Mural kini memiliki tempat baru di Industri, mural seperti produk penanda zaman ini, ketika semua pemilik lahan usaha berlomba -- lomba meningkatkan citra bisnisnya dengan menuangkan seni jalanan kedalam ruangan. Diawali oleh pengusaha-pengusaha besar dan produk-produk populer seperti Starbuck pada dindingnya, Nike pada Iklannya, Chanel pada produk -- produk yang dimilikinya dan sekarang setiap dinding cafe di Indonesia memiliki mural. Relasi karya seni ini dengan kapitalisme, lebih nyata dan gamblang dibanding dengan hubungan karya seni modern dan dunia galeri, kurator, dan medan seni rupa konvensional lainya karena berhubungan secara langsung dengan konsumen dalam jumlah besar.
Kembali pada Karya Bayu Santosa di kantor CJI, proses yang melatar belakangi dibuatnya mural disana adalah CEO yang menurut pengakuanya kerap kali mengadakan rapat di Caf atau Restoran membuatnya kerap melihat mural, dari sana ia terisnpirasi untuk memiliki mural untuk dirinya sendiri pada ruang tempat kerjanya, kepopuleran mural dapat merubah selera dan pemikiran seseorang hal ini tentu bukan hanya dari dorongan betapa bagus dan baiknya wujud visual mural yang dilihatnya namun juga CEO tersebut menyadari kepopuleran mural dan merasa perlu menjadi salah satu bagian didalamnya, Karyawan yang juga didominasi kaum millennial melihat mural tersebut sebagai hiburan atau entertainment di ruang kerja, melihat sebelumnya kantor tersebut hanya memiliki dinding berwarna hitam, pola aktivitas yang terjadi pun berubah, menurut wawancara pada beberapa karyawan perempuan di dapatkan hasil berikut:
-Karyawan biasanya bekerja diruangan masing -- masing kini mulai berkumpul diruangan dengan mural tersebut untuk sekedar ngobrol sambil ngopi.
-Karyawan mengaku bila dibandingkan dengan ruangan lain, ruangan tersebut lebih terasa cerah dan menenangkan.
-Karyawan yang sebelumnya selalu makan di luar kantor kini mereka makan siang di dalam ruangan dengan mural tersebut.
-Karyawan merasa ruangan tersebut jauh dari kesan kantor yang selama ini mereka rasakan, ruangan tersebut kini lebih berkesan santai.
Menurut Karl marx ideologi selalu melatarbelakangi penilaian tentang kebenaran kondisi sosial. Menurutnya, dengan kajian 'esensi' serta 'penampakan' terdapat kebenaran pada pembentukan komoditas. Karenanya segala sesuatu yang dipikirkan manusia tidak bebas, namun mereka terbelenggu oleh sistem kapitalis. Sehingga apa yang dapat kita lakukan adalah menerimanya bukan melawanya, hal ini akhirnya melahirkan budaya baru yang dapat kita sebut sebagai budaya populer, berbagai hal dan rasa yang dimunculkan oleh manusia berdasarkan pengalamannya. Seperti pandangan Karyawan diatas yang tidak melihat Mural sebagai bentuk Vandalisme melainkan bagian dari Desain Interior ruangan itu sendiri.
Bagaimana Mural menarik konsumen, menurut Karl Marx pendekatan materialisme historis mempercayai jika penggerak dari sejarah manusia meurpakan konflik kelas. Masyarakat dibentuk melalui sebuah konflik, apa yang terjadi saat ini adalah bagi generasi Millenial menjadi suatu bagian dari sebuah budaya populer adalah hal yang utama, bagi pemilik lahan usaha Mural dijadikan sebagai salah satu Identitas yang mereka miliki, dan bagi konsumen Mural dijadikan kekuatan untuk menunjukan identitas siapakah mereka ini.Â
Contoh saat konsumen datang ke Filosofi kopi tentu mereka akan menyempatkan untuk berfoto didepan mural bergambar Logo Filosofi kopi lalu memepersilahkan audiens mereka di media sosial untuk melihatnya, hal ini memunculkan konflik sosial dimana audiens yang berasal dari berbagai kelas masyarakat mulai berpikir untuk menjadi bagian dari gerakan tersebut agar mendapatkan pengakuan dari orang lain bahwa mereka adalah bagian dari apa yang sedang populer sekarang dan mereka menjadi penanda zaman tersebut. pola ini terus berulang menyisahkan pendapat bahwa mereka yang tidak mengikuti gerakan tersebut adalah mereka yang tertinggal dan tidak menarik.Â
Pada kasus diatas Fungsi mural cukup kuat karena selain logo mural adalah salah satu bagian yang paling mudah untuk diidentifikasi lewat sebuah foto, disini mural mewakili seluruh gaya hidup yang ditawarkan oleh caf tersebut. Hal ini tentu jarang disadari Generasi Millenial bahwa pergerakan mural mampu mengubah manusia dan lingkunganya seperti yang penulis ungkapkan pada awal penulisanya saat fungsi mural sebagai seni jalanan memunculkan berbagai emosi dari yang melihatnya, kini mural di dalam ruangan yang menciptakan sebuah gerakan yang dapat mendukung gaya hidup generasi Millenial.
Kesimpulan