Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mending Ngamen daripada Jual Assalamualaikum

25 Agustus 2020   14:41 Diperbarui: 25 Agustus 2020   14:55 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersedekah via google.co.id

Pengamen adalah orang yang menjajakan kualitas suaranya dengan bernyanyi dan diiringi alunan alat musik, berupa gendang, gitar, maupun suling.

Ngamen sering diidentikkan dengan orang pemalas, pengangguran, dan pelaku asusila. Sebab, mereka tak memiliki daya tarik dari sisi penampilan. Rambut kuncir, warna rambut kuning merah, tatoan, antingan, baju oblong, celana tiga per empat, dan berkalung tali sepatu. Kadang, kedatangan mereka tidak disambut baik. 

Mereka mendendangkan lagu dari pintu ke pintu, bahasa kerennya door to door. Berharap lembar rupiah abu-abu guna mengganjar suara merdunya (merusak dunia). Nyatanya, sang tuan rumah hanya memberikan dua koin lima ratusan. Kasihan.

Usaha keras mereka dibayar sangat murah. Padahal mereka telah berlatih meniup suling, menabuh gendang, dan memetik senar gitar hingga putus. Perjuangan menghafal lirik, intonasi, dan akurasi irama tak dihargai mahal. Malang benar.

Lain halnya dengan para ustad gadungan atau santri stm (sekolah, turu, moleh) yang datang dengan tampilan memikat, dan suara syahdu cengkok Melayu. Cukup mengucapkan satu dua kata langsung dibayar super mahal. Lima ribuan bahkan ratusan ribu. Asyik.

Tampilan bersinar, pakaian serba putih, pakai gamis berkopyah, dan memakai wangi-wangian. Siapa yang tak tertarik? Menguasai nada irama Melayu dan membuat damai saat mendengarnya. Siapa yang tak luluh hatinya?

Cukup mengucapkan salam, "assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh" seisi rumah pun menjawab dengan lantang. Berbeda jauh dengan adanya ucapan "permisi" kucing di dapur pun menggerung sinis.

Pengamen dan pengamal (orang yang menerima amal berupa uang) memiliki perbedaan signifikan. Pengamen yang notabene bercasing asusila tak mampu mendapat perhatian semua orang. Pengamal yang menampakkan bahwa dirinya alim ulama atau kyai atau ustad pastilah menjadi primadona bersedekah.

Banyak orang mencap pengamen itu buruk. Mending, memberikan uang pada sang pengamal atau penarik amal.

Bagi saya, pengamen adalah orang pekerja keras sedangkan pengamal adalah pemalas.

Pengamal dikatakan pemalas, sebab ia memang tak bekerja keras. Hanya berdandan layaknya ustad dan ustadzah yang mahir memainkan lidah agar timbul suara salam merdu. Memanfaatkan kebodohan masyarakat yang mudah tertipu orang sok alim. 

Sebab ada anggapan, bersedekah pada orang alim atau sok alim lebih baik karena tujuannya jelas dimanfaatkan untuk kebaikan. Padahal, tak ada seorang pun yang tau ke mana lari uang para dermawan. Masuk kantong sendiri atau hanya dijadikan pekerjaan sampingan. Lumayan buat beli susu si kecil.

foto dari Youtube (Pengamen Rumahan)
foto dari Youtube (Pengamen Rumahan)
Pengamen yang jelas-jelas berusaha keras sejak awal tak sebanding dengan hasil kerjanya. Masyarakat masih menganggap pengamen sebagai orang berperilaku tercela. Uang hasil ngamen pasti dibuat beli minuman keras, berzina, bahkan foya-foya. Akan tetapi, bilamana kita memahami masalah hidupnya. Terenyuhlah hati kita.

Mereka para pengamen jalanan dan rumahan tak ingin hidup mengamen, tapi keadaan menuntutnya berbuat demikian. Mau melamar kerja kantoran ditolak karena tamatan SD. Mau ikut seleksi CPNS pun gagal karena pernah tersandung kasus kriminal. Kemauan yang berupa angan belaka.

Mereka para orang sok alim yang menjajakan ayat suci, bukanlah seorang ahli surga yang patut disantuni, disanjung, dan diagungkan. Mereka hanya lebih paham ketimbang para pengamen. Mereka lebih cerdas dan berpendidikan tinggi. Tapi, jalan hidup yang mereka tempuh salah kaprah.

Bukannya mencari pekerjaan yang layak, berperilaku jujur, dan bersifat amanah malah menjadi berandal agama, pengkhianat sejati, dan pembangkang ajaran Tuhan. 

Ilustrasi bersedekah via google.co.id
Ilustrasi bersedekah via google.co.id
Sungguh di negeri ini masih ada orang baik, orang jujur, orang amanah, dan orang dermawan yang budiman. Pengamen ada yang memang jati dirinya pengamen. Ada pula pengamen yang justru orang pemalas. Pengamal juga ada yang benar-benar orang jujur, tapi tak menutup kemungkinan hadirnya orang pendusta yang menjual ayat suci dan salam-salam keagamaan. 

Maka dari itu, berlakulah adil terhadap pengamen dan pengamal. Tak perlu menjelek-jelekkan dan mengagung-agungkan di antara keduanya. Sebab, keduanya dan kita pun sama-sama pendosa dihadapan Tuhan. Biarkan Tuhan Yang Maha Adil menentukan kadar keimanan dan ketaqwaan kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun