Dear Calon Menantuku,
Apa kabar, calon menantuku? Semoga kamu baik-baik saja. Kamu pasti menanti balasan surat yang kau kirim waktu itu. Aku rampung membacanya.Â
Aku sudah memahami tujuannya. Aku telah menimbangnya. Aku harus memutuskannya segera. Hari ini. Aku sampaikan kepadamu, calon menantuku.
Mungkin kamu menunggu terlalu lama. Berharap cemas dalam beberapa hari terakhir. Deg-degan. Aku pun begitu. Harus mengambil keputusan berat ini. Semoga kamu, calon menantuku, tidak menyerah pada keadaan dan kenyataan. Aku yakin kamu pasti kuat.
Aku sudah mengenalmu sejak lama. Meski belum pernah ada kontak langsung denganmu. Ruang dan waktu tak pernah mengizinkan hal itu. Hingga pada hari ini pun, aku, calon mertuamu belum dapat bertemu bertatap muka.
Pemuda calon menantuku. Aku tahu tentang keluargamu. Meski informan utama dari pada tetangga. Kamu benar, seorang anak tunggal. Semata wayang. Kamu benar, hartamu terbatas.Â
Beberapa petak sawah dan sepasang limousin. Kamu benar, pendidikanmu hanya sebatas SMA. Itupun kamu lulus dengan nilai pas-pasan. Menandakan bahwa kamu bukan siswa yang pandai di sekolah.
Pemuda calon menantuku. Jangan berkecil hati. Aku tidak keberatan dengan keluargamu. Aku tak memandang seberapa banyak harta warisanmu. Aku tak butuh ijazah milikmu. Meski kamu berasal dari keluarga sederhana. Tidak ada larangan satu pun bagimu untuk melamar putriku. Tidak ada pengecualian apapun bagiku untuk menyeleksi calon menantuku. Aku berhak memilih yang terbaik.
Pemuda calon menantuku. Aku calon mertuamu. Sudah sepantasnya seorang Ayah Bunda mengharapkan menantu terbaik bagi putrinya. Begitupun aku, calon mertuamu.Â
Kamu pasti tahu, menaklukkan calon mertua sangatlah sulit. Bukan karena jual mahal. Apalagi jual murah. Lebih-lebih banting harga. Putriku bukanlah dagangan pasar. Putriku adalah mahkota. Wajib hukumnya menjaga dan melindunginya.
Pemuda calon menantuku. Aku yakin, kamu memiliki ketulusan hati. Tulus menjaga dan melindungi putriku. Tulus mencintai dan mengasihi.Â
Pemuda calon menantuku. Aku yakin, kamu memiliki keihklasan pikiran. Ikhlas merawat dan menjadi pendekar atas putriku. Ikhlas menyayangi dan menafkahi.
Pemuda calon menantuku. Aku yakin, kamu memiliki komitmen kuat. Berkomitmen setia dan jujur pada putriku. Berkomitmen menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan bersama putriku.
Pemuda calon menantuku. Jangan sekali-kali menduakan putriku. Jangan setengah-setengah mencintai putriku. Jangan mencoba-coba menyakiti pikiran dan hati putriku. Ingat, putriku adalah mahkotamu. Wajib dijaga dan dilindungi.
Pemuda calon menantuku. Terimalah segala kekurangan dan kelebihan putriku apa adanya. Lapangkan dadamu, calon menantuku. Tundukkan pandanganmu terhadap wanita lain. Lembutkan perilakumu terhadap putriku. Tuntunlah kehidupan putriku dengan cahaya kebijaksanaan milikmu.
Pemuda calon menantuku. Ini keputusan berat bagiku, calon mertuamu. Melepaskan seorang putri raja kepada seorang pemuda kesatria. Butuh perhitungan tepat, pertimbangan matang. Tidak asal-asalan, tidak setengah masak.
Pemuda calon menantuku. Ketika kamu telah sampai pada paragraf pemungkas. Jangan tangisi keputusanku. Tak perlu kau santet diriku untuk memuluskan langkahmu.Â
Jika calon mertuamu restu, Tuhan semesta alam pun ikut merestui. Bila tak bisa mendapatkan putriku. Janganlah kecewa menggantung diri. Percuma, sia-sia saja. Kamu gagal meminang putriku, kamu kehilangan nyawamu.
Pemuda calon menantuku. Hanya satu harapku, pinanglah putriku segera dan sebaik-baiknya kamu meminang mahkota. Aku izinkan kamu meminang putriku.Â
Dari calon mertuamu,
Bayu dan Ayu
Kepada calon menantuku,
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H