Mohon tunggu...
Bayti Lidyaning Islami
Bayti Lidyaning Islami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

anyone can be anything

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penipuan Dalam Jual Beli Online: Kaidah, Norma, dan Aturan Hukum, Analisis Pandangan Aliran Positivisme Hukum dan Sosiological Jurisprudence

30 September 2024   16:26 Diperbarui: 7 Oktober 2024   14:20 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Bayti Lidyaning Islami

NIM : 222111246

Kelas : HES 5E

Mata Kuliah : Sosiologi Hukum

Sejalan dengan perkembangan masyarakat dan teknologi, manusia semakin tinggi memanfaatkan fasilitas teknologi digital untuk berinteraksi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hampir semua aktivitas perekonomian di dunia menggunakan sistem elektronik, salah satu segi aktivitas ekonomi yaitu jual beli online melalui internet. Dalam jual beli via intenet, toko berbasis web memang rentan akan penipuan. Pastikan belanja di website online yang dapat diandalkan. Bahayanya uang akan diteruskan ke penjual meskipun produk tidak dikirim dan tidak pernah dikirimkan selamanya. Faktanya jual beli online banyak terjadi permasalahan yang menimbulkan kerugian bagi para konsumen atau pembeli, seperti kualitas barang yang dijual tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah dicantumkan, dan pembeli sudah melakukan pembayaran (transfer uang) namun barang tidak kunjung diantar. 

Dari sini terjadi potensi penipuan yang sangat tinggi dan juga yang nantinya akan menimbulkan kerugian bagi para pembeli dan masih banyak lagi permasalahan yang terjadi dalam jual beli online. Dalam jual beli online, penjual harus memiliki sikap yang baik yaitu menepati janji, menepati waktu, memperbaiki kelemahan dan kekurangan, memperbaiki kualitas barang dan tidak boleh menipu atau berbohong. Karena itu, penjual harus senantiasa amanah, terbuka, jujur, melayani secara optimal, dan berbuat baik kepada setiap orang, khususnya pembeli dan pelanggan. Dengan sifat tersebut, pelaku usaha harus bertanggungjawab dalam melaksanakan tugasnya. 

Kaidah-Kaidah Hukum Terkait Kasus Penipuan Jual Beli Online

Kaidah hukum adalah aturan atau prinsip yang mengatur perilaku individu dan masyarakat dalam suatu sistem hukum. Melihat konteks jual beli online, kaidah hukum atau prinsip umum yang wajib dilakukan sebagai berikut:

  • Prinsip Kerelaan (Ridhaiyyah): Transaksi harus dilakukan dengan kesepakatan tanpa paksaan. Kedua belah pihak harus bebas dari intimidasi dan penipuan, serta wajib memberikan informasi yang lengkap dan benar agar tidak terjadi ketidakadilan informasi.
  • Prinsip Keadilan: Penjual dan pembeli harus bersikap adil satu sama lain. Ini termasuk menetapkan harga yang wajar dan menghindari praktik monopoli
  • Prinsip Kejujuran: Informasi yang diberikan dalam transaksi harus objektif dan akurat. Setiap bentuk penipuan baik verbal maupun non-verbal dilarang.
  • Prinsip Kebebasan: Pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi memiliki hak untuk memilih dan membuat keputusan tanpa tekanan, selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.

Norma-Norma Hukum Terkait Kasus Penipuan Jual Beli Online

Dalam transaksi jual beli online, ada beberapa norma yang harus diikuti untuk memastikan transaksi berjalan dengan aman dan sah secara hukum. Berikut adalah beberapa norma yang relevan:

  • Syarat Sahnya Perjanjian: Diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata yang menetapkan ada 4 syarat yaitu kesepakatan para pihak, kecakapan untuk membuat perjanjian, Suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal.
  • Perlindungan konsumen: Dalam transaksi online, penting untuk melindungi data pribadi konsumen dari kebocoran atau penyalahgunaan. Dan dalam jual beli online ini, pembeli mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang benar dan jelas tentang barang yang dibeli, dan hak untuk mendapatkan ganti rugi jika barang yang diterima tidak sesuai dengan kesepakatan.
  • Kewajiban penjual: Pasal 7 UU Perlindungan Konsumen menetapkan kewajiban penjual, antara lain menyerahkan hak milik atas barang, menanggung kerugian dan cacat tersembunyi, memberi informasi yang jujur benar dan jelas.

Aturan-Aturan Hukum Terkait Kasus Penipuan Jual Beli Online 

Aturan hukum adalah ketentuan tertulis yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang dan mengatur perilaku individu serta masyarakat dalam suatu sistem hukum. Berikut aturan hukum dalam kasus jual beli online:

  • Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Pasal 28 ayat (1). Mengatur larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenakan sanksi pidana.
  • Pasal 378 Kita Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengatur tentang penipuan secara konvensional, yaitu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Meskipun Pasal 378 KUHP tidak secara langsung mencakup penipuan online, namun perbuatan penipuan online dapat dihukum berdasarkan Pasal 378 jika unsur-unsurnya terpenuhi.
  • Peraturan Pemerintah (PP) No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik. Peraturan ini bertujuan untuk meningkatkan keamanan, kepercayaan, dan kenyamanan dalam melakukan transaksi elektronik, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan sistem elektronik.
  • Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Aturan ini mengatur beberapa hal diantaranya mengatur peran dalam transaksi PMSE, menjelaskan bahwa pelaku usaha harus menyediakan kontrak digital yang berisi detail produk dan pembayaran.

Analisis Pandangan Aliran Positivisme Hukum Terkait Kasus Penipuan Jual Beli Online

Pandangan positivisme hukum terkait kasus penipuan jual beli online menekankan pada penerapan hukum yang ada tanpa mempertimbangkan nilai-nilai moral atau etika. Dalam konteks penipuan jual beli online, positivisme hukum memandang bahwa hukum harus ditegakkan untuk melindungi kepentingan konsumen dan mencegah penipuan. Hukum harus melindungi keamanan konsumen dari penipuan jual beli online. Konsumen memiliki hak untuk memperoleh barang atau jasa yang sesuai dengan kesepakatan dan tidak boleh dirugikan oleh penipuan. Dan hukum harus memberikan kepastian hukum bagi konsumen dan pelaku usaha. Dengan demikian, konsumen dapat mempercayai pelaku usaha dan pelaku usaha dapat mempercayai konsumen. Maka dalam hal ini, hukum harus memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku penipuan untuk mencegah terjadinya penipuan lainnya.

Namun, pandangan positivisme hukum juga mendapat kritik karena dianggap terlalu fokus pada aspek hukum dan tidak memperhatikan aspek sosial dan ekonomi. Kritik lainnya adalah bahwa pandangan positivisme hukum tidak memperhatikan kemampuan pelaku usaha untuk mematuhi hukum dan tidak memperhatikan kemampuan konsumen untuk memahami hukum. Dengan demikian, pandangan positivisme hukum terhadap penipuan jual beli online memandang bahwa hukum harus ditegakkan untuk melindungi kepentingan konsumen dan mencegah penipuan.

Analisis Pandangan Aliran Sociological Jurisprudence Terkait Kasus Penipuan Jual Beli Online

Pandangan Sociological Jurisprudence terkait kasus penipuan jual beli online menekankan pentingnya memahami hukum dalam konteks sosial, budaya, dan ekonomi di mana hukum tersebut diterapkan. Sociological Jurisprudence berargumen bahwa hukum adalah hasil dari norma dan nilai yang berkembang dalam masyarakat. Dalam konteks penipuan jual beli online, fenomena ini mencerminkan perubahan perilaku sosial akibat kemajuan teknologi dan penggunaan internet. Penipuan online sering kali muncul karena adanya kesenjangan antara perkembangan teknologi dan pemahaman hukum di masyarakat. Penipuan dalam jual beli online tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga dapat berdampak negatif pada kepercayaan publik terhadap transaksi elektronik secara keseluruhan. Hal ini dapat menyebabkan penurunan partisipasi masyarakat dalam ekonomi digital dan menciptakan ketidakpastian di pasar. 

Dari perspektif sociological jurisprudence, penegakan hukum terhadap penipuan jual beli online harus mempertimbangkan konteks sosial dan upaya pencegahan yang lebih luas, termasuk edukasi masyarakat, keterlibatan Stakeholder, dan penyesuaian hukum. Dengan demikian, pandangan sociological jurisprudence terhadap penipuan jual beli online memandang bahwa hukum harus memperhatikan faktor-faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan konsumen. Oleh karena itu, hukum harus memberikan sanksi yang tidak hanya berfokus pada pelaku penipuan, tetapi juga memperhatikan faktor-faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi perilaku pelaku usaha dan konsumen. 

#uinsaidsurakarta2024 #muhammadjulijanto #prodihesfasyauinsaidsurakarta2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun