Mohon tunggu...
Politik

Ketika Rizal Ramli Membongkar Kejahatan Lino

30 Oktober 2015   10:55 Diperbarui: 30 Oktober 2015   13:35 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kasus Pelindo yang membawa korban Komjen Budi Waseso atau lebih dikenal Komjen Buwas mengundang pertanyaan besar bagi Publik. “Ada Apa di Pelindo?” Karena bukan main main kasus ini bila terbongkar akan menyeret banyak pejabat tinggi negara.

Kasus ini telah menjadi perhatian penting politik, pertama : Fraksi PDI Perjuangan dengan lugas menolak pencopotan Komjen Buwas, karena dibalik pencopotan itu dilihat ada unsur kekuatan yang bermain, dan kekuatan itu justru melindungi RJ Lino orang yang jadi Sjahbandar Pelabuhan dimana bisnisnya saling berkelindan. Kedua, ada kejanggalan dalam penyingkiran Komjen Buwas, dimana dengan terang terangan RJ Lino di depan wartawan menelpon Menteri Bappenas Sofyan Djalil yang selama ini dikenal sebagai “Orangnya Jusuf Kalla” dan kemudian JK juga ikut campur dalam persoalan Lino, ketiga : Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN terindikasi ikut dalam pusaran jaringan bisnis RJ Lino, walaupun masih dianggap remeh gratifikasi mebel di Rumah Dinas Kementerian sudah dianggap sebagai bagian bentuk “Permainan Uang Negara”. Apakah kemudian ini ada kelanjutannya?

 

Pansus DPR Pelindo II berusaha membongkar Jaringan Bisnis RJ Lino yang dicatat dan banyak diketahui oleh Serikat Pekerja JICT, dan sudah jadi rahasia umum. Serikat Pekerja JICT mengetahui penyimpangan ini lalu memberikan beberapa dokumen kepada banyak anggota Parlemen, artinya Petinggi Parlemen harus mempertanyakan kebenaran ini :

 RJ Lino berkuasa di Pelindo II, semenjak tahun 2009 sampai dengan 2013 sudah melakukan investasi fisik dan non fisik sebesar Rp. 8,71 Trilyun, hal itu dilakukan untuk investasi :

 

  • Peralatan Bongkar Muat Crane yang dilakukan tanpa prosedur tender yang fair, inisiasi pengadaan kebanyakan langsung dari RJ Lino. Pengadaan dengan cara penunjukan langsung dan lelang yang dipermainkan . Vendor HDHM dan Narishi terindikasi mendapatkan perlakuan yang sangat khusus.

 

  • Pejabat yang sangat dipercaya melaksanakan investasi ini adalah Haryadi Budi Kuncoro, sebagai Senior Manager Peralatan, merangkap Dirut PT Jasa Peralatan Pelabuhan Indonesia (PT JPPI). – Anak perusahaan Pelindo II.

 

  • RJ Lino saat ini menempatkan Kusnan, eks Pegawai PT Bukaka Utama, sebagai Komisaris Utama PT JPPI. – Indikasi dari jaringan JK-.

 

 Penunjukan Langsung (PL) Konsultan Asing dan Domestik, diperkirakan nilai investasi lebih dari Rp. 500 Milyar. – Disini akan dibuka banyak intelektual yang terkenal kecipratan duit konsultan ini.

 

Investasi Simulator Crane dan Kapal senilai sekitar Rp. 20 Milyar, mangkrak karena tidak bisa dipakai.

Isteri Lino, Betty Sastra juga memiliki jaringan bisnisnya, ia bermain di ruang lingkup katering dan pertamanan di Pelindo II (Kantor Pusat, Cabang Pelabuhan Tanjung Priok dan KSO TPK Koja), ini dilakukan lewat kongsi terselubung PT Boboko Euis, yang dijalankan Ibu Hajjah Euis Tuty Rukiah.Pansus juga harus memperhatikan peran dari Irna Yuliarna, yang merupakan isteri dari Dede Martin, Direktur Pelindo II, yang juga merangkap dirut anak perusahaan PT MTI, Irna ini adalah kasir dari seluruh kegiatan Betty Sastra.

Investasi Kalibaru, yang diperkirakan senilai Rp. 46 Trilyun ditunjuk oleh RJ Lino untuk mendesain Kalibaru. Dalam pekerjaan di Kalibaru terdapat pekerjaan pengerukan yang dilakukan oleh Van Oord, Perusahaan Belanda yang di Indonesia dijalankan oleh Ali Kamal, Ali Kamal ini Boss dari PT Adi Purusa, Terminal Operator (TO) yang bekerja di Terminal III di Pelabuhan Tanjung Priok, Nah disinilah titik penting membongkar kasus RJ Lino, pihak Pansus harus membuktikan adanya “transfer dana pribadi antara Ali Kamal ke Rekening Pribadi RJ Lino”. Sementara di sisi lain RJ Lino selalu menebah dadanya dia ingin membangun pelabuhan untuk bangsa dan negara, yang jadi pertanyaan ada apa dibelakang proyek itu? Untuk melakukan operasinya, RJ Lino kerap bergandengan dengan tokoh tokoh penting dilingkaran kantor Wapres, tentunya dibawa arahan Sekondan-nya Sofyan Djalil. Dalam proyek ini Pelindo II, merilis obligasi dengan nilai 46 trilyun rupiah, padahal aset Pelindo II hanya 40 trilyun rupiah.

Selama enam tahun RJ Lino jadi Dirut di Pelindo kerap terjadi mismanajemen, bahkan bisa menyangkut gejolak sosial yang luar biasa. Ini harus jadi perhatian pihak Pansus juga. Ada beberapa yang harus diperhatikan :

Pertama, Kesembronoan RJ Lino dalam soal kasus Makam Mbah Priok (2010) bersama Pemda DKI harusnya Lino sebagai Boss di Pelindo II juga harus ikut bertanggung jawab terhadap penyelesaian persoalan yang banyak mengorbankan nyawa banyak orang.

 

 

Kedua, Pemogokan Karyawan Koja (2010) Mogok di Pelindo II berujung pada sikap keras Lino dengan memecat 33 Karyawan-nya.

Ketiga, Demo yang kerap terjadi karena Serikat Pekerja tau banyak soal penyimpangan yang terjadi di JICT dimana Lino menjadi pusat segala simpangan itu.

Pansus harus membongkar gerbang-gerbang bisnis Lino ini, hingga nanti terbongkar permainan besarnya, selain itu Pansus harus melihat kenapa Lino sedemikian beraninya dengan Menteri Perhubungan Jonan, sedemikian beraninya dengan Menko Maritim Rizal Ramli bahkan separuh mengancam pada Presiden Jokowi di depan publik.

 

Ketika Rizal Ramli Membongkar Kejahatan Lino

Ada tujuh pelanggaran Lino yang dibongkar Rizal Ramli di depan Pansus Pelindo II. Semua ini termuat dalam berita di media online bisnis kredibel "Katadata".

Pertama, Lino memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir dan melanggar Pasal 27 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 6 Tahun 2011. Perjanjian semestinya berakhir pada 27 Maret 2019. "Kenyataannya diperpanjang pada tahun 2014," kata Rizal di depan Panitia Khusus Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.

Kedua, perpanjangan tersebut tanpa melakukan perjanjian konsesi dengan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai regulator. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. "Pelanggaran ketiga, saudara Lino tidak mematuhi surat Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi tersebut," kata Rizal.

Menteri Koordinator Perekonomian di era Presiden Abdurrahman Wahid ini juga menuduh Lino tidak menggubris surat Komisaris Utama Pelindo II Luky Eko Wuryanto, tertanggal 23 Maret 2015, agar merevaluasi dan renegosiasi besaran up front fee dengan Hutchison Port Holdings (HPH). Dalam perjanjian 1999, up front fee sebesar US$ 215 juta plus US$ 28 juta, sekarang hanya US$ 215 juta.

Tudingan selanjutnya, perpanjangan tersebut tidak dilakukan dengan tender terbuka sehingga harga kompetitif tidak tercapai. Efeknya, bisa berpotensi terkena tuntutan Post Bider Claim dari peserta tender sejak 1999. "Dia juga mengabaikan keputusan dewan komisaris yang ditandatangani Komisaris Utama Tumpak Hatorangan Panggabean pada 30 Juli 2015," kata Rizal.

Terakhir, Rizal menyebut perpanjangan kontrak menimbulkan potensi kerugian negara berupa harga jual lebih murah dengan selisih uang muka US$ 28 juta. Selain itu, rendahnya penjualan JICT terlihat dari perbedaan kajian dua konsultan yang digandeng Lino dengan komisaris Pelindo II.

Studi yang dilakukan Lino dengan menggandeng Deutsch Bank pada 2014 menyebut valuasi JICT sebesar US$ 833 juta, uang muka US$ 215 juta dengan saham HPH 49 persen. Adapun Dewan Komisaris Pelindo II memilih untuk melakukan kajian sendiri dengan konsultan FRI pada 2015. Hasilnya, valuasi JICT sebesar US$ 854 juta dengan uang muka US$ 215 juta dan saham HPH 25 persen.

Atas semua tudingan tersebut Rizal mengatakan akan melayangkan surat kepada Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno. "Agar orang ini segera diberhentikan," kata Rizal.

Selain lantaran dianggap melanggar, Rizal menilai Lino tidak membawa Pelindo II mendapat untung besar. Dia menyindir laba Pelindo II di bawah Pelindo III, yang notabene memiliki porsi pasar lebih kecil namun dapat membukukan laba pada semester satu Rp 640 miliar.

Karena itu, Rizal akan meminta Badan Pemeriksa Keuangan melakukan audit investigasi terhadap utang-utang Pelindo II. Misalnya, dalam menggarap proyek Terminal Kalibaru, Pelindo menerbitkan obligasi global sekitar Rp 46 triliun, padahal nilai aset perusahaan hanya Rp 40 triliun.

 

(Sumber : Tujuh Pelanggaran RJ Lino, Katadata)

 

Pertama, Lino memperpanjang perjanjian sebelum jangka waktu berakhir dan melanggar Pasal 27 Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor 6 Tahun 2011. Perjanjian semestinya berakhir pada 27 Maret 2019. "Kenyataannya diperpanjang pada tahun 2014," kata Rizal di depan Panitia Khusus Pelindo II Dewan Perwakilan Rakyat, di Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.

Kedua, perpanjangan tersebut tanpa melakukan perjanjian konsesi dengan Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok sebagai regulator. Hal ini dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. "Pelanggaran ketiga, saudara Lino tidak mematuhi surat Kepala Kantor Otoritas Pelabuhan Tanjung Priok tertanggal 6 Agustus 2014 agar tidak memperpanjang perjanjian sebelum memperoleh konsesi tersebut," kata Rizal.

- See more at: http://katadata.co.id/berita/2015/10/29/tujuh-pelanggaran-rj-lino-versi-rizal-ramli#sthash.U3eOSkdA.dpuf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun