Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kena Karma Hamil Pranikah, Menyesal atau Bersyukur? Inilah Cara Asyik Berpacaran

5 Maret 2021   11:25 Diperbarui: 5 Maret 2021   21:25 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Permasalahan hamil pranikah adalah hal yang paling menakutkan bagi suatu keluarga.

Pasalnya, orangtua akan dicap tidak mampu mendidik anak sehingga membuat seorang anak terjerumus kepada perbuatan asusila akut, sebut saja hamil pranikah. Hubungan sepasang kekasih ini dinilai melampaui batas maksimum keintiman sebelum ada akad sah agama dan hukum.

Kehidupan masyarakat kita, Indonesia, terutama masyarakat pedesaan memiliki keterkaitan yang sangat dekat antara tetangga. Lebih-lebih masalah tetangga, kita mengetahuinya.

Misal, besaran utang tetangga, keharmonisan suatu tetangga, hingga permasalahan pribadi tetangga kita mengetahui dengan sangat detail. Artinya, keterbukaan benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat pedesaan.

Ambil contoh, apabila ada satu keluarga yang anak perempuannya tersangkut dengan kasus asusila, seperti hamil pranikah. Tentu menjadi topik pembicaraan seantero tetangga. Hot news.

Berita ini akan disebarluaskan dari mulut ke mulut, karena sangat efektif daripada penggunaan teknologi. Sebab wajar saja, karena masyarakat pedesaan gaptek, gagap teknologi.

Namun, sebagian masyarakat sudah mulai mengenal teknologi dan mencoba berselancar di berbagai situs internet. Mencari berita, menyebar berita, hingga menabur kebohongan.

Rasan-rasan yang didasari fakta valid tersebut, menjadi sebuah karma, apabila dalam diri orang yang sedang bergosip itu membenci keluarga tergosip (baca: yang dirasani). 

Intinya, ngerasani itu boleh. Namun dilarang membenci, karena kebencian akan membawa kepada kerugian diri. 

Saya cerita dikit ya, tentang pengalaman saya waktu SMA dulu. Boleh ya? 

Waktu itu, seperempat permainan semester awal kelas tiga SMA. Kelas saya, XII MIPA 2, mengalami musibah, bukan karena sedang rekreasi kemudian terjadi laka lantas. Namun disebabkan oleh anggota kelas saya, sekaligus teman saya, yang tersandung kasus hamil pranikah. Dia perempuan. Lelakinya di jalanan. Tidak sekolah. Bekerja serabutan. Malangnya seumuran.

Mirna sempat menyelesaikan ujian tengah semester dan masuk sekitar dua minggu penuh, tapi dalam keadaan kurang sehat. Berjalannya pun tidak seperti biasanya.

Tingkah lakunya juga mulai berubah, lebih senang menyendiri di dalam kelas dan tidak bercengkrama dengan teman-temannya. Saya dan beberapa siswa lain, sempat mengkhawatirkan diri Mirna dengan menanyai langsung, namun dijawab baik-baik saja.

Hingga pada suatu hari, saya dan sebagian siswa kaget dengan pemberitaan yang menyangkut Mirna, bahwasanya Mirna telah melakukan perbuatan asusila sehingga dirinya hamil pranikah.

Di hari itu juga Mirna tak pernah muncul di sekolah. Hilang dari peredaran. Menepi dari keramaian. Mengasingkan diri di gubuk penderitaan.

Masalah ini menjadi trending topic selama satu pekan. Semua orang, warga sekolah, tak terkecuali pendidik, membicarakan perilaku Mirna. Semua orang menyalahkan perbuatan Mirna, yang gagal menjaga kehormatan dirinya.

Anehnya, ada teman sekelas saya yang sangat vokal membicarakan masalah Mirna hingga berminggu-minggu. Setiap hari, pada jam istirahat sekolah, selalu membahas hal tersebut. Tak henti-hentinya dia menjelek-jelekkan Mirna bahkan keluarga besar Mirna. Sempat ia berkata, lek aku dadi Mirna, mending bunuh diri.

Kira-kira begitulah cerita sesingkat-singkatnya. Ayo kita lanjutkan.

Pada pertengahan 2018, tepat satu tahun setelah pesta kelulusan. Saya dan beberapa alumni mendengar kabar mengenai Rani, seseorang yang sangat pede membicarakan masalah Mirna waktu SMA dulu, juga tersandung dengan kasus yang sama. Hamil pranikah.

Berita ini cukup menghebohkan para alumni kenyataannya dia berpaling dari perkataannya. Dia sungkan mati, takut dosa. Mending memperbaiki kesalahan yang pernah ia lakukan. Sama seperti keputusan Mirna saat itu, tetap melanjutkan kehidupan selayaknya manusia tanpa dosa.

Dari sepenggal kisah nyata tersebut. Kita dapat mengambil pelajaran bahwasanya, karma itu memang ada dan benar-benar ada. Tidak mengada-ada dan bukan fiktif belaka. Nyata terjadi.

Rani telah membuktikan bahwa karma memang ada dan mengincar setiap orang yang menaruh rasa benci pada kehidupan orang lain. Artinya, karma hadir kepada mereka yang yang sangat membenci, mencaci, dan menjelek-jelekkan kehidupan orang lain.

Tanpa sadar bahwasanya dirinya sendiri tidaklah begitu sempurna dan akan melewati perjalanan ruang dan waktu yang mungkin saja, hal itu akan terjadi kepada dirinya sendiri. 

Rani bukan satu-satunya orang yang terkena karma. Ada puluhan ribu bahkan jutaan orang yang telah dihancurkan kehidupannya oleh karma.

Melalui perjalanan hidup Mirna dan Rani, kita bersama belajar untuk senantiasa menjaga kesucian daripada mahkota yang kita miliki, menjaga wajah orangtua agar tetap bersinar, melindungi harkat dan martabat keluarga, dan mencegah cacatnya cita-cita kita sendiri.

Untuk itu, saya bakal berbagi tip bergaul dalam kehidupan asmara muda-mudi yang dimabuk cinta.

Sepasang kekasih yang baru menjalin hubungan percintaan atau pacaran akan beranggapan, dunia terasa menjadi milik mereka berdua. Semua orang yang ada di sekitarnya akan dianggap jangkrik. Lalu lalang, lalu pergi menghilang. Sesekali mengerik nyaring di telinga mereka.

Pertama, membatasi diri dengan pasangan.

Kehidupan muda-mudi yang tengah dilanda badai asmara, tentu akan selalu berdekatan dan selalu lengket. Namun, kita harus tetap berpatokan kepada norma yang ada di lingkungan masyarakat. Tetap membatasi diri dengan pasangan. Tidak cipika-cipiki di atas bumi mana pun. Jangan nyosor kayak bebek, meski udah resmi berpacaran. Dilarang berhubungan layaknya suami-istri. Cukup boleh berpandangan satu sama lain dan sesekali mengelus-elus jari-jemari.

Dimana asyiknya kalau begitu? Dablek kowe. Begini, jika kamu sayang dan cinta, lindungi dia. Bukan merusak dan meninggalkan. Dia bukan klepon, setelah dinikmati ditinggal. Dia manusia, punya hati, punya rasa. Jatuhnya, habis manis sepah dibuang. Bukan begitu ya.

Kedua, menolak ajakan pasangan yang ingin ini ingin itu banyak sekali.

Kayak lagunya siapa ya? Ingin ini ingin itu banyak sekali. Sudah. Menolak ajakan pasangan yang sedang napesu. Pacaran dengan sistem pertama tadi memang membosankan.

Sehingga kadang dan biasanya, si lelaki gak sabaran. Pengennya ini itu. Apabila si wanita kalah keteguhan hati dan pikiran. Akhirnya dituruti. Ini tindakan salah.

Pikiran mesum itu manusiawi. Entah datang dari si lelaki atau si wanita. Tapi, tolaklah tindakan mesum. Ingat, ini pacaran bukan pernikahan. Jadi, tahan sebentar lagi. Tunggu waktu yang tepat, tunggu waktu pasca akad nikah.

Kadang pasangan kita mengancam begini, lek kowe gak gelem, berarti kowe ora sayang, ora cinta karo aku. Yo wes, pegat ae. Bubrah. Buyar. Jika pasanganmu kayak begitu, tinggalkan saja. Lepas dan ikhlaskan. Dia gak baik bagi masa depanmu. Dia hanya benalu. Mending cari yang lain saja. Toh stok lelaki masih banyak. Yang lebih ganteng? Yang lebih berakhlak lebih banyak.

Ketiga, pacaran dengan iklim yang sehat.

Sejatinya pacaran bukanlah hubungan yang sangat serius bila dibangun dengan main-main, asal-asalan, apalagi sayang-sayangan. Pacaran jadi lebih bermakna jika diikuti dengan komitmen.

Nyatanya jarang terjadi pada kehidupan asmara muda-mudi. Mereka hanya berpikir hari ini tanpa memikirkan hari esok. Makanya, banyak tindakan yang seharusnya tidak dilakukan dalam masa pacaran, malah dilanggar. Akhirnya merusak moral, merusak masa depan.

Jadi, bagi mereka yang berpacaran dan masih duduk di bangku sekolah menengah, sudahi saja. Biarkan pikiran dan hatimu fokus pada masa depan. Pasca SMA, barulah dimulai petualangan cintamu. Ingat dengan tetap mematuhi aturan norma dan pacaran dalam iklim sehat.

Apa yang kita lakukan, bilamana berhadapan dengan masalah serupa atau hal lain?

Memang mudah sekali berucap. Melontarkan kata-kata hingga menjelek-jelekkan kepribadian orang lain. Namun, sangatlah sulit untuk tetap berada di jalur yang benar, jalur kesucian, jalur yang terang benderang, dan jalur keselamatan. Tak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh hati dan pikiran yang lurus untuk tetap berada di pondasi yang benar.

Kita dengan entengnya mencela permasalahan orang lain. Sok-sokan memberikan solusi tanpa adanya masalah. Layaknya dirinya berpengalaman perihal masalah yang dihadapi oleh orang lain.

Nyatanya hanya konsep yang besar. Ketika masalah orang lain itu ditimpakan kepada diri kita sendiri, hancurlah kehidupan kita. Kita bahkan menyerah pada keadaan dan memutuskan mengakhiri hidup supaya masalah lebih cepat selesai. Gak gitu cara mainnya.

Kita harus mampu menyelesaikan masalah yang sejatinya merupakan karma dalam hidup kita. Akibat perilaku yang telah kita buat sendiri. Maka pantas bagi diri kita untuk menanggung resiko dan menuntaskan persoalan. Ini masalah karma, masalah Tuhan dengan hamba-nya.

Bilamana tetangga kita atau orang lain yang mengalami nasib malang, seperti kasus Mirna atau Rani atau permasalahan lainnya. Kita tidak diperkenankan untuk mencela permasalahan tersebut, mencaci orang tersebut. Melainkan kita harus membantu orang tersebut, baik memberi dukungan kepada orang tersebut lebih-lebih turun tangan mengatasi permasalahan orang tersebut. Inilah keindahan hidup berdasarkan kerukunan, keikhlasan pikiran hingga ketulusan hati.

Melalui karma yang diterima oleh Rani, kita dapat mengambil nilai kehidupan. Peran penting orangtua lagi-lagi ditanyakan dalam proses pengawasan aktivitas dan tumbuh kembang anak: Apakah orangtua selaku pengawas kehidupan anak menjalankan tugas dengan benar? Adakah kelalaian orangtua dalam mengawasi perilaku dan tindakan anak?

Dua macam pertanyaan tersebut sering dipertanyakan, apabila sang anak tersandung sebuah kasus, baik pranikah, maling, dan lainnya.

Oleh karena itu, orangtua harus tetap memberikan pengawasan 24 jam selama 365 hari kepada anak. Entah anaknya masih seumur jagung hingga anaknya telah tumbuh dewasa dan berkeluarga. Orang ua, tetap dan masih diperlukan. 

Ada dua tindakan orangtua dalam proses pengawasan terhadap tingkah laku anak, terutama saat menginjak masa percintaan.

Pertama, orangtua memberi batasan terhadap pergaulan anak.

Anak harus dibatasi pergaulannya. Aspek lingkungan sekitar anak akan memiliki pengaruh yang jauh lebih besar daripada aspek keluarga. Hal ini dikarenakan aktivitas di luar keluarga atau di luar rumah jauh lebih banyak dilakukan oleh anak, ketimbang aktivitas di dalam rumah.

Oleh karena itu, peran pengawasan orangtua akan lebih sedikit, apabila anak berada di luar rumah. Bukan berarti orangtua harus berperilaku overprotektif.

Namun memberikan batasan yang membuat anak itu nyaman. Artinya orangtua memberikan lingkup pergaulan yang sesuai dengan tata aturan atau norma yang berlaku. 

Seperti contoh, membatasi aktivitas anak di luar rumah bilamana tidak berhubungan dengan kegiatan sekolah. Melarang anak laki-laki datang ke rumah, cukup yang sejenis saja.

Namun dalam skala kecil, dua sampai tiga orang saja. Layaknya kerja kelompok. Kemudian, melarang anak pulang di atas jam sembilan malam. Misalnya, ada acara pesta ulang tahun yang dilakukan malam hari, maka aturan ini bakal berlaku, begitupun, kesehariannya. 

Kedua, orangtua mengedukasi hubungan asmara anak.

Anak harus mendapat edukasi dunia percintaan yang tuntas. Bukan hanya sebuah larangan. Tidak boleh membawa laki-laki ke rumah. Bukan seperti itu. Melainkan, memberikan sebab-akibat yang bakal terjadi bila hal itu dilakukan.

Pelarangan berhubungan (baca: pacaran) di usia belia atau masih duduk di bangku sekolah. Jelaskan alasan apa yang membuat hal itu terlarang.

Katakan, bahwa masa depan anak akan terganggu dengan aktivitas yang unfaedah tersebut. Memikirkan pasangan tanpa memikirkan masa depan, terutama sekolah. Apalagi hingga terjerumus ke dalam perbuatan asusila. Misal mengonsumsi narkoba, miras, dan bahkan pergaulan seks bebas. 

Maka orangtua harus mengontrol kehidupan asmara anak, agar tetap dalam porsi kemampuannya. Anak usia lima belas tahun, gak bakal sanggup berpikir masa tua bakal jadi apa. Makanya, orangtua harus mengedukasi dunia percintaan anak. Agar anak melangkah di jalan yang benar, terang, dan lurus.

Itulah mengapa karma begitu dekat dengan kita, sebab karma datangnya tiba-tiba, karena perilaku kita terdahulu. Oleh karena itu, benar bahwasanya setiap kata adalah doa. Kata-kata yang kita alamatkan kepada orang lain akan berdampak kepada diri kita sendiri di masa mendatang.

Selain itu, peran pengontrol orangtua harus tetap dilakukan kepada anak hingga ajal menjemput. Tak terkecuali, cara-cara menjalankan hubungan asmara yang sehat pantas diindahkan oleh kaum muda-mudi yang tengah bermandikan hujan asmara, agar tidak terjerumus kepada perbuatan asusila dan menentang norma masyarakat.

Jadi, kena karma itu kadang menyakitkan, kadang pula menyenangkan. Karma bisa membawa penyesalan, juga menyelipkan rasa syukur.

Mirna dan Rani, bukanlah nama sesungguhnya, hanya nama samaran.

Bayu Samudra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun