Beberapa minggu terakhir ini saya, dan mungkin kita semua, dibanjiri berita-berita politik yang amat begitu banyak. Mulai dari pemberitaan seputar pasangan calon presiden yang tidak henti-hentinya membanjiri beranda media sosial kita, hingga kontroversi yang mengiringi setiap pasangan calon presiden, saya yakin masyarakat lebih tertarik dengan yang satu ini terlihat dari bagaimana kita lebih banyak memperdebatkan kejadian kontroversi pasca debat presiden alih-alih membahas gagasan-gagasan yang didebatkan.
Dari sekian banyak berita yang menghampiri beranda medsos saya, baru-baru ini ada dua berita yang membuat jari saya berhenti menggulirkan beranda Instagram. Berita pertama membahas tentang pelanggaran kampanye politik yang dilakukan banyak calon legislatif dari banyak partai.
Masalah muncul ketika para pejuang kursi wakil rakyat itu tidak pandang bulu dalam menempelkan poster bergambar dirinya di sudut-sudut ruang publik, hingga pohon pun menjadi media yang dipandang strategis untuk ditempeli poster.
Mereka lupa, atau bahkan tidak tahu, bahwa menempelkan poster kampanye politik di pohon menyalahi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 15 tahun 2023 yang berbunyi: bahan kampanye dilarang ditempelkan di tempat umum seperti taman dan pohon.
Sontak hal ini membuat sebagian warga geram hingga mencoret-coret poster dengan cap bertuliskan "Tersangka Penusukan Pohon".
Berita kedua masih berkaitan dengan bahan kampanye politik. Berbeda dengan berita pertama yang hanya mengundang kemarahan dan sumpah serapah masyarakat. Kejadian kedua ini harus memakan korban yang membuatnya mendapat 12 jahitan di rumah sakit.
Disadur dari Kompas.com, pasangan suami istri tengah asyik berboncengan di Jalan Gatot Subroto. Sesampainya di Flyover Kuningan, ada bendera parpol yang tanpa diduga jatuh mengenai mereka. Korban yang tidak siap dengan jatuhnya bendera, harus rela dilarikan ke rumah sakit sambil mengerang kesakitan.
Dari dua peristiwa di atas, kita belajar bahwa bahan kampanye politik yang semula hanya merusak pemandangan kini sudah ada di tahap mengancam nyawa. Bila saja para calon wakil rakyat itu mau untuk meredam nafsu politiknya sesaat dan merenungkan kembali aturan dan moralitas dalam berkampanye, tentu kejadian seperti bahan kampanye yang mencelakakan bisa dihindari.
Berbicara tentang bahan kampanye politik, ternyata baliho fisik tetap menjadi primadona dalam mempromosikan calon legislatif atau eksekutif di pemilu kali ini. Dalam sudut pandang keilmuan, baliho politik dirancang untuk menciptakan kesadaran (awareness)Â yang mengharapkan masyarakat untuk mengetahui bahwa seseorang itu telah menjadi calon wakil rakyat di daerah pemilihan mereka.
Setelah tahap awareness, biasanya tahap berikutnya adalah pembentukan sikap dan opini (attitudes and opinion), lalu diakhiri ajakan (behaviour).
Biasanya ada tiga informasi yang bisa kita ambil dari sebuah baliho politik, yaitu: nama calon, nomor urut calon, dan gambar calon yang sedang mengepalkan tangan. Tidak banyak informasi yang bisa kita harapkan, apalagi berharap baliho-baliho itu menyertakan visi misi yang dapat memberikan kita alasan mengapa harus memilih dia. Paling banter kita hanya akan disuguhi slogan-slogan mereka yang memikat itu.
Tadinya saya berharap di pemilu tahun ini mata saya tidak akan banyak diracuni oleh baliho-baliho politik. Mengingat bahwa media digital sekarang lebih relevan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan laporan dari We Are Social (2023), pengguna internet di Indonesia telah menyentuh angka 212,9 juta, angka itu setara 77% dari total populasi Indonesia.
Jelas bahwa kegiatan kampanye politik di ranah digital sudah lebih dari cukup untuk menjangkau dan merayu masyarakat, alih-alih memaksakan kampanye politik dengan cara lama yang tidak hanya mahal, tetapi juga membawa kemudaratan bagi masyarakat di sekitarnya.
Saya yakin saat artikel ini ditulis, masih banyak Kompasianer di luar sana yang merasa dihantui oleh baliho-baliho politik yang berseliweran. Kita harus mulai kembali terbiasa seperti pemilu-pemilu sebelumnya, paham bahwa pertarungan sengit tidak hanya terjadi di dalam ring debat, tetapi juga memenuhi jalan-jalan yang kita lalui.
Ah. Mari kita doakan saja, semoga calon-calon wakil rakyat di pemilu berikutnya lebih futuristik dan canggih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H