Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Tujuh Tahun Hidup dalam Hubungan Tanpa Status, Akhirnya...

19 Agustus 2021   22:13 Diperbarui: 19 Agustus 2021   22:29 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Balasan yang benar sulit dicerna dengan panjangnya kebersamaan yang telah dilalui (dokpri tangkapan layar)

Menjalin hubungan itu butuh keseriusan. Bila serius, status hubungan pasti segera tersematkan pada dua sejoli. Namun bagi pasangan yang katanya berpasangan, keseriusan itu tidak dapat dijadikan tolok ukur untuk menjadikan hubungan yang terjalin memiliki status yang jelas. Pernahkah kamu mengalami menjalin hubungan tanpa status?

Menjalin hubungan tanpa status ibarat sayur asam tanpa asam, sayur lodeh tanpa santan. Deket, nempel terus, tapi gak jelas status kedekatannya itu apa? Kadang jadi teman, eh besoknya jadi sahabat, dan lusa jadi pacar (berlaku layaknya pacaran). Hingga akhirnya tidak jelas statusnya.

Hal tersebut pernah saya rasakan. Gak tanggung-tanggung juga waktu menjalin hubungan tanpa status ini, yakni sejak kelas satu SMA hingga saya lulus kuliah. Tujuh tahun, kawan.

Hubungan tanpa status memberikan dampak psikologis yang berbeda ketimbang sering patah hati, karena ditinggal rabi. Dengan berhubungan asmara tapi tanpa status, kayak cinta satu malam, kan? Tetiba mesra banget, tetiba jauh sekali. Ya begitu, lika-liku hubungan tanpa status.

Tapi, ada juga manfaatnya. Berhubungan tanpa status, tanpa ikrar cinta satu sama lain, memberikan efek kejut yang luar biasa. Kita bisa belajar bahwa menjalin hubungan itu gak harus dipenuhi dengan aturan. Misal, sok melarang pasangan kita untuk ini itu. Padahal ya belum sah, kok beraninya ngatur-ngatur hidup orang.

Jadi, melalui jalinan asmara tanpa status, kita bakal lebih memposisikan diri kita menjadi seorang pribadi yang berdiri sendiri sekaligus belajar bagaimana menghargai dan memahami karakteristik pasangan. Meski sebenarnya bukan pasangan resmi, walau pacaran juga bukan status resmi hitam di atas putih.

Menjadi pasangan tanpa status pacaran, terlebih masa anak muda yang sering melakukan eksplorasi berlebih terhadap kekayaan alam, misal melakukan hubungan seks pranikah. Memberikan kesan bahwa kita harus senantiasa menjaga nafsu. Dengan tidak memiliki status hubungan pacaran, artinya kita seakan tidak memiliki wewenang menyepakati suatu tindakan kriminal tersebut.

Ya maklum lah, usia anak muda, apalagi cinta pertama, sayangnya tuh setengah mati. Seakan-akan pasangan kita itu milik kita seutuhnya, meski sadar betul, belum ada ikatan resmi agama dan hukum. Tapi, ya yang namanya mabuk cinta, saking telernya bisa melakukan hal tak terduga.

Untungnya, dia dan saya belum ada kenaikan status pada waktu itu. Bayangkan bila waktu itu, status hubungan sudah terikrar bisa bahaya. Mungkin juga, saya gak pernah ada di Kompasiana, karena bakal beda perjalanan hidupnya.

Tujuh tahun hidup dalam hubungan tanpa status, tapi akhirnya... (foto pixabay.com) 
Tujuh tahun hidup dalam hubungan tanpa status, tapi akhirnya... (foto pixabay.com) 

Begini ceritanya.

Kenapa bisa selama itu? Apakah gak ada aksi untuk meng-update status hubungan?

Mungkin perjalanan asmara saya memang ditakdirkan penuh ketidakjelasan. Padahal saya sudah berkomitmen. Dia pun sama, menunjukkan dan membalas komitmen saya. Tapi, gak ada pembaruan status hubungan.

Pada waktu itu, saya mencoba berpikir lebih dewasa (padahal ya masih anak remaja yang penuh ketidakstabilan emosional) untuk mengerti perasaan dan pemikirannya, bahwa proses percintaan ini terlalu cepat. Terlebih masih duduk di bangku SMA. Pinginnya lebih fokus menghadapi ujian nasional dan dapat lolos pada seleksi masuk PTN favorit.

Kebetulan saya tuh tiga tahun selama SMA selalu bareng, satu kelas terus. Jadi, lambat laun antara diri saya dengan dirinya terjalin keterbukaan, satu sama lain mengetahui permasalahan pribadi bahkan keluarga. 

Selama kurang lebih tiga tahun, sebab mulai dekat dengan dirinya tuh di semester kedua kelas satu SMA. Dan waktu sepanjang itu, saya gak berani memulai terlebih dahulu untuk mengungkapkan perasaan. Meski pada saat itu, orang tipikal saya nih bakal kena tikung jika gak segera menyatakan cinta. Kebetulan pula, memang gak ada tikungan sama sekali. Jalan lurus gitu loh.

Ya mungkin memang takdirnya aja, penuh ketidakjelasan status hubungan. Makanya, setelah saya dan dirinya lulus SMA. Dan kebetulan juga satu PTN. Meski ada drama satu tahun, dia gak langsung masuk di PTN tempat saya menimba ilmu sedari awal, tapi dia pindahan dari Poltekkes Malang. Jadi, dia tuh yunior saya.

Akan tetapi, karena komunikasi sejak SMA hingga masuk PTN, tetap berjalan lancar, bahkan hingga berada satu almamater dengan saya, malah tambah rekat. Menjadikan saya kembali berpikir ulang untuk segera mengungkapkan perasaan yang selama ini terpendam. Agak lebay ya. Memangnya terpendam dimana gitu?

Saat mendekati hari spesial dirinya, ya tau lah, tanggal dan bulan kelahiran, saya bikin kejutan. Sekaligus disana saya ungkapkan perasaan meski ada rasa kekhawatiran, keraguan, bahkan kebimbangan yang menyelimuti tiap kata yang saya ucapkan. Seakan-akan saya sedang melakukan prosesi ijab kabul. 

Itulah aksi pertama saya, ketika sudah berada di semester empat bangku kuliah. Sedangkan dirinya masih semester dua. Ya diakan pindahan, terus gak bisa alih kredit, jadi solusinya ya kembali lagi dari semester awal.

Bagaimana dengan balasannya? Dia tuh, menanggapi dengan amat santai ya. Padahal saya tuh, sekuat tenaga mengungkapkan hal tersebut. Gak ada jawaban hingga berhari-hari, eh tau-tau sudah hampir setahun proposal cinta saya dianggurin. Tapi, selama setahun itu, hubungan tanpa status masih tetap berlanjut, seakan semuanya normal, walau saya sangat menantikan jawaban itu segera.

Tangkapan layar percakapan antara saya dengan dirinya kemarin malam (dokpri)
Tangkapan layar percakapan antara saya dengan dirinya kemarin malam (dokpri)

Kebetulan ada topik pilihan yang menyinggung masalah HTS, saya coba goda dia, hehe (dokpri)
Kebetulan ada topik pilihan yang menyinggung masalah HTS, saya coba goda dia, hehe (dokpri)

Balasan yang benar sulit dicerna dengan panjangnya kebersamaan yang telah dilalui (dokpri tangkapan layar)
Balasan yang benar sulit dicerna dengan panjangnya kebersamaan yang telah dilalui (dokpri tangkapan layar)

Mulai mengalihkan pembicaraan, memang suka begitu kalau ditanya status hubungan, makanya saya pilih mundur alon-alon saja (dokpri).
Mulai mengalihkan pembicaraan, memang suka begitu kalau ditanya status hubungan, makanya saya pilih mundur alon-alon saja (dokpri).

Karena saya gak patah arang, saya lakukan kembali hal yang sama setahun itu, mungkin butuh percobaan kedua. Nyatanya masih nihil hingga saya berada di semester akhir perkuliahan. Ini artinya, sudah dua kali dan bakal menjadi ketiga kalinya jika jawaban itu tak segera terlontar dari bibir dan hatinya.

Untuk ketiga kalinya, baru saja saya utarakan hari ini, mengingat beberapa hari kedepan memasuki ulang tahun dirinya. Hal ini dimotivasi oleh topik pilihan Kompasiana hari ini, mengenai hubungan tanpa status. Dan pada akhirnya, zonk. Dia malah mengalihkan pembicaraan. Mungkin karena pandemi apalagi PPKM level 4, juga jaga prokha (protokol kesehatan hati) dengan cara jaga hati. Atau karena media yang saya  gunakan hanya sebatas instan messenger.

Nah, akhirnya hubungan saya dengan dirinya ya tetap sama, hubungan tanpa status. Meski dia sudah mulai dekat dengan orang lain dan saya pun mulai mendekati orang lain pula. Jadi, semacam melangkah bersama untuk menjauh. 

Jadi, apapun kebaikan dan keikhlasan hatimu yang dicurahkan pada orang lain dengan tanpa memiliki status hubungan yang jelas, biarkan saja. Anggap saja kebaikan dan keikhlasan hatimu sebagai ladang pahala akibat membahagiakan orang lain dari kekalutannya.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun