Menjadi pejabat bukan soal dari mana asalnya. Entah, WNA yang masuk menjadi WNI dan menetap di Indonesia berpuluh-puluh tahun. Bahkan seorang WNI pun harus bergelut dengan baju keyakinan, bila mau duduk dalam tubuh pemerintahan. Tidak perlu saya contohkan kasusnya siapa. Yang penting, ia sudah nyaman dengan jabatan saat ini dalam tubuh perusahaan milik negara.
Menjadi pejabat harus dilihat dari dalam hati dan pola perilakunya. Apabila hatinya baik, tulus, dan ikhlas menanggung masa depan masyarakat Indonesia. Terbukti dari banyaknya kontribusi kepada masyarakat dan negara. Ia bakal dicintai masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Jadi, apakah kamu akan tetap mempermasalahkan bila mantan WNA menjadi pejabat?
Pertanyaan tersebut bakal sangat sulit dijawab. Apabila, stok pemimpin atau pejabat berkualitas Indonesia sudah menipis bahkan habis tak tersisa. Sangat dilema. Jika memaksakan pemimpin yang tak berkapasitas, jangan salahkan bila negara ini hancur porak-poranda. Hanya tinggal sejarah.
Kita pun berharap, pemimpin atau pejabat Indonesia sadar dan terbangun. Mementingkan kepentingan masyarakat jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi atau golongan. Jangan hanya dijadikan slogan agustusan, tanamkan dalam hati dan pikiran.
Indonesia membutuhkan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan. Bukan pemimpin atas deklarasi pribadi. Maupun WNA yang masih berkewarganegaraan asing. Apalagi, WNA yang gaya-gayaan masuk ke dalam poros pemerintahan. Sangat mustahil memberikan kemaslahatan bersama.
Bagaimana dengan kamu, bolehkah mantan WNA menduduki jabatan pemerintahan dan apakah diperlukan saat ini?
Bayu Samudra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H