Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengkritisi, Mengembalikan Posisi Pemerintah sebagai Pelayan Masyarakat

15 Februari 2021   06:15 Diperbarui: 15 Februari 2021   06:49 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih dengan masalah kritik. Bukan kripik. Opo neh kripik jangkrik. Tak ada bosan-bosannya diri kita untuk menjadi pengkritik. Ini fitrah manusia. Suka menganalisa, mengorek kesalahan, dan mencermati suatu hal yang diduga tidak memiliki kebermanfaatan bagi masyarakat luas. Mengapa sebegitu pentingnya kritik dilayangkan kepada para pejabat publik? Lebih-lebih kritik tetangga.

Perlu diketahui, negara dibentuk untuk memudahkan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu, perlu suatu kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur tata kelola negara. Maka diciptakanlah, pemerintah. Pemerintahan menjadi tuas pengendali negara dalam mencapai tujuan mulia masyarakat untuk memudahkan kehidupan bersama.

Upaya pengendalian tersebut, harus tetap berpedoman pada penghormatan hak-hak asasi manusia. 

Pada tulisan ini, tidak bakal menyinggung HAM lebih dalam. Hanya sampulnya saja. 

Dengan menghormati hak asasi manusia, pemerintah memiliki kekuasaan yang terbatas. Tidak boleh sewenang-wenang. Apalagi menyengsarakan kehidupan bangsa. Sangatlah terkutuk perilaku tersebut.

Akan tetapi, kenyataannya masih banyak pemerintahan di suatu negara bahkan Indonesia sendiri yang terkadang tak mengindahkan peringatan konstitusi. Masih banyak kekangan. Menganggap enteng masyarakat.

Contoh, Indonesia. Meski berbagai aturan ditetapkan, dijadikan landasan memerintah. Nyatanya, tak sedikit warga negara tertindas, terdiskriminasi, dan terlantar akibat tindakan yang dipaksakan. Bagusnya, pemerintah tak mau disalahkan. Mereka berlindung dibalik jubah menertibkan masyarakat, melindungi masyarakat, dan mengarahkan masyarakat.

Kebijakan baru dibuat di sana-sini. Tujuannya memudahkan kehidupan masyarakat. Pelaksanaannya kendur, lelet, dan mencederai hak asasi. Tidak perlu diberi contoh. Karena tulisan ini tidak sedang menelaah kasus yang menimpa sebagian dari kita. Bukan saya tidak peduli. Saya tidak ingin membuka luka lama. Takut pedih dan perih lagi. Toh sudah berlalu. Jadikan pelajaran yang berharga.

Ketika masyarakat merasa ada kekeliruan (baca: tidak sejalan dengan kepentingan masyarakat). Mereka mencoba melempari batu protes dan bata kritik. Batu bata yang datang dari cita-cita mulia bangsa Indonesia. Namun, pemerintah tak memedulikan. Malah menangkap pemrotes dan pengkritik kebijakan pemerintah.

Masyarakat tidak akan pernah tau serumit apa membuat suatu kebijakan. Itu urusan mereka. Yang duduk di kursi pemerintahan. Masyarakat hanya meminta hasil (baca: manfaat) daripada kerja keras mereka menelurkan suatu program kesejahteraan. Tapi, hasilnya sangat mengecewakan. Itulah asalan utama, masyarakat mengirimkan berbagai keluhan kepada penguasa. 

Apakah tindakan mengeluh masuk ke dalam kategori kejahatan? Sehingga pemerintah melalui senjata keamanan, meringkus para warga negara yang mengeluhkan kebijakan pemerintah. Bukan mengelu-elukan. 

Sebagian dari kita, warga negara Indonesia, tidak sedang menolak pemerintah. Kita membutuhkan pemerintahan guna mengelola kekayaan manusia dan sumber daya alam bumi Pertiwi. Pengelolaan untuk masyarakat. Bukan pribadi para petinggi pemerintahan ataupun silsilah keturunannya. Demi kepentingan masyarakat Indonesia.

Kami hanya mengingatkan, bahwa perilaku pemerintah keliru. Jika tidak terima. Sudah, diam saja. Tak perlu menjebloskan kami ke liang jeruji besi. Biarkan kami yang menentukan, nanti di pemungutan suara.

Mengkritisi kebijakan pemerintah adalah tindakan terpuji. Bukan ajang mencari-cari kesalahan pemerintah. Ini bukan kompetisi. Ini masalah kepentingan bangsa dan negara. Jika pemerintah salah mendorong tuas. Jangan salahkan masyarakat bila Indonesia lenyap.

Upaya mengirim surat kritikan kepada petinggi pemerintah. Bukan suatu tindakan makar. Melainkan, memberikan informasi dugaan kekeliruan pengambilan jalan, keputusan. Kritik yang kami (masyarakat) kirimkan hanya berfokus pada kebijakan pemerintah, tidak mencari-cari kesalahan pemerintah, apalagi menebar kebencian kepada pejabat publik. Mengkritik dengan berlandaskan data dan fakta, bukan opini ataupun asumsi masyarakat.

Mengkritisi adalah upaya untuk memposisikan pemerintah ke jalan semula. Pelayan masyarakat. Abdi masyarakat.

Bila majikan (baca: masyarakat) tidak sependapat dengan cita-citanya. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Memajukan kesejahteraan umum. Mencerdaskan kehidupan bangsa. Melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Tentulah masyarakat akan melayangkan jutaan keluhan. Penderitaan, penyesalan, dan penistaan. Dan pemerintah diharapkan menerima dengan lapang dada kritikan yang beragam. Sekaligus mendengarkan keluh kesah (baca: kritik) masyarakat. 

Bukan tanpa alasan bila ada kritik dengan bahasa sarkasme, terkadang yang dikritik tebal telinga. Sebab mereka tak menoleh bila menggunakan bahasa yang lemah lembut. Jadi maklumi tindakan kami.

Sekali lagi, jangan renggut kemerdekaan menyampaikan kritik. Biarkan kritikan kami sampai di meja penguasa. Jangan jegal keluhan kami di tengah jalan. Apalagi di persimpangan rel kereta api. Biarkan melaju secepat kilat melalui tol langit buatan pemerintah.

Sebab pada dasarnya, kritikan adalah pukulan keras bagi pemerintah untuk kembali kepada posisi awal. Pelayan masyarakat. Abdi masyarakat. 

Kewajiban utama pemerintah bila mendapat kritikan adalah menimbang dengan benar dengan benang keadilan dan kesejahteraan. Apakah kebijakan yang diambil mencederai hati masyarakat? Bukan pukul sana, pukul sini.

Jadi, kita wajib mengirimkan kritik kepada pemerintah. Jika terjadi kecelakaan, pastikan kita telah menggunakan moda angkutan yang sesuai. Masalahnya gak ada yang pas. 

Bayu Samudra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun