Mohon tunggu...
Politik

Buwas, Rini dan Lino

2 September 2015   17:28 Diperbarui: 2 September 2015   17:36 8094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ributnya Rizal Ramli dan Rini Soemarno, ternyata mampu membelalakkan mata banyak rakyat. Mereka melihat ternyata persoalan Rini Soemarno, bukan semata persoalan perseteruannya dengan petinggi-petinggi PDIP juga persoalan kecurigaan adanya permainan-permainan proyek. Namun serbuan Rizal Ramli yang cerdik sayangnya tidak disambut oleh politisi-politisi PDIP, mereka terkesan membiarkan Rizal Ramli bertarung sendirian. Tidak hanya Rini Soemarno yang jadi sasaran tembak Rizal Ramli, ia dengan nekat juga menyerang proyek-proyek di PLN, tapi kemudian yang marah adalah Jusuf Kalla. Perang pernyataan Rizal-Rini dan JK semakin membuka terhadap perebutan proyek-proyek di lingkaran Istana, dan ini jelas membuat pusing Presiden Jokowi, ia yang kerja keras siang malam, jelas tidak hanya ingin ngebut soal penyelesaian proyek pembangunan, tapi ia juga harus melangkah hati-hati jangan sampai proyek pembangunan tersendat karena persoalan korupsi, menurut orang terdekat Jokowi, hal yang paling ditakuti Jokowi adalah bayang-bayang Proyek Hambalang di masa SBY, sebuah proyek dengan nilai besar tapi akhirnya mangkrak karena kasus korupsi, Jokowi ingin proyek diselesaikan zonder korupsi. 

Namun fakta politik yang dihadapi sekarang adalah Jokowi harus melihat perseteruan politik di tingkat kabinetnya. Sementara Luhut Binsar Panjaitan, tidak cukup kuat memiliki wibawa politik untuk mendamaikan perseteruan. Padahal Luhut digadang-gadang Jokowi sebagai pelindung politik, namun baik Rizal Ramli dan Jusuf Kalla jelas tidak memandang penting Luhut, mereka berasal dari kekuatan-kekuatan politik lama yang punya akar massa juga. Sementara Rini Soemarno bagaimanapun juga harus membawa kepentingan banyak orang dalam melakukan kerja politiknya di kabinet Jokowi. Bukan rahasia umum lagi, Rini-lah yang menjadi pooling fund atas dana politik kampanye Jokowi. Tentunya "tidak ada makan siang yang gratis".

 

RJ Lino dan Kasus Perpanjangan Kontrak Terminal Tanjung Priok

Kasus Lino mulai merebak, ketika Jakarta International Container Terminal (JICT) diperpanjang kontraknya. Ironisnya perpanjangan kontrak itu ternyata bukan saja "menghina kedaulatan Republik" tapi juga "menghina akal sehat", bayangkan kontrak kepada asing di tahun 1999 lebih mahal ketimbang kontrak pada asing di tahun 2015,  Pengelola asing yang memenangkan kontrak ini adalah Perusahaan milik Hongkong bernama "Hutchison Port Holding" (Sumber : SP JICT sebut harga kontrak pelabuhan asing kemurahan)

 

Kasus ini membuat marah besar Serikat Pekerja Pelabuhan JICT, mereka meminta agar petinggi Republik, menyerahkan kekuasaan JICT kepada Negara, "Karena Pelabuhan Dianggap Lambang Kedaulatan" Namun Rini Soemarno, selaku Menteri BUMN malah mengijinkan RJ Lino meneruskan perpanjangan kontrak JICT. Perpanjangan kontrak Pelabuhan kepada asing, terang membuat Menteri Perhubungan Jonan naik pitam, karena sebagai ahli bisnis Jonan melihat JICT ini sepenuhnya bisa menguntungkan buat Republik, terbukti ketika KAI bisa ia ubah dari kerugian 83 Milyar menjadi keuntungan 561 milyar (Sumber Laba KAI tembus 561 milyar). Perang RJ Lino dan Jonan, sampai pada perang mulut yang besar dan ini disaksikan oleh anak buah mereka berdua. Namun belakangan Jonan agak terdiam, sampai muncul Rizal Ramli membuka semua keadaan-keadaan. 

Rizal Ramli diminta Presiden RI membongkar semua ketidakberesan di Pelabuhan, namun tidak mudah bagi Rizal Ramli karena Priok sudah terkepung banyak mafia. Dwelling Time adalah sasaran Presiden Jokowi, ia meminta Rizal membereskan waktu Dwelling Time hanya 3-4 hari. "Batas waktunya Oktober, harus beres" kata Presiden di depan Rizal Ramli.

Perintah ini membuat Rizal harus melakukan koordinasi bersama, sadar yang dihadapi persekutuan mafia, maka Rizal meminta bantuan Kapolri dan Panglima TNI. Untuk Kapolri menyanggupi permintaan Rizal Ramli, lalu jagoan Polri Komjen Buwas diturunkan untuk membereskan, sasaran utamannya adalah RJ Lino dan persoalan yang diangkat adalah dugaan adanya permainan atas kontrak pembelian mobile crane dan simulator kapal (sumber : Bareskrim akan periksa RJ Lino). Namun kemudian Menteri Rini marah besar dan meminta agar kerja bawahannya jangan terganggu.

Menjadi pertanyaan disini, apakah kerja Pemerintah itu harus steril dari "Pengawasan Kepolisian", sementara Kepolisian ditugaskan melibas kejahatan, dan Presiden meminta tatanan negara yang bersih, jadi kalau tidak bersalah kenapa justru yang merasa dirugikan aksi Komjen Buwas, minta Buwas dicopot.

Bagaimanapun Buwas bekerja di tengah badai politik kepungan mafia, ia tidak seperti KPK, tidak seperti Novel Baswedan yang penuh sorotan selebritas, ia bekerja ditengan cibiran masyarakat, tapi ia sendirian hantam mafia sapi, operasi besar-besaran mengungkap mafia pangan, ia sendirian bekerja menghantam mafia migas dengan mengusut kasus kondensat, ia membereskan Direksi-Direksi BUMN yang diduga menjadi sarang penyamun atas dana negara, bagaimanapun BUMN harus bersih dan maju, di Pasar Modal seluruh saham-saham BUMN anjlok hebat rata-rata diatas 30%, Menteri Rini dianggap pasar gagal dalam membangkitkan BUMN padahal di Pasar Modal, kapitalisasi BUMN yang besar amat berpengaruh terhadap pergerakan saham-saham lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun