan canang pada setiap pelinggih atau dadia, lalu berkunjung ke sanak saudara, atau banyak juga yang jalan-jalan ke daerah pariwisata bersama keluarga. Kumpul bersama keluarga adalah inti ketika manis galungan. Jatuh pada hari kamis umanis wuku dungulan.
ULIHAN
Menghaturkan banten seperti kompek kepada para leluhur yang isinya "lebeng-matah" diantaranya ubi-ubian, jajan, urutan, nasi, yang diletakkan di sanggah penjor atau sanggah lebuh. Yang memiliki makna untuk bekal kepada para leluhur. Yang dirayakan pada minggu wage wuku kuningan
HARI PEMACEKAN AGUNG
Kegiatan maturan di setiap merajan, dimana biasanya dilaksanakan oleh para pedagang. Maknanya adalah simbol kekuatan rohani dari segala godaan selama perayaan hari raya galungan, yang dirayakan setiap senin kliwon wuku kuningan.
HARI KUNINGAN
Sebelum melakukan persembahayangan, dilakukan pemasangan tamiang, endong, kolem, pada setiap pelinggih. Lalu biasanya dilanjutkan dengan membuat nasi kuning, yang dipergunakan untuk persembahan pada setiap pelinggih. Kemudian membuat jajan bantal. Lalu kegiatan persembahyangan dengan batas waktu 12 siang untuk ngelungsur banten. Makna hari raya kungingan para leluhur kembali ke kahyangan.
HARI PEGAT WAKAN
Hari ini adalah hari terakhir perayaan galungan dan kuningan, dimana dilakukan dengan sembahyang serta hari pencabutan penjor. Dimana semua aksesoris penjor akan di bakar lalu abunya akan ditanam di pekarangan rumah. Pegat Wakan jatuh pada hari rabu kliwon wuku pahang, yaitu sebulan setelah galungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H