Kehidupan itulah yang tidak saya temukan pada platform menulis di dunia digital saat itu. Hingga saya bisa berkenalan pemilik Kompasiana dan betah berlama-lama tinggal di dalam rumah kita bersama.
Ketika saya tidak aktif berkompasina misalnya, seperti yang telah berlangsung beberapa hari terdahulu, saya punya hutang. Ada sebuah kewajiban tak tertulis dalam syarat dan ketentuan Kompasiana yang belum saya penuhi, yakni berkunjung ke beberapa stand para Kompasianer.
Entah hanya sekadar memberi vote sebagai bentuk presensi, bahkan mengirimkan satu dua kalimat pada kolom komentar. Inilah yang menjadikan tulisan para Kompasianer bernyawa. Ada kecanduan untuk senantiasa menulis di Kompasiana.
Kedua, berburu K-Reward.
Salah satu yang menjadi penyemangat setiap Kompasianer untuk tetap menulis ialah K-Reward. Ya itung-itung untuk ganti biaya kuota internet. Kalau ada lebihnya ya buat nambah uang jajan.
Benefit inilah yang jarang saya temui pada platform menulis di dunia digital. Tapi tak menutup kemungkinan ada platform yang memberikan hal serupa bagi para kreatornya.Â
Namun bila saya amati, kebetulan saya juga pernah nulis di platform lain dan saat ini sudah tidak aktif, sebab persyaratan untuk mendapatkan reward tuh agak rumit, soalnya platformnya bergerak di bidang cerpen dan novel. Jadi saya harus memproduksi cerita, sedangkan saya gak mahir buat cerita. Nyeritain aib tetangga yang udah valid aja saya gak bisa, apalagi bikin cerita fiksi.Â
Ketiga, menciptakan rasa kekeluargaan.
Rumah kita bersama ini penuh akan rasa kekeluargaan. Hal ini berkaitan dengan sikap para Kompasianer yang senantiasa berinteraksi dengan sesama Kompasianer. Keramah-tamahan mereka tergambar nyata dalam setiap kalimat pada kolom komentar.Â
Tak hanya itu, sesama Kompasianer juga saling menguatkan bilamana ada Kompasianer yang mengalami musibah. Berbagai macam doa kebaikan tercurah setiap waktu. Sungguh nuansa yang tidak dapat ditemukan pada platform menulis manapun.Â