Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Tiga Alasan Tidak Menolak Omnibus Law Demi Kemajuan Indonesia

10 Oktober 2020   19:32 Diperbarui: 11 Oktober 2020   18:31 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Manfaat Omnibus Law (sumber setkab.go.id)

Banyak orang menolak kelahiran Undang-undang Cipta Kerja yang prematur (tersembunyi dan terkesan grasa-grusu). Selain itu, mereka para penolak UU Cipta Kerja beranggapan bahwa undang-undang ini akan lebih memihak kepada para pengusaha. Sehingga, nasib buruh tak ubahnya alat produksi massal. Kembali lagi ke zaman pra revolusi industri.

Berdasarkan berita yang saya baca dari berbagai sumber, salah satunya kompas[dot]com menyebutkan ada beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja yang kontroversial. Akan tetapi, beberapa pasal tersebut bagi saya merupakan suatu kemajuan besar terhadap kelanjutan bumi Pertiwi. Yang mana harus menjadi alasan untuk menerima dengan legowo atau lapang dada lahirnya omnibus law. 

Pertama, status pekerja tanpa kontrak.

Saya pribadi sependapat akan hal ini. Semua pekerja dari berbagai perusahaan (pabrik industri maupun perkantoran) akan lebih nyaman bekerja ketika tak ada batas masa bhakti atau masa kerja. Kenapa? Pikiran pekerja akan selalu terganggu dalam bekerja, sehingga hasil kerjanya tidak optimal. Ia akan bepikir terus-menerus bila mana masa kerjanya hampir tiada. Atas alasan ini, pekerja butuh suatu jaminan hidup. Salah satunya, status pekerja tanpa kontrak atau seumur hidup bahkan permintaan mengundurkan diri.

Tirulah Jepang. Para pekerja di Jepang statusnya seumur hidup. Mengapa? Selain membuat perasaan nyaman dalam bekerja, turut serta memiliki dan mengembangkan perusahaan walau bukan miliknya, bahkan hidupnya dicurahkan hanya kepada atasannya melalui bentuk kerja yang sungguh-sungguh. Para pekerja di Jepang sangat senang dengan status kerjanya yang seumur hidup. Sebab, menjamin masa depannya, kenaikan jenjang karier yang bagus, dan rasa saling memiliki dan menyayangi antar pekerja sangat dijunjung kuat oleh mereka.

Indonesia saat ini tengah menyiapkan suatu model status kepegawaian atau status masa kerja para pekerja. Hal ini didasarkan pada pengalaman Jepang membangun negaranya kembali pasca peristiwa Nagasaki da Hiroshima. Jepang mampu bangkit dengan cepat dan sigap dalam menghadapi perkembangan zaman. Maka dari itu, Jepang adalah salah satu negara di Asia yang digolongkan sebagai negara maju.

Bagi saya, sistem status kontrak dapat dijalankan pada suatu pekerjaan yang khusus dan tidak bersifat rutin. Namun praktinya, pekerjaan yang bersifat rutin malah diisi dengan pekerja kontrak. Setelah kontak habis, si pekerja akan kehilangan pekerjaan atau menganggur hingga ia dapatkan kembali pekerjaan.

Kedua, dasar pengupahan didasarkan pada kualitas dan kuantitas kerja.

Pekerja di Indonesia diupah berdasarkan kontrak yang mereka tanda tangani dengan penyesuaian jabatannya. Model pengupahan ini memilki kelemahan, karena perusahaan tidak dapat mengukur kualitas hasil kerja pekerjanya. Hanya mampu menghasilkan nilai kuantitas produk kerja.

Selain masalah kualitas kerja dan kualitas pekerja. Ada satu fakta yang sebenarnya sudah lama berselang, yakni upah. Pekerja yang rajin dan pekerja yang malas mendapatkan upah yang sama, sebab sesuai dengan aturan yang ada dalam kontrak kerja. Hal ini tentu membuat pekerja yang rajin menerima ketidakadilan. Yang bakal membuat perseteruan antar pekerja hingga akhirnya internal perusahaan akan hancur dan tujuan perusahaan otomatis gagal tercapai.

Maka, aspek kualitas harus diupayakan ketetatannya agar kuantitas yang dihasilkan optimal. Sehingga, pekerja akan otomatis rajin semua dan keadilan dapat dirasakan. Perusahaan dapat berjalan dan tujuan pun tercapai.

Ketiga, cuti pekerja dipangkas.

Pekerja kadang sering mengambil cuti. Entah karena urusan keluarga (kematian dan perayaan sesuatu) maupun kemauannya sendiri karena stress atau tertekan akan tugasnya. Dalam undang-undang cipta kerja, cuti pekerja dipangkas. Artinya akan lebih banyak waktu di perusahaan dalam satu tahun. 

Apakah pekerja bosan? Tidak, bila status pekerjanya seumur hidup. Sebab, pekerja akan benar-benar mencurahkan kemampuannya guna mengembangkan perusahaan tempat bekerjanya. Hal ini dilakukan sebagai rasa hormat pada atasan dan perusahaan dalam bentuk pengabdian.

Itulah tiga alasan saya dan sebagian dari kalian yang mendukung lahirnya Undang-undang Cipta Kerja. Karena tidak setiap perubahan kecil dapat diterima oleh semua orang, padahal berpengaruh besar terhadap kemajuan bangsa. 

Jika bukan saat ini, kapan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun