Karena tragedi ini 500 orang dikabarkan meninggal dunia, 100 di antaranya mengalami pemenggalan kepala oleh Suku Dayak. Pemenggalan ini dilakukan oleh Suku Dayak karena mereka ingin mempertahankan wilayah yang saat itu mulai dikuasai oleh Suku Madura. Konflik di sampit ini ibarat film durasinya paling lama. Mungkin bisa 1000 lebih episode. Tapi ini bukan sebuah sejarah yang layak untuk dipertontonkan sebagai film.
Biarlah cukup dikenang sebagai kenangan berhqrga bagi generasi berikutnya yang kemudian bisa dijadikan pelajaran bahwa tidaklah ada faedahnya sama sekali sebuah permusuhan.
Itulah sekedar ilustrasi yang terjadi di negara kita meskipun sebenarnya masih banyak kasus yang lain yang tidak kalah mengerikan. Barangkali dari beberapa kasus tadi cukup mewakili sebagai ilustrasi yang bisa dijadikan pengingat bagi kita bahwa betapa pentingnya sebuah toleransi dalam keberagaman suku, agama, dan RAS. Di mana keberagaman ini menurut ilmu sosiologi dikenal sebagai titik pandang horizontal. Sehingga konfik yang terjadi digolongkan sebagai konflik horizontal.
Perbedaan secara vertikal dengan adalanya lapisan dalam masyarakat “Sosial Stratication”, seperti pangkat kedudukan, atau yang disebut kelas sosial. Semua ini juga sangat sensitif dalam masyarakat, apa lagi ketika musim musim politik hal ini akan terasa sekali efeknya. Namun kita percaya bahwa bangsa ini adalah bangsa yang beradab, bangsa yang selalu menjunjung tinggi nilai persatuan.
Dan justru dari keberagaman ini menjadi motivasi terwujudnya persatuan dan kesatuan dalam satu ikatan yang kuat yakni Tanah Air Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ciri bangsa Indonesia yang terdapat pada lambang negara Republik Indinesia, yaitu Burung Garuda Pancasila hendaknya selalu dilestarikan dan dijadikan dasar bagi persatuan dan kesatuan Bangsa.
Perbedaan itu nyata, dan perbedaan itu indah apabila kita bisa menyerasikan. Perbedaan tidak boleh dijadikan sebab terjadinya perselisihan dan perpecahan dalam masyarakat.
Kasus George Floyd biarlah menjadi pelajaran bagi kita untuk selalu memegang teguh nilai persatuan dan kesatuan negara kita yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai sila ke tiga dari Pancasila yang baru saja kita peringati kemaren, yakni tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari lahirnya Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H