Kok aku selalu gagal sih, ngelakuin apa aja selalu gak berhasil.Â
Ketika ada teman-teman kalian yang mengeluhkan hal tersebut, pastinya kalian akan mengatakan kalo teman kalian itu kurang atau sama sekali tidak konsisten.
Berbicara tentang konsisten, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), konsisten berasal dari kata kon*sis*ten /konsistn/ a 1 tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; ajek; 2 selaras; sesuai: perbuatan hendaknya dengan ucapan.
Menurut artikel yang saya baca di mbah Google, saya simpulkan bahwa konsisten itu merupakan kemampuan untuk terus menerus berusaha sampai suatu pencapaian berhasil diraih.
Konsisten ternyata bisa jadi membosankan loh, ketika konsisten itu dilakukan dengan usaha yang kita kerjakan secara terus menerus, namun hasilnya tetap sama, maka akan membuat kita bosan. Kita ibaratkan saja dalam membuat artikel.
Membuat artikel setiap hari, upload dan share sana sini secara terus menerus, tetapi tidak ada yang membaca. Akhirnya merasa bosan lalu meninggalkan konsisten yang telah dibuat.
Apakah itu hal wajar? Menurut mimin itu hal wajar. Ibaratnya ketika kita berusaha PDKT ke doi tetapi doi gak peka-peka, akhirnya kita bosan bukan? Dan seketika menyerah dan patah semangat dalam memperjuangkannya.
Oleh karena itu, agar kita tidak patah semangat dalam menjalankan konsisten kita, tentunya ada hal yang harus dilakukan. Silahkan klik artikel ini ya untuk mengembalikan semangat kita.Â
Baca:Â 6 Hal yang Dapat Dilakukan bagi Kamu yang Sedang Patah Semangat.
Gimana setelah membaca artikelnya, sudah kembali semangat bukan? Kalo sudah kita ke pembahasan selanjutnya seputar konsisten ini.
Kebanyakan orang salah mengartikan konsisten
Jika dilihat dari pengertian konsisten, konsisten hanya menuntut diri kita untuk serius dan berusaha secara terus menerus untuk mencapai impian kita.Â
Ketika kita tidak serius dan tidak dilakukan secara terus menerus, maka konsisten kita akan gagal dan dianggap tidak berhasil.
Lalu bagaimana dengan orang yang terus menerus berusaha tetapi hasilnya tetap sama dan akhirnya orang tersebut menyerah. Apakah konsistennya salah atau mungkin orangnya yang salah?
Dulu saya pernah mengalami hal itu, ketika saya duduk di bangku SMP, saya terus menerus belajar dan hasilnya tetap saja sama. Nilai saya hasilnya sama yang membuat saya menyerah untuk belajar terus menerus.
Lambat laun, ketika saya memasuki bangku SMA, akhirnya saya paham akan konsisten ini. Konsisten tidak hanya dilakukan secara terus menerus dalam cara yang sama.
Â
Konsisten memang dilakukan secara terus menerus, tetapi harus diimbangi dengan evaluasi dan meningkatkan konsisten kita dari hari ke hari agar menjadi berkembang.
Saya pun melakukan penelitian seputar konsisten ini, apakah hanya saya saja yang menyerah dengan konsisten saya. Ternyata ada banyak orang yang menyerah dengan konsistennya yang membuat saya agak sedih melihatnya.
Ketika saya melihat mental mereka down, ingin sekali rasanya memotivasi mereka, tapi saya sadar bahwa ilmu saya belum cukup untuk memberikan motivasi dan saya pun juga dalam tahap proses belajar.
Saya mulai melakukan penelitian dengan bergabung ke grup Facebook seperti "Youtubers Indonesia" dan "Blogger Indonesia". Saya pahami satu persatu dari keluh kesah mereka dengan memantau status dan komen yang mereka lontarkan di grup tersebut.
"Kok viewers aku gak nambah-nambah, padahal rajin upload tiap hari. Udah capek-capek nulis artikel tiap hari, malah sepi. Jadi males deh buat artikel, rasanya percuma konsisten."
Kalimat di atas merupakan lontaran salah satu anggota grup blogger yang mengeluhkan artikelnya tidak bertambah padahal rajin upload tiap hari.
Seperti yang kita tahu, dalam hal konsisten orang tersebut menang telak, dikarenakan rajin upload tiap hari. Tetapi apa yang kurang dari hal tersebut?
Ya benar sekali, rajin upload tiap hari saja tidak lah cukup jika dikatakan konsisten. Memang benar itu sudah konsisten, tetapi kita belum mendapatkan makna konsisten itu sampai ke akar-akarnya.
Selain rajin upload, tentunya untuk mengimbangi konsisten ini perlu adanya skill dan tekad menjadi lebih baik diiringi dengan upload tiap hari.
Kita contohkan saja begini, ketika seseorang ingin melakukan diet, dia telah berusaha dengan menjaga pola makan secara teratur, tetapi berat badannya tidak kunjung turun atau bahkan hanya sedikit turunnya.
Apakah ada yang kurang? Padahal dia kan udah konsisten teratur menjaga pola makan, tapi tetap saja tidak turun. Permasalahannya itu terletak kepada skill dan peningkatan diet tersebut sembari rutin menjaga pola makan.
Hal ini menunjukkan konsisten pada satu titik saja tidak cukup. Harus ada cabang-cabang lain sebagai pendukungnya, jika sedang berdiet jangan hanya rutin menjaga pola makan, tetapi harus diimbangi dengan olahraga, serta kegiatan lainnya.
Ilustrasi gambar diatas sama seperti kasus yang telah saya paparkan sebelumnya. Seperti blogger yang artikelnya tidak ada yang membaca dan orang yang ingin diet tetapi berat badannya tidak kunjung turun.
Dapat disimpulkan bahwa konsisten itu tidak hanya berupa kuantitas (jumlah). Tetapi harus berdasarkan kualitas agar konsisten kita dapat tercapai.
Konsisten harus memerlukan kedua elemen ini, tidak bisa dihilangkan salah satunya, tetapi bisa di balik di antara kedua elemen tersebut.
Ada 2 versi orang dalam menjalankan elemen ini, Â ada yang kualitas dulu baru kuantitas dan ada yang kuantitas dulu baru kualitas.
Keduanya sama-sama baik, ketika seseorang tersebut mendahulukan kuantitas, maka orang tersebut rajin menggapai tujuannya tersebut sembari mengevaluasi dan meningkatkan kualitas konsistennya.
Kemudian, ketika seseorang tersebut mendahulukan kualitas. Maka sebelum orang tersebut terjun ke konsistennya.
Ia akan belajar terlebih dahulu, menjalankan konsistennya perlahan dan barulah jika sudah dirasa siap, maka kuantitas akan memainkan perannya.
Apa yang akan terjadi ketika dua elemen ini salah satunya dihilangkan? Pastinya akan menimbulkan efek dalam konsisten kita.
Jika hanya kuantitas yang dikerjakan, sedangkan kualitas tidak dimasukkan. Akan terjadi hasil yang sama terus-menerus, karena orang tersebut hanya mementingkan jumlah sehingga kualitas pun dihiraukan.
Kita contohkan seorang YouTuber, jika hanya memperhatikan kuantitas dengan mengupload video setiap hari tanpa memperhatikan segi kualitas video dari waktu ke waktu. Maka penonton akan merasa bosan dan bahkan tidak ada yang menonton dan viewersnya sedikit.
Sebaliknya jika hanya kualitas saja yang dikerjakan, sedangkan kuantitas tidak. Maka akan terjadi kemalasan karena sudah yakin bahwa tidak perlu dilakukan secara terus menerus dikarenakan sekali mencoba saja sudah cukup untuk menghasilkan kualitas yang terbaik.
Kita contohkan saja seorang blogger, ketika blogger tersebut mempublishkan artikelnya. Maka dibenak pikirannya itu kualitas artikelnya sudah bagus, pasti banyak yang membaca, kemudian tidak menulis lagi.
Akibatnya kita tidak bisa belajar dari pengalaman, bagi kita bagus belum tentu bagi pembaca. Maka dari itu perlunya kuantitas (jumlah) agar kita bisa meningkatkan kualitas agar lebih baik lagi.
Itulah pemahaman seputar konsisten, semoga kita dapat memperkuat konsisten kita dan mulai memperhatikan kualitasnya. Agar kita dapat menjadi lebih baik lagi dan tidak mudah menyerah, karena guru yang terbaik itu adalah pengalaman.
Jadi jangan bosan-bosan untuk berusaha secara terus menerus ya! dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas agar impian yang kita konsistenkan tercapai.
Sekian Terima Kasih.
Tetap Semangat!
Salam Hangat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H