Mohon tunggu...
Rinto Pangaribuan
Rinto Pangaribuan Mohon Tunggu... -

Santai Sajalah Kawan!!!

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Resensi: A Theology of Liberation

18 Oktober 2014   20:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:33 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku ini sangat relevan dalam situasi Indonesia yang mirip dengan Amerika Latin. Indonesia adalah negara dengan masyarakat dominan hidup dibawah garis kemiskinan. Kemiskinan pun datang dari kebijakan politis yang tidak menguntungkan masyarakat miskin. Secara tidak langsung, kemiskinan di Indonesia terjadi karena penindasan yang bersifat sistematis (hal ini pun diakui Pdt. Josef P. Widyatmadja dalam buku "Yesus dan Wong Cilik").

Kesamaan konteks ini mengakibatkan metode berteologi pun seharusnya tidak lagi meniru Eropa dan Amerika bagian utara yang dominan dalam permainan abstraksi metafisis. Teologi dalam konteks Indonesia seharusnya lebih bersifat praksis dalam menjawab kebutuhan dan persoalan konteks, yaitu pemiskinan sistematis itu.

Kritik dialamatkan kepada asumsi Marxisme yang digunakan Guiterrez. Kelas yang selalu dikondisikan bersifat antagonis sejujurnya tidak lagi bisa diterima sepenuhnya. Sejak Jurgen Habermas mengatakan bahwa manusia modern sekarang adalah masyarakat komunikasi, relasi antagonis itu otomatis tidak lagi bisa diterima secara bulat. Asumsi masyarakat kelas, baik itu bersifat antagonis atau komunikatif, akan sangat mempengaruhi pola gerak keberpihakan pada yang miskin dalam usaha membebaskan.

Tapi kritik ini pada akhirnya tidak bisa menihilkan bahwa metode berteologi dan konten teologinya sendiri adalah relevan dengan apa yang kita hadapi di Indonesia. Ada baiknya cara Guiterrez berteologi bisa dikembangkan lebih relevan dan elastis sesuai dengan kondisi praksis Indonesia. Guiterrez mengingatkan bahwa kegiatan berteologi jangan jatuh pada kepuasan dir sendiri, tapi untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik.

Khususnya bagi para pendeta, teolog, dan mahasiswa teologi, buku ini saya rekomendasikan untuk dibaca, direfleksikan, dan digumulkan lebih jauh demi memajukan perteologian kita dan yang lebih penting adalah untuk menciptakan kehidupan sosial masyarakat yang lebih baik dan manusiawi. []

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun