Dalam konteks hukum pidana, prinsip pertanggungjawaban bersifat individual menjadi landasan penting dalam menentukan siapa yang bertanggung jawab atas suatu tindak pidana. Hal ini kembali ditekankan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 125 PK/Pid/2010, yang menegaskan bahwa pemilik usaha tidak dapat otomatis ditarik untuk ikut bertanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan oleh karyawannya.
Kronologi Kasus
Kasus ini bermula dari tindakan BM, seorang karyawan di Toko Perkasa Jaya, yang memesan 65 koli (260 unit) VCD Player dari PT. Cahaya Mas atas nama toko tempat ia bekerja. BM menggunakan fasilitas toko, seperti blangko dan surat resmi, untuk memuluskan transaksi tersebut.Â
Namun, alih-alih membayar barang yang telah diterima, BM menyalahgunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya. Akibat perbuatannya, BM dinilai telah melakukan tindak pidana penipuan.
Pihak PT. Cahaya Mas menggugat pemilik toko, Terdakwa ES, dengan tuduhan memberikan kesempatan kepada BM untuk melakukan tindak pidana. Meskipun BM bertindak atas nama toko, ES selaku pemilik usaha menolak bertanggung jawab, karena ia tidak terlibat langsung dalam perbuatan tersebut.
Proses Hukum
Pengadilan Negeri
- Pengadilan Negeri memutuskan bahwa ES tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ke-1 e/2 e KUHP jo. Pasal 378 KUHP.
- Tidak ditemukan bukti bahwa ES bekerja sama atau memberi kesempatan secara langsung kepada BM untuk melakukan penipuan.
Mahkamah Agung (Tingkat Kasasi)
- Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutuskan bahwa ES terbukti bersalah memberikan kesempatan kepada BM untuk melakukan tindak pidana penipuan. Putusan ini menuai kontroversi karena bertentangan dengan prinsip pertanggungjawaban pidana yang bersifat individual.
Peninjauan Kembali
- Dalam tahap Peninjauan Kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan kasasi. Majelis hakim berpendapat bahwa tindak pidana bersifat individual, sehingga pemilik usaha tidak dapat secara otomatis dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan karyawannya.
- Mahkamah juga menyatakan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk menyatakan ES bekerja sama atau memberi persetujuan atas tindakan BM.
Pertimbangan Hukum Majelis Hakim
Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali memberikan pertimbangan hukum yang memperkuat prinsip dasar pertanggungjawaban individual dalam hukum pidana:
Tindak Pidana Bersifat Individual
- Tidak semua tindakan yang dilakukan oleh karyawan atau anak buah dapat dikenakan tanggung jawab kepada atasan atau pemilik usaha. Pemilik usaha hanya dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terdapat bukti keterlibatan langsung, baik dalam bentuk kerja sama, perintah, maupun pemberian izin.
Tidak Ada Bukti Keterlibatan Langsung
- Dalam kasus ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ES, sebagai pemilik toko, mengetahui, mengizinkan, atau bekerja sama dengan BM untuk melakukan penipuan. Perbuatan BM dilakukan atas inisiatif pribadinya dan untuk kepentingan pribadi.
Implikasi Putusan
Putusan Mahkamah Agung ini menegaskan beberapa hal penting:
Pemilik Usaha Tidak Otomatis Bertanggung Jawab
- Meski karyawan menggunakan fasilitas usaha dalam tindak pidana, tanggung jawab pidana tetap bersifat individual. Pemilik usaha tidak dapat dimintai pertanggungjawaban tanpa bukti keterlibatan langsung.
Prinsip Legalitas dan Individualitas dalam Hukum Pidana
- Pertanggungjawaban pidana harus didasarkan pada bukti keterlibatan langsung. Tidak dapat diterapkan secara kolektif atau atas dasar hubungan kerja semata.
Perlindungan bagi Pengusaha
- Putusan ini memberikan perlindungan hukum kepada pengusaha dari risiko tanggung jawab pidana atas tindakan melawan hukum yang dilakukan karyawannya tanpa persetujuan atau sepengetahuan mereka.
Kesimpulan
Kasus ini menegaskan pentingnya prinsip pertanggungjawaban individual dalam hukum pidana. Pemilik usaha hanya dapat dimintai pertanggungjawaban jika terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa mereka terlibat langsung dalam tindak pidana yang dilakukan oleh karyawannya.Â
Putusan ini juga menjadi preseden penting untuk memastikan keadilan bagi pengusaha dalam menghadapi tindakan melawan hukum oleh pihak-pihak yang memanfaatkan nama atau fasilitas usahanya.
Sebagai masyarakat, kita perlu memahami bahwa hukum pidana bekerja untuk memastikan keadilan, bukan sekadar untuk mencari pihak yang bertanggung jawab secara otomatis. Keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya pembuktian dalam setiap perkara pidana.
Sumber:
https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/13169fe29a27b66eb1635132bb5180ec.html.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H