Mohon tunggu...
Bayu Samudra
Bayu Samudra Mohon Tunggu... Freelancer - Penikmat Semesta

Secuil kisah dari pedesaan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Tiga Pilihan Pasca SMA, Tentukan Sekarang!

26 Juli 2020   20:26 Diperbarui: 26 Juli 2020   20:15 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lulus SMA bukan perkara mudah mencapai tahapan kehidupan selanjutnya. Ada anggapan dari masyarakat jika lulus SMA berarti sudah dewasa, sudah mampu mengambil keputusan secara tepat, sudah mapan pola pikirnya, sudah waktunya bekerja, sudah saatnya menikah, sudah lewat masa kanak-kanaknya. Saya tidak menyalahkan anggapan tersebut, memang pada kenyataannya hal tersebut benar terjadi di masyarakat. Kita pun mengiakan dan menyadari bahwa yang terjadi demikian. Jadi, masyarakat tidak dapat disalahkan dengan anggapan tersebut.

Sebenarnya anggapan itu datang dari pemikiran masyarakat sendiri bukan dari yang bersangkutan (lulusan SMA). Betapa kagetnya, kita mendengar anggapan tersebut, padahal mereka tahu kita masih berusia 17 hingga 21 tahun. Memang secara syarat administratif dalam angkatan kerja dan pernikahan sudah memenuhi syarat, tetapi kita lulusan SMA yang baru merasakan hidup di masa muda. 

Mustahil jika kita akan melangsungkan pernikahan atau bekerja. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan hal tersebut terjadi dalam masyarakat. Dengan begitu, masyarakat memberi beban psikis dan mental bagi kita yang tidak pernah terpikirkan waktu duduk di bangku sekolah. Hal ini artinya menjadi pemaksa diri kita dalam menyikapi kehidupan.

Kita akan merasakan suatu masa yang memaksa kita berpikir cepat dan tepat dalam menyikapi kehidupan yang sebenarnya. Kehidupan di luar SMA. Kehidupan yang penuh praktik-praktik yang teorinya sudah diajarkan pada bangku sekolah menengah. Kita akan merasakan begitu berat dan susahnya menempuh kehidupan yang sesungguhnya. Amat sangat keras dan kejam. Maka dari itu, ada tiga jalan yang dapat kita tempuh setelah lulus SMA antara lain melanjutkan pendidikan, memasuki dunia kerja, dan melangsungkan pernikahan.


Melanjutkan Pendidikan

Mayoritas lulusan SMA memilih jalan melanjutkan pendidikan. Kita beralasan bahwa pendidikan itu penting dan harus ditempuh untuk mengejar cita-cita. Sehingga kita berlomba-lomba agar dapat masuk ke perguruan tinggi negeri maupun swasta. Misalnya melalui jalur SNMPTN, SBMPTN, dan Ujian Mandiri. Pada kenyataannya, melanjutkan pendidikan setelah SMA itu nggak gampang banyak beban yang membuat stres. 

Seperti biaya kuliah mahal, kegiatan belajarnya nggak asyik, biaya indekos bintang lima, belum lagi mikirin uang belanja—ceritanya anak rantau—godaan shopping diskon besar dan masih banyak lainnya. Kita pasti merasakan hal tersebut. Sehingga, kita mengatakan bahwa melanjutkan pendidikan itu berat. Makanya, Dilan nggak kuliah malah main film sama Milea. Bahkan kita mengandai-andai, “enak ya mereka yang nggak ngelanjutin untuk sekolah, bisa duduk manis di rumah nggak perlu mikirin laporan praktik, mengurus uang belanja. Ingin deh kayak mereka.”

Keluh kesah selama melanjutkan pendidikan sebenarnya tidak ada faedahnya. Itu pilihanmu. Itu jalanmu. Kamu yang memilihnya. Seharusnya, kamu bersyukur bisa kuliah, mendapatkan ilmu yang tidak mereka dapatkan. Kita selangkah lebih maju daripada mereka. Syukuri saja nikmat Tuhan yang diberikan pada kita. Jangan banyak mengeluh sebab, keluhanmu tidak ada obatnya. Obatnya ya dirimu sendiri. 

Coba deh kamu merenung sejenak, ada jutaan orang lulusan SMA yang ingin melanjutkan pendidikan seperti kamu tapi, mereka terkendala berbagai macam hambatan seperti keuangan, tradisi dan bahkan kemampuan otak. Seharusnya kalian bangga menjadi seorang mahasiswa-mahasiswi. Sebab, kalian adalah orang yang berpendidikan tinggi, sedangkan mereka hanya berijazah SMA yang dipandang sebelah mata.

Melanjutkan pendidikan adalah pilihanmu yang kalian tempuh pasca SMA. Nyaman tidak nyaman harus dilakukan. Masalah hasil, biar Tuhan yang menentukan. Perjuangkan pendidikanmu karena ini penting bagi masa depanmu kelak. Memang berat dan sulit menjalankan kehidupan di bangku kuliah. Jadi, manfaatkan betul masa kuliahmu dengan benar. Buat orang tuamu bangga karena mereka yang membiayai kamu hingga lulus kuliah. Mereka pulalah yang membesarkanmu semenjak dalam kandungan. Terus berjuang meski berat dan jangan pernah menyerah pada keterbatasan.

Melangsungkan Pernikahan

Sebagian di antara kita saat lulus SMA pasti ada salah satu yang melangsungkan pernikahan. Satu atau dua orang dalam satu lulusan. Entah tiga bulan maupun enam bulan setelah lulusan. Kebanyakan itu adalah perempuan. Coba kalian ingat-ingat lagi teman kalian yang menikah habis lulus SMA. Ada ya?

Beberapa teman kita yang melangsungkan pernikahan setelah lulus SMA dengan usia sebelia itu ternyata ditengarai oleh berbagai faktor yakni.

1.Tuntutan dari orang tua.

Orang tua yang memiliki anak gadis akan menyegerakan pernikahan anak gadisnya. Sebab, khawatir terhadap pergaulan anaknya dan lebih protektif terhadap kehormatan anak gadisnya. Selain itu, ada pernyataan tak tertulis “wong wadon kuwi anggone ning  pawon, sak dhuwur-dhuwure kedidayaan wong wadon luwih dhuwur wong lanang” artinya perempuan itu tempatnya di dapur, setinggi-tingginya pangkat perempuan masih lebih tinggi kedudukan laki-laki. 

Dengan ini banyak orang tua khususnya pada masyarakat pedesaan lebih memilih menikahkan putrinya ketimbang menyekolahkan ke perguruan tinggi setelah lulus SMA.

Mengenai aturan tersebut, saya menyayangkan akan hal itu. Saya akui bahwa perempuan memang spesialisasinya di dapur atau mengurus rumah tangga. Namun, alangkah lebih baiknya juga dibekali pendidikan tinggi agar mendapatkan kesetaraan yang sama seperti layaknya laki-laki. Apakah tidak pantas seorang perempuan memiliki kedudukan yang lebih tinggi?

2.Hubungan terlewat batas.

Pada masa SMA, kita mungkin menjalani kisah-kasih dengan teman sekolah atau dengan orang lain. Saking percayanya kita akan janji manis si laki-laki untuk menikahinya dan memberikan harapan kebahagiaan di esok hari. Maka, si perempuan tidak segan memberikan kehormatannya kepadanya. 

Nah, setelah hal itu terjadi akan timbul suatu masalah bukan? Masalah itu yang mengantarkan mereka ke jenjang pernikahan karena, sudah terjadi hamil pranikah. Maka, setelah lulus SMA maupun belum lulus SMA harus melangsungkan pernikahan sebelum rasa malu orang tua sebesar bola pingpong, eh sebesar dunia ya. Meskipun ditutupi dengan berbagai macam cara tetap saja masyarakat mengetahui kenyataan senyatanya.

Hubungan kelewat batas ini dapat kita antisipasi dengan membatasi jarak dengan pasangan, terlebih tidak ingin menanggung dosa di kehidupan berikutnya dan menanggung malu sebesar gunung. Apalagi kita masih muda, jelas emosional belum matang dalam menghadapi problem pernikahan. Oleh karena itu, saya berpesan jaga jarak dengan pasangan kamu meski kamu cinta dunia akhirat tapi, sebelum ada ikatan sah agama jangan memberikan apa yang seharusnya tidak diberikan kepadanya.

Menikah itu gampang. Kawin itu juga nggak susah. Masalahnya adalah kehidupan pasca menikah, membina rumah tangga, dan mempertahankan. Permasalahan yang hadir dalam bahtera rumah tangga seyogianya menjadi bumbu kisah-kasih membangun keluarga harmonis dan bahagia. 

Bukan malah mendatangkan masalah baru. Mereka yang memilih menikah atau dipaksa menikah setelah lulus SMA, tidak berpikir secara matang akan hal ini. Makanya mereka yang memilih menikah muda, dengan tingkat kematangan pemikiran belum optimal serta sikap emosional labil mengakibatkan pertengkaran dalam rumah tangga. Syukur-syukur tidak terjadi perceraian.

“Enak ya, yang kuliah atau bekerja tidak usah ngurus suami, gak perlu menggendong bayi setiap waktu, nggak pernah nyuciin baju suami. Hanya mikir dirinya sendiri, bebas banget jadi lo sih. Uang buat jajan aja nggak usah nunggu suami. Duh ribet banget nih hidup,” kata mereka yang telah menikah. Komentar seperti ini pasti ada pada kalian yang menikah setelah lulus SMA. Saya sadari dengan segala keterbatasan tersebut, menjadi belati pernikahan yang dapat menyayat ikatan rumah tangga.

Sangat beruntung orang-orang yang sudah melangsungkan pernikahan sebab terbebas dari jeratan jomblo atau single. Hingga artikel ni terbit, saya masih jomblo. Bukan nggak laku, emang nggak dijual. Beruntung dalam artian terhindar dari perilaku asusila (berhubungan pranikah, seks bebas atau lain-lain). 

Dengan menikah kalian memiliki pelindung yang setia dunia akhirat. Sepatutnya harus banyak bersyukur, ada yang ngasih uang tiap bulan, ada yang ngasih perhatian tiap waktu, ada yang menemani saat tidur. Sangat berbeda 180° sama anak indekos, boro-boro uang bulanan waktu tidur aja nggak ada gulingnya.

Memilih menikah bukan berarti mereka gagal dan menyesal pada keadaan. Hanya saja tidak ada kesempatan dalam keterbatasan yang dihadapi hingga akhirnya mereka memilih untuk menikah. Memilih menikah pun harus siap dengan segala prahara yang menimpa, jangan sampai kata perceraian merusak fondasi keluarga yang terbangun kokoh. 

Hadapi masalah dengan kepala dingin dan saling mengingatkan kebaikan dan ketulusan agar tetap utuh. Maka menikahlah dengan benar dan baik karena, menikah itu ibadah dan jauhi segala bentuk pertengkaran rumah tangga. Sebab, secantik apa pun paras wanita namun, menyandang gelar janda maka tiada berharga di mata lelaki. Pertahankan pernikahanmu sesungguhnya menikah itu kehidupan terberat dalam dunia ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun