Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Tips Mengajarkan Anak Berpuasa dan Mengaji di Bulan Ramadan

2 Mei 2021   12:05 Diperbarui: 2 Mei 2021   12:05 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengajarkan anak berpuasa selama Ramadan (foto dari gulfnews.com)

Kita sebagai orangtua tentu harus menjadi teladan bagi anak-anak kita. Panutan dalam segala hal, perkataan dan perbuatan. Sebab anak dasarnya adalah memori kosong yang wajib diisi guna memberikan manfaat bagi kehidupan di masa mendatang. Salah satunya mengajarkan beribadah di bulan Ramadan.

Bagi orang muslim, Ramadan adalah bulan penuh keberkahan karena amalan-amalan ibadah diganjar dengan pahala yang besar tanpa ada seorang pun makhluk yang mengetahui seberapa besar pahalanya, hanya Allah SWT yang mengetahui. Untuk itu, setiap keluarga muslim berlomba-lomba beribadah siang dan malam guna memperoleh berkah dari Allah SWT. 

Yang menjadi permasalahan ialah mengajarkan anak beribadah di bulan Ramadan. Memberi arahan akan apa-apa yang diperbolehkan selama Ramadan, sebab bulan ini, bulan istimewa dan khusus yang tidak ada pada bulan sebelum dan sesudahnya. Bulan penuh ampunan, bulan pembersihan dan penyucian diri, dan bulan mengharap kemuliaan Ramadan.

Mengajarkan anak beribadah terutama di bulan Ramadan, yang sejatinya identik dengan ibadah puasa menjadi tantangan utama bagi keluarga. Orangtua harus mengajarkan anak beribadah di bulan Ramadan, seperti puasa dan mengaji. 

Anak-anak tentu bertanya-tanya, mengapa dirinya harus menjalankan ibadah puasa? Terlebih usianya masih belia, dibawah 10 tahun. Jika kita selaku orangtua gagal memberikan pemahaman dasar tersebut, jelas anak kita akan membangkang dan menolak ajakan beribadah, puasa Ramadan dengan berbagai alasan dan tingkah laku merengek-rengek.

Maklum, anak-anak. Biarkan saja, tunggu hingga dewasa, toh nanti juga tau dengan sendirinya.

Model ucapan yang dilontarkan salah satu anggota keluarga, salah satu tetangga tersebut adalah upaya pembodohan, mendukung penyimpangan, dan membiarkan anak dalam kesesatan.

Saya akui benar, bahwa anak-anak masih kecil, masih muda, masih imut-imut, kalau udah gede amit-amit. Bukan karena kemungilan, kebeliaan, dan keimutan tersebut membuat kita mengabaikan tugas dan kewajiban kita selaku orangtua. Mendidik anak dan mencetak anak berkualitas.

Mengajarkan anak berpuasa selama Ramadan, bisa? Pasti bisa.

Anak-anak sedang menanti bedug berbuka puasa (foto dari gulfnews.com)
Anak-anak sedang menanti bedug berbuka puasa (foto dari gulfnews.com)
Jangan karena anak-anak, kita mengajarkan hal yang keliru pada prosedur beribadah puasa Ramadan. Semisal membiarkan tidak ikut sahur dan menggantinya dengan sarapan pagi, tidak perlu menjalankan salat tarawih, dan membiarkan bermain petasan ketimbang mengajarkan mengaji.

Ingat, perbuatan tersebut salah. Jangan sampai kita jadi orangtua yang salah, bahkan orangtua yang tertukar. Salah dalam arti tak pernah mendidik anak kita ke jalan kebaikan.

Anak-anak pas dibangunkan untuk sahur, tentu rewelnya minta ampun. Saya sendiri membangun adik saya, meski udah duduk di bangku menengah masih sulit membangunkannya. Apalagi anak-anak usia dibawah 10 tahun. Gak kebayang riwehnya bagaimana.

Anak-anak harus diajarkan berpuasa sejak usia tujuh tahun paling akhir 10 tahun. Kenapa direntang angka usia tersebut? Anak bakal jadi lebih paham dan terbiasa. Intinya itu. Kebaikan yang dibiasakan menjadi kebenaran yang abadi. Keburukan yang dibiasakan menjadi kesalahan yang abadi.

Saya dulu diajari berpuasa sejak usia tujuh tahun. Gak langsung penuh 12 jam. Dipecah jadi tiga, maka saya berbuka puasa selama siang hari sebanyak dua kali, di pagi hari jam 9 pagi dan pada jam 3 sore. Setelahnya berbuka puasa pas masuk waktu magrib. 

Anak-anak saat berjalan-jalan menunggu buka puasa (foto dari pixabay.com)
Anak-anak saat berjalan-jalan menunggu buka puasa (foto dari pixabay.com)
Dari secuil kisah tersebut, kita dapat mempraktikkan pada anak-anak kita di rumah terutama anak dibawah 10 tahun. Buatlah jadwal rentang waktu puasa anak. 

Bangunkan anak tiga puluh menit sebelum imsak untuk mengikuti makan sahur. Kalau terlalu lama, anak akan bosan dan mengantuk, mengingat anak memang sedang enak-enaknya tidur. Kemudian, suapi atau kalau mau makan sendiri persilahkan, itu lebih bagus. Sebelumnya harus baca niat makan sahur, orangtua dapat memandunya. 

Lalu, beri arahan untuk tidak kembali tidur agar mengikuti salat subuh berjamaah. Setelahnya boleh menyuruh tidur, bila anak tak ingin tidur, ajak anak mengaji.

Anak-anak biasanya akan rewel disekitar jam delapan hingga sebelas pagi. Hal ini karena anak-anak tidak terbiasa berpuasa, terlebih perutnya kosong, kan tidak ngemil. Tahan anak dan jangan biarkan anak berbuka puasa di luar waktu yang telah ditentukan. Anggap berbuka puasanya di jam 9 pagi. Perlihatkan jam dinding, bahwa waktu buka puasa adek tinggal dikit lagi, satu putaran lagi. 

Ketika sudah waktunya, persiapkan semuanya. Menu buka puasa dan minumannya. Usahakan minuman yang manis, anak-anak suka yang manis-manis. Setelah buka puasa, arahkan untuk tetap berpuasa dan bakal berbuka puasa kembali di jam tiga sore. Selama menunggu, anjurkan anak tidur siang, karena tidurnya orang yang berpuasa bernilai ibadah dapat pahala. Setelah bangun, tuntun anak untuk salat zuhur.

Bila pada waktu jam 3 sore, anak enggan berbuka karena masih kenyang atau sedang terlelap tidur biarkan, tidak perlu dibangunkan untuk berbuka puasa. Hal ini dilakukan untuk terbiasa berbuka pada waktu yang tepat. Itung-itung anak berpuasa lebih panjang dari ronde pertama. 

Lakukan cara tersebut hingga sepuluh hari pertama atau dua pekan pertama. Selanjutnya dibuat jadwal yang berbeda. Sahur tetap di jam tiga sampai empat dini hari, tapi buka puasa pertamanya taruh di jam 3 sore. Jika tidak kuat, karena anak rewel dan menolak, oke, turuti saja. Tapi, buat perjanjian dengan anak, bila puasa Ramadan selanjutnya atau di tahun mendatang harus berbuka di jam 3 sore lebih-lebih pada waktu magrib.

Jadi, selama Ramadan anak diberi bekal latihan puasa dengan dua cara. Berbuka puasa pertama di jam 9 pagi dan buka puasa kedua di jam 3 sore. Kemudian diubah menjadi buka puasa pertama di jam 3 sore pada dua pekan menjelang hari raya.

Artinya puasa anak kita buat berjenjang, sesuai dengan kemampuan dan usia. Dengan mengajarkan puasa di usia belia, maka anak akan terbiasa karena telah kita latih selama beberapa tahun, beberapa Ramadan. Hingga pada saat baligh, anggap diusia 14 tahun, anak sudah mantap menjalankan ibadah puasa, gak rewel lagi, terlebih menjadi kewajiban karena sudah baligh. 

Orangtua yang mengajarkan anak mengaji di bulan Ramadan (foto dari kumparan.com)
Orangtua yang mengajarkan anak mengaji di bulan Ramadan (foto dari kumparan.com)

Bagaimana dengan mengajarkan anak mengaji di bulan Ramadan? 

Sama saja. Mengajarkan dari level terendah dengan beban bacaan yang seminimal mungkin. Intinya pembiasaan diri.

Anak usia tujuh tahun diajarkan mengaji iqro. Mulai dari pengenalan huruf hijaiyah dan pelafalannya hingga latihan mengaji di buku iqro.

Perkara ini kadang disepelekan oleh orangtua, sebab anak-anak mereka memang sudah ngaji di pak ustad pada lingkungan sekitar. Tapi, bila tidak ada evaluasi dari kita sekalu orangtua, orangtua mana bisa memastikan bahwa anaknya benar-benar mengaji dan lancar bacaan ngajinya atau hanya main-main saja di langgar. 

Selama Ramadan adalah waktu yang pas mendidik dan mengevaluasi hasil ngaji anak kita bersama pak ustad. Bila diusia tujuh tahun belum belum dimasukkan ke tempat ngaji, silakan ajarkan mengaji di rumah bersama diri kita. Ajarkan dari hal dasar dulu.

Buatlah jadwal ngaji bersama anak di sore hari menjelang berbuka puasa. Misal di jam setengah lima sore. Atau paling ada waktu mengaji bersama anak. Entah pasca salat subuh berjamaah atau menjelang berbuka puasa. 

Satu hari cukup satu lembar. Selain mengasah ingatan mengenai huruf hijaiyah juga mengingatkan model pelafalan setiap hurufnya. Koreksi panjang pendeknya bacaan dan artikulasinya. Hal ini perlu, sebab ini dasar mengaji. Bila diabaikan, jangan salahkan anak kita bila nanti saat dewasa, mengajinya amburadul. Tidak jelas artikulasinya, pelafalannya keliru, hingga bacaan yang ditarik ulur panjang pendeknya.

Itulah sedikit cerita berbagi pengalaman tentang mengajarkan anak beribadah di bulan Ramadan. Memang mengajarkan anak beribadah butuh ketelatenan dan kegigihan bagi kita selaku orangtua. Jika anak banyak alasan atau sering menolak, jangan beri dia keleluasaan, bukan bermaksud mengekang, tapi patuh pada aturan. Dan kita harus selalu memberikan dukungan atas perbuatan anak yang beribadah puasa dan ngaji di bulan Ramadan. 

Intinya, anak diajarkan ibadah di bulan Ramadan sejak dini agar menjadi pedoman ketika sudah dewasa kelak dan terbiasa. Jadi kayak ada perasaan bersalah jika tak melakukan ibadah di bulan Ramadan. Terlebih memang menjadi sebuah kewajiban mutlak. 

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun