Biasanya ada tiga informasi yang bisa kita ambil dari sebuah baliho politik, yaitu: nama calon, nomor urut calon, dan gambar calon yang sedang mengepalkan tangan. Tidak banyak informasi yang bisa kita harapkan, apalagi berharap baliho-baliho itu menyertakan visi misi yang dapat memberikan kita alasan mengapa harus memilih dia. Paling banter kita hanya akan disuguhi slogan-slogan mereka yang memikat itu.
Tadinya saya berharap di pemilu tahun ini mata saya tidak akan banyak diracuni oleh baliho-baliho politik. Mengingat bahwa media digital sekarang lebih relevan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan laporan dari We Are Social (2023), pengguna internet di Indonesia telah menyentuh angka 212,9 juta, angka itu setara 77% dari total populasi Indonesia.
Jelas bahwa kegiatan kampanye politik di ranah digital sudah lebih dari cukup untuk menjangkau dan merayu masyarakat, alih-alih memaksakan kampanye politik dengan cara lama yang tidak hanya mahal, tetapi juga membawa kemudaratan bagi masyarakat di sekitarnya.
Saya yakin saat artikel ini ditulis, masih banyak Kompasianer di luar sana yang merasa dihantui oleh baliho-baliho politik yang berseliweran. Kita harus mulai kembali terbiasa seperti pemilu-pemilu sebelumnya, paham bahwa pertarungan sengit tidak hanya terjadi di dalam ring debat, tetapi juga memenuhi jalan-jalan yang kita lalui.
Ah. Mari kita doakan saja, semoga calon-calon wakil rakyat di pemilu berikutnya lebih futuristik dan canggih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H