Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (cilaka) atau omnibus law menetapkan suatu ketentuan mengenai pembayaran upah berdasarkan jam kerja. Upah per jam. Untung atau rugi?
Salah satu fakta yang membuat sebagian dari kalian terkejut adalah jam kerja buruh atau pekerja perusahaan industri melebihi batas maksimal buruh bekerja. Berdasarkan ketentuan ILO, suatu badan perburuhan internasional dibawah naungan PBB menyatakan bahwa batas maksimal buruh berkeja adalah delapan jam per hari atau 48 jam per minggu.Â
Batas maksimal itu pun sudah dijadikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia mengenai ketenagakerjaan. Namun, fakta di lapangan melebihi batas tersebut.
Kabupaten Lumajang adalah salah satu kebupaten yang memiliki banyak perusahaan industri kayu dan sebagian industri bahan pangan (mi). Dapat dibayangkan betapa banyak pekerja atau buruh di Lumajang. Sayangnya, pada aksi demo kemarin (8/10/2020) hanya sebagian saja dan didominasi oleh kaum mahasiswa.Â
Tempat tinggal saya tak jauh dari jalan raya (jalan yang ditengahnya ada garis putih). Memang tak selebar jalan di kota besar layaknya Surabaya. Sebab, jalan antar kabupaten. Kembali lagi ke topik.
Tiap pagi saya sempatkan berolahraga mengelilingi kompleks. Dan tahukah kalian, para pekerja dari berbagai desa melintas tiap pagi dan sore di jalan yang tiap pagi saya jadikan lintasan lari itu. Banyangkan, mereka berangkat sekitar jam 6-7 pagi dan pulang sekitar jam 4-5 sore. Ayo hitung berapa jam kerjanya. Di pabrik mereka mulai kerja jam 7 pagi bahkan ada pabrik yang baru buka mulai jam 8 pagi. Pulangnya jam 4 sore bahkan jam 5 sore. Artinya mereka bekerja sekitar 9-10 jam per hari. Sangat telak melanggar aturan ILO dan perundang-undangan di Indonesia.
Sudah sejak lama ketentuan itu berlaku. Nyatanya, tak ada demo untuk menuntut jam kerja disesuikan dengan aturan ILO. Berarti pekerja senang dan riang. Kondusif dan legowo.Â
Itulah fakta jam kerja buruh atau pekerja pabrik di Lumajang. Apakah ada kesamaan dengan wilayah kalian?
Nah, bila mana pemerintah melalui ketetuan perundang-undangan cipta lapangan kerja atau cilaka atau istilah kerennya omnibus law, menentukan upah kerja per jam maka otomatis aturan ILO akan berlaku. Delapan jam per hari.
Upah kerja buruh pabrik pada salah satu perusahaan di Lumajang per hari berkisar antara Rp100.000 hingga Rp150.000. Ini artinya upah per jam jika pekerja bekerja 8 jam per hari maka Rp12.500 per jam atau Rp18.750 per jam. Jika pekerja bekerja 9 jam per hari, maka ia dapat upah per jam sebesar Rp11.111 atau Rp16.666 per jam. Lebih murah dibanding kerja 8 jam per hari.
Lantas bagaimana bila upah pekerja akan diakumulasi per jam? Untung atau rugi?
Jika pemerintah/pengusaha mematok harga lebih rendah dari itung-itungan sederhana saya di atas. Jelas buruh gak lagi bernilai. Sama halnya dengan alat produksi, cukup membeli bensin dan oli agar tetap bergerak.
Pemerintah/pengusaha harus mematok upah jauh lebih tinggi sekitar Rp15.000 - Rp20.000 per jam per hari untuk delapan jam. Sehingga, pekerja akan mendapatkan upah per hari sebesar Rp120.000 hingga Rp160.000 per hari. Cukup sejahtera.
Bagaimana untung ruginya dari semua sisi?
Pertama, pekerja akan lebih diuntungkan sebab ada jam kerja yang baku dan tetap, anggap 8 jam per hari. Ada sisa waktu yang cukup banyak untuk keluarga di rumah. Bahkan sekadar menyalurkan hobi. Membaca buku, berselancar di kompasiana, memancing, bersepeda santai sambil menanti senja tiba, dan aktivitas sore lainnya.
Kedua, pekerja akan lebih diuntungkan dari sisi kesehatan. Tenaga pekerja tidak terforsir lebih banyak sehingga kebugaran tubuh tetap terjaga. Misalnya intensitas telinga mendengarkan bising mesin pabrik berkurang, menghirup udara kotor/debu pabrik kayu lebih sedikit, dan keuntungan kesehatan lainnya.
Ketiga, pekerja tidak mengalami kerugian apa pun. Toh hanya mengubah jam kerja menjadi lebih singkat dan menaikkan upah kerja per jam. Selain itu, mendapatkan bonus hubungan rumah tangga lebih harmonis dan kesehatan pun terjaga.
Jadi, saya rasa pekerja akan diuntungkan dengan sistem pengupahan yang didasarkan pada jam kerja. Dengan catatan, tidak ada phk jika ketentuan ini diimplementasikan dan pengusaha/pemerintah berkomintmen menaikkan tarif per jam dan mempersingkat waktu.
Semoga pekerja/buruh pabrik Indonesia mendapatkan kesejahteraan lahir batin. Amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H