Mohon tunggu...
Bayu Firmansyah
Bayu Firmansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis yang menulis

Seorang mahasiswa magister Komunikasi yang gemar membaca buku dan menonton anime di waktu senggang. Menulis sebagai ajang pelampiasan atas keresahan yang dialami sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Nilai Guna Seekor Kucing

7 Januari 2024   15:05 Diperbarui: 7 Januari 2024   15:11 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kucing Orange | Unsplash.com

Untuk kesekian kalinya, Ibu kami mengeluhkan kelakuan si Poni, kucing kami yang selalu memiliki siasat untuk mencuri makanan kucing di atas lemari. 

Sebenarnya, di banyak kasus bukan salah dia juga mengambil makanan kucing yang tergeletak di lemari terbuka atau di meja. Kucing mana yang tidak tergoda untuk merampas makanan yang tergeletak begitu saja. 

Tapi tentu, aku memahami Ibu kami yang sedang melemparkan kesalahannya yang lupa menyimpan kembali makanan kucing ke pihak yang tidak akan bisa membela dirinya.

Dalam keluarga kami, memelihara hewan sudah menjadi budaya yang muncul bersamaan dengan terbentuknya keluarga ini. Bila saja Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mengizinkan, pastilah sudah kami sertakan mereka ke dalam anggota Kartu Keluarga. 

Ayah dan Ibu kami begitu gemar memelihara ayam. Selain mudah diurus, mereka bisa menjadi sumber ketahanan pangan keluarga dengan telur-telurnya yang melimpah.

Di lain waktu, ayam-ayam itu juga bisa menjadi sumber pendapatan tak tetap kala ekonomi keluarga sedang terhimpit, dengan cara menjualnya ke tetangga atau penjual ayam. Sungguh jenis peliharaan yang mendukung keberlangsungan keluarga di banyak aspek kehidupan.

Selain ayam, keluarga kami juga kerap memelihara ikan, baik di kolam maupun di akuarium. Untuk yang satu ini, adik kami yang mendapat mandat agar bisa merawat dan memastikan ikan-ikan tidak kekurangan pakan. 

Ikan-ikan yang ada di kolam nantinya akan kami jadikan sumber bahan makanan bila usia dan ukurannya sudah pas. Sedangkan ikan-ikan di akuarium diperuntukan untuk menjadi hiasan yang mempercantik ruangan di kala tamu datang berkunjung. Lagi-lagi jenis peliharaan yang memiliki nilai guna yang tinggi.

Aku sendiri cenderung menyukai kucing sejak kecil, tak jarang sewaktu dulu pulang dari bermain bersama kawan-kawan, aku biasa memungut kucing-kucing jalanan untuk dipelihara. Meski ketika sampai di rumah aku terpaksa melepaskan mereka kembali karena tidak mendapat izin Ibu yang memiliki sentimen negatif terhadap hewan berbulu ini. 

Katanya, mengurus kucing itu sulit, ia akan buang air di mana saja, mencuri makanan di dapur, bahkan mengundang kucing lain untuk berkunjung ke rumah. 

Ketakutan terbesarnya adalah si kucing kelak akan hamil dan kerumitan mengurusnya akan berlipat ganda karena harus turut mengurus anak-anaknya juga. 

Di saat yang bersamaan, kucing tidak memiliki nilai guna sebanyak ayam atau ikan. Ia tidak bisa disembelih lalu menjadi kudapan keluarga, pun tidak bisa dijual karena tentu tidak ada orang yang membutuhkan kucing liar untuk dipelihara.

Singkat cerita, aku selalu mengalami kekalahan ketika berdebat dengan orang tua dikala memiliki niatan untuk memelihara kucing. Meskipun, di satu atau dua kesempatan, mereka pernah mengizinkan aku untuk memelihara kucing, tentunya setelah pusing mendengar raungan ala anak kecil yang menyakitkan telinga. 

Setelah mendapat izin memelihara kucing, seakan memvalidasi ketakutan Ibu sebelumnya, kebanyakan dari kucing-kucing itu malah berlaku kurang ajar. Mencuri ikan di meja, buang air di kursi, meninggalkan jejak kaki kotor, dan sederet kelakuan buruk lainnya yang membuat keadaanku semakin terpojok. 

Dasar kucing keparat! 

Dia tidak tahu perjuanganku yang berdarah-darah dalam mengusahakan hak hidupnya di keluarga ini, malah mendapat balasan yang membuatnya terlempar kembali ke jalanan.

Setelah bertahun-tahun tidak pernah lagi mencoba memelihara kucing, rupanya kebiasaan aku yang suka memungut kucing masih saja bersemayam dalam diri. 

Pertemuan dengan si Poni di posko KKN menjadikanku gelap mata. Tanpa pikir panjang, aku langsung meminta izin kepada pemilik posko untuk turut membawa si Poni pulang ke rumah. Kebetulan mereka sudah memiliki cukup banyak kucing, sehingga proses pengalihan majikan tidak memakan terlalu banyak bujukan.

Pasca sampai ke rumah, Ibu yang terbelalak melihat aku membawa kucing dari tempat KKN tidak bisa berbuat apa-apa, tidak mungkin mengembalikan si kucing ke pemiliknya yang jauh, tidak bijak juga bila harus melepasnya di jalanan yang tidak si kucing kenal. Maka, dengan berharap si kucing bisa kooperatif dan tidak mengulangi kesalahan pendahulunya, jadilah ia anggota keluarga kami yang kesekian. 

Butuh waktu beberapa bulan sebelum kucing ini benar-benar diterima di keluarga kami. Beruntunglah usia si kucing masih sangat belia waktu itu, sehingga ia bisa mempertontonkan kelucuan dan kegemasannya kepada anggota keluarga yang lain. Sebuah taktik merebut hati yang cukup efektif. Seakan ia sedang menunjukkan nilai gunanya kepada kami, yaitu sebagai bahan hiburan. Sebuah poin yang tidak dimiliki ayam dan ikan, karena kami tidak mungkin mengelus-ngelus ayam yang bau kotoran atau mengelus ikan yang bau air kolam.

Seiring berjalannya waktu, si kucing terlihat jumawa karena merasa bahwa jasanya begitu besar dalam memberikan ketentraman dan keharmonisan keluarga. Ia bahkan tidak segan untuk masuk ke dalam kamar melalui jendela di malam hari dan berbagi ranjang yang sama denganku. Sebagai gantinya, ia rela tubuhnya dijamah oleh kami yang gemas melihatnya. 

Si Poni menyadarkan kami bahwa setiap hewan memiliki nilai gunanya sendiri, tidak harus selalu bernilai ekonomis seperti ayam dan ikan, atau kambing dan sapi. Tapi cukup dengan kelucuan dan kegemasan yang mampu meluluhkan dan menenangkan siapa saja yang membelainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun