Jika pemerintah/pengusaha mematok harga lebih rendah dari itung-itungan sederhana saya di atas. Jelas buruh gak lagi bernilai. Sama halnya dengan alat produksi, cukup membeli bensin dan oli agar tetap bergerak.
Pemerintah/pengusaha harus mematok upah jauh lebih tinggi sekitar Rp15.000 - Rp20.000 per jam per hari untuk delapan jam. Sehingga, pekerja akan mendapatkan upah per hari sebesar Rp120.000 hingga Rp160.000 per hari. Cukup sejahtera.
Bagaimana untung ruginya dari semua sisi?
Pertama, pekerja akan lebih diuntungkan sebab ada jam kerja yang baku dan tetap, anggap 8 jam per hari. Ada sisa waktu yang cukup banyak untuk keluarga di rumah. Bahkan sekadar menyalurkan hobi. Membaca buku, berselancar di kompasiana, memancing, bersepeda santai sambil menanti senja tiba, dan aktivitas sore lainnya.
Kedua, pekerja akan lebih diuntungkan dari sisi kesehatan. Tenaga pekerja tidak terforsir lebih banyak sehingga kebugaran tubuh tetap terjaga. Misalnya intensitas telinga mendengarkan bising mesin pabrik berkurang, menghirup udara kotor/debu pabrik kayu lebih sedikit, dan keuntungan kesehatan lainnya.
Ketiga, pekerja tidak mengalami kerugian apa pun. Toh hanya mengubah jam kerja menjadi lebih singkat dan menaikkan upah kerja per jam. Selain itu, mendapatkan bonus hubungan rumah tangga lebih harmonis dan kesehatan pun terjaga.
Jadi, saya rasa pekerja akan diuntungkan dengan sistem pengupahan yang didasarkan pada jam kerja. Dengan catatan, tidak ada phk jika ketentuan ini diimplementasikan dan pengusaha/pemerintah berkomintmen menaikkan tarif per jam dan mempersingkat waktu.
Semoga pekerja/buruh pabrik Indonesia mendapatkan kesejahteraan lahir batin. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H