Tanpa welas kowe lunga biyen kae
Ra ono mesakne aku sitik wae
Ngaboti tresna anyarmu lalu kau tinggalkan aku
Tersakiti sendiri di malam itu
Kowe lunga pas aku sayang-sayange
Tanpa pamit kowe ngadoh ngono wae
Aku ra ngerti salahku dan kau campakkan diriku
Bersanding dengan kekasih barumu
Apa yang terbesit dalam pikiranmu, ketika mendengar sepenggal dua penggal lirik lagu tersebut. Entah hanya sepintas saja di dalam angkutan umum, sudut ruangan kantor, pos jaga satpam, hingga pada radio mobil milik kita. Saya yakin, kalian hanya menikmati saja. Apalagi yang menyanyi adalah artis idola. Bakal ikutan nyayangi dadakan. Tanpa persiapan, tanpa busana mewah dan glamor, dan tanpa pengaturan napas. Akhirnya ngos-ngosan.
Pernahkah kalian mencoba menyimak dan memahami setiap lirik lagu yang didendangkan? Anggaplah lagu tersebut, sebuah karya milik Guyon Waton dengan judul korban janji.Â
Lagunya bakal membawa kita pada suatu titik. Yang mana, kita berada pada situasi dan kondisi sedang menjalin ikatan cinta. Kedekatan dengan pasangan. Eh, tiada ada angin, tak ada hujan, dia menghilang begitu saja. Lenyap dan sirna mendadak.
Suatu kejadian yang tak terbayangkan sebelumnya. Ketika sedang sayang-sayangnya, pas sayang-sayange, pasangan kita pergi entah kemana. Gak ada firasat apapun. Gak muncul peringatan bahwa terjadi  keretakan hubungan. Tetiba sirna begitu saja. Lenyap secara misterius.
Layaknya suami istri, bila pasangan kita sakit, kita juga merasa sakit. Itulah indahnya cinta. Manisnya asmara. Belahan kita menderita, kita pun ikut menderita. Belahan kita bahagia, kita pun turut bahagia. Romantis bukan?
Ketika si dia pergi mendadak. Hilang dari peredaran. Musnah dari peradaban. Kita pasti mencarinya. Siang malam. Pagi sore. Seluruh waktu diluangkan untuk mencari keberadaannya. Mulai dari menanyai teman-temannya, para mantannya, hingga sanak keluarganya. Hasilnya nihil. Orangtuanya pun tak tau keberadaan anaknya. Apalagi kita, hanya calon pendamping hidupnya. Angel wes angel.
Tiga, empat hari. Dua, tiga pekan. Satu bulan. Waktu pencarian yang melelahkan. Ujungnya tak pernah ketemu. Ada rasa bosan, jenuh, lelah, letih, lesu, dan enggan mencarinya. Hati dan pikiran sudah cukup keras bekerja. Nyatanya, tak menemui akhir.
Apa yang bakal kita lakukan, bila sudah berada di posisi hati dan pikiran yang mulai sakit?
Sejak kepergian dadakan si dia. Terlebih tidak ada komunikasi dua arah. Hati kita sudah tersayat. Pikiran kita pun telah luka. Kekasih yang didambakan tiba menghilang digulung angin. Kalau ditelan bumi, sudah biasa terjadi. Entah berada di bujur dan lintang berapa, kita gagal mendeteksi keberadaannya. Di luar jangkauan. Terlalu jauh dan sangat jauh.
Pertama, melupakan pasangan kita.
Pencarian berhari-hari, berminggu-minggu, dan berbulan-bulan tidak menemui titik terang. Gelap gulita. Cahaya sinar matahari saja gak mampu menunjukkan titik terakhir batang hidungnya. Amat sulit mencari. Bukan lagi, mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Ini ibarat menyisir seekor kutu dilautan lepas. Melelahkan.