Kedelai telah lama dikenal sebagai tanaman pangan yang memiliki kandungan protein tinggi menghasilkan sekitar 35-38 persen kalorinya jika dibandingkan dengan tanaman lain. Kandungan protein pada kedelai  inilah yang membuatnya kerap disebut dengan istilah 'daging tanpa tulang' atau 'daging yang tumbuh di ladang'.
Kandungan serat tinggi pada kedelai mampu mencegah sembelit, menurunkan kolesterol dan bermanfaat bagi penyandang diabetes. Serat pada kedelai juga ternyata bisa memperbaiki kesehatan usus besar.
Sebut saja seperti bahan baku industri makanan yang meliputi produk tempe, tahu, kecap, tauco, dan tepung kedelai, atau bisa juga diolah menjadi beragam jenis makanan ringan seperti misalnya peyek kedelai, camilan kedelai goreng, cake kedelai, susu kedelai, dan lain-lain.
Jadi, kita yang justru masih 'addicted' sama semua jenis pangan lokal ini, berbanggalah. Artinya kita tidak terkontaminasi dengan berbagai jenis olahan makanan impor yang justru kita tidak pernah tahu, seperti apa mereka mengolahnya, atau bagaimana cara mereka membudidayakannya disana.
Nah, ketika gaya hidup kembali ke lokal sudah makin digandrungi, kita sebagai orang Indonesia patut bangga. Tanah kita, tanah yang subur; dengan pilihan pangan yang begitu kaya. Bila bahannya beragam, maka kulinernya pun jadi bervariasi.Â
Tidak heran kalau sudah banyak penyuka makan dari berbagai negara yang kini melirik kuliner kita. Bahkan tempe yang oleh sebagian orang masih dianggap makanan pinggiran, justru disulap menjadi makanan berkelas oleh salah satu wanita asal Perancis Ana Larderet. Bahkan oleh salah satu warga lokal Australia, Amita Buissink.Â
Cita rasanya yang unik bahkan membuat warga dunia menjuluki tempe sebagai "Magic Food". Di luar negeri harga tempe bahkan bisa delapan kali lebih tinggi daripada di Indonesia.Â
Dan lagi, kedelai tidak melulu cuma bisa kamu lihat dan nikmati dalam bentuk sepotong tempe begitu saja. Sudah pernah coba cupcake berbahan dasar kedelai, atau burger dan steak tempe yang kini bisa bersaing jadi sajian berkelas?. Kamu harus coba, buktikan pangan lokal juga bisa berkelas!
Ada  tagline kesehatan yang berbunyi "We are what, where, when and how we eat." Rugi sangat kalau mengabaikan pangan lokal yang penuh gizi hanya karena menganggap kuno dan tak kekinian.Â
Jika masyarakat luar saja begitu menyukai pangan lokal. Lalu bagaimana dengan kita sendiri?.
***Tim MeatLovers,Â