Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mural Bernuansa Kritik Bagus dan Bikin Indah, kenapa Dihapus?

18 Agustus 2021   09:28 Diperbarui: 18 Agustus 2021   11:31 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mural bernuansa kritik yang belum dihapus oleh pemerintah terkait (foto dari laman kompas.com)

Akhir-akhir ini ada berita yang menunjukkan sebuah mural bernuansa kritik dihapus atau dicat ulang. Apakah mural bernuansa kritik melanggar hukum?

Mural merupakan lukisan pada dinding. Pada konteks ini, jelas mural itu bebas. Mau hanya berupa lukisan pemandangan sawah gunung, lukisan susunan alfabet, hingga lukisan yang bernuansa kritik. Jadi, kalau ada mural bernuansa kritik apakah harus dihapus?

Ya jangan donk. Kita harus koreksi dari berbagai sudut pandang, baik konteks kritikan dengan relevansinya bahkan pelaku pembuat mural dengan latar belakangnya.

Sebelum sebuah mural dipertontonkan atau diperlihatkan ke mata publik, ada proses panjang dalam pembuatan mural. Saya disini bakal mencoba meringkas step by step mural.

Pertama, pelaku (eh, terlalu kasar ya, saya ubah aja ya) kreator mural harus mendapat izin untuk melukis pada suatu dinding milik orang. Dinding di pinggir jalan tuh banyak. Bisa dinding pagar pemakaman umum, dinding gedung kosong, bahkan tembok rumah para warga.

Kedua, kreator mural menunjukkan karyanya dengan biaya pribadi, bukan subsidi pemerintah atau hasil patungan para partai politik. Sebab karyanya itu murni hasil buah pikir pribadi. Jadi ada semacam dorongan untuk menyampaikan aspirasi atau kritik kepada pemerintah ataupun orang lain, yang memiliki pengaruh dalam kehidupannya.

Kreator mural bukan orang tak berpendidikan. Malah jauh lebih berpendidikan sebab dia belajar seni lukis dan seni lainnya, bahkan seni untuk kritik. Gak asal corat-coret dinding. Mural tuh seni, estetiknya dapat bahkan ada nilainya, kegunaannya itu ada.

Salah satu mural bernuansa kritik yang juga dihapus oleh pemerintah terkait (foto dari laman kompas.com)
Salah satu mural bernuansa kritik yang juga dihapus oleh pemerintah terkait (foto dari laman kompas.com)

Mural itu bukan sebuah produk aksi kenakalan remaja. Mural itu lebih terhormat dan spesial ketimbang sekadar corat-coret di dinding. Menghadirkan keindahan lingkungan, karena gak ada tuh dinding penuh lumut dan lumpur yang bikin lingkungan terkesan kumuh penyakitan.

Ketika izin membuat mural di dinding milik warga didapat, kreator mural tentu senang. Selain, melatih dan menunjukkan karya muralnya, kreator mural dapat mengekspresikan dirinya sebebas-bebasnya terhadap kenyataan dalam kehidupannya.

Namun, kreator mural perlu memperhatikan batasan agar mural yang diciptakan tidak melanggar hukum atau tata aturan. Misal, mural mengenai kata-kata kotor maupun mural alat kelamin. Ini jelas, keliru. Meskipun mural itu indah dan sebuah seni, jika ditujukan untuk hal tidak baik, ini keliru sekali.

Beda hal dengan mural bernuansa kritik. Toh, masyarakat memiliki hak untuk mengkritisi, baik kebijakan pemerintah ataupun perilaku mertua (masalah pribadi). Dan cara menyalurkan kritik tuh bebas, mau dengan media apapun. 

Tulisan di atas kertas (yang sering gak terbaca atau tak tersampaikan dengan benar), video kritik (yang hanya berakhir pada klarifikasi permintaan maaf), dan kritik yang berbaju demonstrasi (yang ujung-ujungnya ricuh melulu).

Kehadiran mural bernuansa kritik, bukan hal baru di Indonesia. Namun, menjadi sangat viral karena banyak yang menyoroti aksi ini. Terlebih banyak kreator mural yang dikejar-kejar aparat kepolisian dan penghapusan mural kritikan. Memang kesalahan apa yang diperbuat oleh kreator mural?

Salah satu pengguna Twitter yang mengomentari aksi aparat terkait penghapusan mural bernuansa kritik (foto tangkapan layar dari laman kimpas.com)
Salah satu pengguna Twitter yang mengomentari aksi aparat terkait penghapusan mural bernuansa kritik (foto tangkapan layar dari laman kimpas.com)

Apa harus para kreator mural membayar pajak mural agar terhindar dari kejaran polisi? Apa mesti kreator mural memiliki izin publikasi karya seni mereka? Apa perlu kreator mural mendirikan organisasi berbadan hukum untuk melindungi aksi mural mereka?

Jika memang dibutuhkan persyaratan semacam itu, masih layakkah negeri ini memiliki jaminan kebebasan mengemukakan pendapat?

Mural bernuansa kritik memang banyak bermunculan di berbagai daerah di Indonesia, terutama kota besar. Namun, mural bernuansa non kritik, misal pujian terhadap kebijakan pemerintah juga banyak beredar di masyarakat. Jadi, perbandingannya sama.

Misalnya, mural pola hidup sehat yang diinisiasi oleh para kader posyandu di lingkungannya, mural pemberantasan korupsi dan narkoba, mural ajakan mengikuti program keluarga berencana, mural menjaga kebersihan lingkungan, dan mural bernuansa non kritik lainnya.

Mural bernuansa kritik (foto dari laman kompas.com)
Mural bernuansa kritik (foto dari laman kompas.com)

Mural bernuansa kritik adalah seni untuk mengkritisi kebijakan pemerintah dengan cara yang elegan, inovatif, dan kreatif. Mural bernuansa kritik bukan sebuah ujaran kebencian, tetapi usaha seksi dan cantik mengkritisi kebijakan pemerintah.

Jadi, mengapa kita harus menghapus mural bernuansa kritik?

Jika tersinggung dengan isi kritik pada mural, bukan menghapus mural solusinya, tetapi memperbaiki kinerja terkritik (orang yang merasa dirinya dikritik) agar kreator mural tak lagi dan pernah mengkritisi kebijakan pemerintah.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun