Mohon tunggu...
Maryono Basuki
Maryono Basuki Mohon Tunggu... Dosen - Purnawirawan Marinir - Dosen

Semper Fidelis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang 52 Tahun Soekarno Wafat: "Air Mata dari Malang sampai Blitar", Sebuah Kesaksian

20 Juni 2022   08:00 Diperbarui: 20 Juni 2022   08:10 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bung Karno, lahir Kamis Pon 6 Juni 1901, di Peneleh, Surabaya. Meninggal, Minggu Kliwon 21 Juni 1970, di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Karang Mulyo, Kelurahan Bendogerit, Blitar, Senin Legi, 22 Juni 1970. 

Berita pemakaman Bung Karno tersebar ke segenap penjuru Tanah Air. Kabar yang beredar, jenazah akan dimakamkan di Blitar. Pesawat yang membawa jenazah akan mendarat di Bandara TNI AL Juanda Surabaya atau Bandara Abdulrachman Saleh Malang, belum jelas.

Indonesia Berduka ... jutaan Rakyat Indonesia berdiri di pinggir jalan raya Surabaya - Blitar. Menunggu jenazah presiden yang mereka cintai lewat. 

Orang-orang tua, ibu-ibu, dan remaja menunjukkan wajah duka. Saya, Sumantri, Supriyadi, tiga-tiganya berpangkat Sersan Dua KKO, berseragam coklat, sepakat hadir pada upacara pemakaman Presiden Pertama RI. Berangkat dari Pusdik KKO (Pusat Pendidikan Korps Komando Gubeng) ke Malang menumpang kendaraan umum. Pergi tanpa surat perintah. 

Diduga, Soekarno diturunkan dengan perencanaan yang teliti. Presiden AS John F. Kennedy ditembak di Dallas, Texas, 22 November 1963. Awal Mei 1964 Operasi Dwikora. Sementara kekuatan TNI dikonsentrasikan di perbatasan Malaysia terjadi Peristiwa G30S PKI dini hari 1 Oktober 1965. 

Menteri Panglima Angkatan Darat, Jenderal Ahmad Yani dibunuh bersama enam jenderal petinggi Angkatan Darat. Menteri Panglima Angkatan Udara dituduh terlibat G30S PKI. Beberapa jenderal ex Juru Bicara Manifesto Politik dan USDEK (Sukarnoisme) ditahan. 

Setelah itu, Menteri Panglima Angkatan Laut Laksamana R.E. Martadinata, jatuh dari helikopter, 6 Oktober 1966, di Pangalengan, Puncak, Bogor. Letnan Jenderal KKO Hartono, meninggal (bunuh diri ?) 6 Januari 1971. 

Mungkin semua peristiwa itu terkait dengan pelengseran Presiden Soekarno dan pembersihan kroninya. Mungkin itu semua adalah awal perubahan sistem demokrasi terpimpin yang kerakyatan (marhaen) menjadi demokrasi yang cenderung oligarkis. 

Dari ujung jalan Waru arah Bandara Juanda Surabaya sampai Malang saya melihat orang-orang bergerombol menantikan jenazah Kepala Negara yang mereka cintai lewat. Mereka yang menunggu di Waru kemudian akan kecewa ketika ternyata jenazah Soekarno tidak mendarat di Juanda melainkan di Abdul Rachman Saleh Malang. Kesimpangsiuran informasi itu mungkin sebagai bagian dari usaha pengamanan. 

Kami bertiga menunggu jenazah di depan Sekolah Cor Jesu Celaket Malang bersama ribuan warga, orang tua - anak muda - ibu menggendong anaknya. Tengah hari jenazah Soekarno lewat. Ternyata pesawat yang membawa jenazah dan rombongan dari Jakarta mendarat di Bandara Abdulrachman Saleh Malang. 

Di depan iring-iringan mobil jenazah ada panser Kavaleri Angkatan Darat. Kira-kira tujuh kendaraan setelah mobil jenazah ada mobil pickup yang bak belakangnya ditutup terpal. Saya buka terpal penutup belakang, kemudian masuk, menumpang. Ternyata pickup itu berisi beberapa wartawan. 

Di depan Kantor Pos Kayutangan Kota Malang iring-iringan jenazah berhenti. Saya dengar beberapa wartawan mengatakan, ada warga yang menghentikan kendaraan jenazah untuk mengganti foto Bung Karno yang tadinya kecil dengan yang lebih besar. Mereka tidak menghiraukan panser yang mengawal di depan. Saya rasa penduduk Malang yang berbaris di tepi jalan lebih dari catatan statistik yang menyebutkan 2,5 juta orang. Saya melihat ada juga mahasiswa dan pelajar KAMI - KAPPI hadir di tepi jalan seraya menitikkan air mata.

Lebih mengharukan lagi, penduduk Malang - Kepanjen - Kesamben - Wlingi - Blitar sepanjang kira-kira 85 kilometer, menyapu dan menyiram jalan raya hingga bersih dan basah seolah-olah baru turun hujan. Mereka membersihkan jalan sambil menitikkan air mata. Waktu perjalanan kira-kira empat jam. 

Kota Blitar dipenuhi manusia yang datang dari pelosok Jawa dan daerah lain. Beribu kendaraan ikut mengekor di belakang iring-iringan jenazah. Makin lama makin panjang. Kepala iring-iringan sudah sampai di Makam Pahlawan sementara ekornya berada di Malang. 

Makam dijaga ketat oleh tentara baret hijau bersenjata senapan dengan sangkur terpasang. Saya melihat rombongan keluarga Bung Karno bersama Mantan Ajudan Presiden, Kolonel KKO Bambang Widjanarko dihentikan oleh prajurit yang berada di pintu Makam Pahlawan. 

Segera saya mendahului rombongan, Ratna Sari Dewi dan anaknya, Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati, Guruh, ... menepis senapan bersangkur seraya berseru "rombongan keluarga istana". Tentara itu lalu surut ke pinggir. 

Upacara Pemakaman Mantan Presiden RI kemudian berlangsung sangat sederhana. Inspektur Upacara, Panglima Kopkamtib, Jenderal TNI Maraden Panggabean. Saat upacara berlangsung mikrofon mati. Makam dipenuhi masyarakat, jutaan. Ada satu pohon kelapa yang batangnya tumbuh miring, penuh manusia, roboh perlahan. 

Tempat upacara dipagari tentara baret hijau yang mengayun-ayunkan senapan bersangkur. Saya berdiri di dekat liang lahat. Beberapa wartawan mengambil foto, berlindung di belakang saya, berpegang kaki. Saya rasakan gemetar tangan mereka ketakutan. 

Peti jenazah Soekarno akan diturunkan ke liang lahat. Saya ditunjuk menerima jenazah ... Maraden Panggabean memanggil nama saya. Saya, baret ungu, turun ke liang lahat melengkapi prajurit baret hijau, baret jingga, dan baret biru tua. Saya melantunkan doa ... "Ya Allah Yang Maha Mulia ... terimalah Soekarno bin Soekemi Sosrodiharjo ... saya bersaksi bahwa kehidupan almarhum penuh dengan kebaikan seperti kesaksian berjuta umat yang berada di sepanjang jalan Malang - Blitar dan yang hadir di pemakaman ini ..." Al-Fatihah ... 

Saat mengurug liang lahat, saya ambil cangkul untuk Guntur putra sulung Soekarno. Kemudian keluarga Bung Karno menaburkan bunga. Setelah itu berjuta bunga datang beranting, saya taburkan ke makam. Tinggi menggunung, dua meter, tiga meter. Karangan bunga mengalir ke tepi makam ... tinggi sekali ... Peserta upacara menghindar, begitu juga para tentara baret hijau ... Area pemakaman penuh bunga ... Maghrib upacara selesai ... Masyarakat terus berdesak mendekati makam seraya menaburkan bunga dan melantunkan doa ... Sebagian besar mereka menginap disana ... 

Saya, Sumantri, Supriyadi melangkah keluar dari area makam pahlawan mengikuti gerak berjuta pelayat. Sampai di Nggebang, rumah ibu Wardoyo, kakak Bung Karno. Disitu tersedia berpuluh nasi di tempayan bambu, sayur, dan air. Tetangga ibu Wardoyo menyediakan makan dan minum. Restoran dan warung di seluruh wilayah Blitar semua sudah kehabisan nasi dan air. 

Penduduk Blitar kelihatannya memasak semua beras yang dimiliki untuk disajikan kepada pelayat yang jutaan jumlahnya. Kabarnya, sampai beberapa minggu orang-orang dari berbagai penjuru Tanah Air datang melayat. Mereka mengabaikan intimidasi, prosedur lapor Kodim, dan perlakuan buruk aparat. 

Jutaan pelayat yang berduka. Saya yakin, mereka semua pasti bersaksi kebaikan serta jasa Soekarno. Ucapannya memukau segenap rakyat Indonesia. Setiap 17 Agustus tahun 50-60an, tukang becak, pedagang kecil, murid sekolah, dan pegawai, tanpa disuruh, menghentikan kegiatan, mendengarkan pidato kenegaraan melalui radio RRI. 

Hanya ingin mendengar gelora suara Bung Karno. Visi kedepannya menjanjikan hari depan yang cemerlang bagi rakyat. Juga menawarkan kebaikan bagi seluruh umat manusia sedunia. Bung Karno "Penyambung Lidah Rakyat Indonesia dan Bangsa-Bangsa Tertindas Seluruh Dunia." 

Saya berkhayal ... Seandainya ... Soekarno bertahan ... Berjuta pengikut-pemujanya mendukung ... Demo di Jakarta disaingi ... Bawahan Ahmad Yani, R. E. Martadinata, Omar Dhani, dan Hoegeng Imam Santoso meredam tindakan mirip genosida yang bergerak dari Jawa Barat ke arah timur ... 

Apakah kira-kira Bung Karno bisa merealisasikan perubahan demokrasi terpimpin menjadi demokrasi kerakyatan, ekonomi nasional yang adil-mandiri, dan kehidupan bangsa-bangsa yang bebas dari eksploitasi si kuat terhadap yang lemah ? ... Wallahualam Bissawab ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun