Mohon tunggu...
Basuni ahmad
Basuni ahmad Mohon Tunggu... Guru - penulis buku Aktualisasi pemikiran pluralisme KH. Abdurrahman Wahid

Merenda kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sistem Zonasi bukan Solusi

29 Juni 2019   19:43 Diperbarui: 8 Juli 2019   03:37 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

 Adapun yang dimaksud Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

 Sedangkan sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.

Zonasi PPDB diterapkan sejak Prof. Muhajir Efendi menjabat di kementrian pendidikan dan kebudayaan.
"Asbabul wurudnya" pemerataan sekolah dalam kualitas pun keunggulan.
Dengan sistem Zonasi tidak serta serta peserta didik bisa memilih sekolah  pavorit.

Padahal, sekolah sebagai lembaga pendidikan sesungguhnya punya parameter sendiri dalam menjalankan manajemen berbasis sekolah. Dari itu,  manajemen berbasis sekolah sudah barang tentu sekolah A berbeda dengan sekolah B.

Jika merujuk undang-undang sistem pendidikan nasional no. 20 tahun 2003, kewenangan pusat  salah satunya menentukan Standar Kompetensi Lulusan yang terkait erat dengan peserta didik. Sama sekali tidak  ada dasar penentuan zonasi.

Langkah kebijakan Zonasi sesungguhnya bukan sebuah formula ideal untuk memeratakan kuwalitas pendidikan.
Karena permasalahan pendidikan dinegeri Jokowi ini bukan pada zonasi, melaikan pada buruknya birokrasi pengelola pendidikan itu sendiri. Disamping rekrutmen tenaga pendidik (guru).

Sebagai contoh kebijakan pusat dengan Dana BOS (bantuan operasional sekolah) reguler dan bosda oleh pemerintah daerah seakan masih setengah hati. Kenapa setengah hati?

Untuk pencairan dana Bos dikenal sistem tri wulan, selama tiga bulan guru-guru honorer dinegeri tidak  gajian dengan alasan klasik dana bos belum cair. Ini terjadi biasanya di awal tahun.
sekolah tidak memiliki dana cadang kecuali dana bos itu sendiri. Ini baru contoh satu masalah.

Permasalahan rekrutmen tenaga pendidikan, karena pemerintah tak mampu memenuhi tenaga pendidik di sekolah negeri. Akhirnya pihak sekolah mengangkat tenaga honorer.
Pengangkatan tenaga honorer disekolah negeri di Daerah, terutama tingkat dasar, sering mengabaikan kompetensi yang diamanatkan undang-undang guru dan dosen tahun 2005, meliputi; Kompetensi profesional, pedagogik, sosial dan kepribadian.

Padahal tenaga pendidik (guru) menurut Komarudin Hidayat  Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, bagaikan aktor atau aktris yang setiap hari tampil untuk dilihat, didengarkan, dan ditiru tutur katanya. Makanya sebaik apa pun konsep kurikulum yang dihasilkan pemerintah, kalau kualitas gurunya tidak berkualitas, sasaran dan target pendidikan tidak akan tercapai.

Statemen ini telah dibuktikan Pemerintah Finlandia yang menerapkan rekrutmen calon guru sangat ketat hingga mengantarkan negara ini berada paling tinggi dalam bidang pendidikannya.

Makanya tenaga pengajar di sana adalah putra-putri terbaik bangsanya. Mereka bekerja sebagai pendidik tidak direcoki berbagai urusan birokrasi. Sebaliknya mereka mendapatkan kebebasan berinovasi berdasarkan riset secara kontinu. (Komarudin Hidayat, Koran Sindo, 28 Juli 2017).

Kembali Kezonasi. Zonasi ini sesungguhnya bukan sebuah solusi, melainkan, masalah baru pendidikan diera Jokowi. Jika diteropong lagi sama sekali tidak selaras dengan semangat revolusi mental.

Semoga mendikbud kedepan lebih peka terhadap kemajuan pendidikan di negeri ini, dulu melahirkan Mpu Tantular seorang bijak bestari kelas dunia pantas di sejajarkan dengan Aristoteles.

Negeri ini melahirkan  punjangga hebat Ronggo Warsito, Negarawan sejati disegani dunia yaitu,  Soekarno dan Hatta. Ada Gus Dur juga Habibie Dua Presiden penomenal dalam perjalanan reformasi Indonesia.

Akankah kedepan Indonesia bisa mencetak kembali tokoh super hebat tersebut, jawabannya ada pada proses perjalanan pendidikan era kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun