Bila dipaksa beli pupuk non subsidi, keuntungan hasil panen sedikit bahkan jauh dari modal tanam (pengaruh harga pasar). Bila tidak dipupuk, tanaman mengalami penurunan produksi dan mati. Simalakama banget. Mungkinkan ada mafia pupuk?
Faktor lain yang menjadi masalah, hama tanaman. Membasmi gulma mudah, jebol sana jebol sini, beres. Memberantas hama, ulat, wereng, belalang, burung, bahkan tikus ini cukup sulit. Gak mungkin juga kan, menangkap burung satu satu atau menjebak tikus tiap malam?
Bahkan ada julukan untuk hama tikus yang sering menggangu tanaman padi, jagung, dan kacang di daerah saya sendiri, yakni siti (si tikus). Cukup ruwet membasmi siti, meski gak ada cara paling efektif, selain mengandalkan kuasa Tuhan.
Begitupun dengan cuaca. Hanya Tuhan yang punya kendali atasnya. Kita, petani, cukup mampu melihat tanda-tanda perubahan cuaca guna menghindari upaya tanam (tandur) pada kalender yang salah. Meski kita sudah mengantisipasi dengan membuat bendengan yang cukup tinggi, bila hujan turun 3 hari berturut-turut, kecil harapan tanaman bisa selamat.
Memang perlu nyali untuk menjadi petani, apalagi dalam kondisi dan situasi saat ini. Bukan hanya modal dengkul dan cangkul, tapi uang dan strategi perlu diprioritaskan guna meminimalisir terjadinya gagal panen bahkan kerugian.
Segala masalah dalam dunia pertanian, saya dan kita semua berharap, agar dapat dituntaskan dengan kebijakan yang lebih baik dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainya agar benar-benar menciptakan kesejahteraan bagi petani. Biar saya (petani milenial) tidak bosan dengan drama pertanian Pertiwi.
Jangan pernah lelah, wahai engkau para petani Indonesia.
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H