Mohon tunggu...
Almendo Bastian Colling
Almendo Bastian Colling Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Pamulang. Optimis untuk masa depan. Sosialis

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Opini Hukum: Kontrak Sosial Sebagai Legal Standing Instrument Political Will Moderat dan Adaptif

24 September 2024   01:20 Diperbarui: 24 September 2024   01:47 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam setiap penantian para kandidat politik  akan selalu memainkan peran layaknya sang pahlawan  dalam ceritra hikayat, selain dari pada janji politik yang disajikan ada pula berupa instrument lain yang di gunaknnya yakni politik uang, maupun politik identitas dalam bentuk formalitas layaknya sang juru selamat.

Sayang seribu sayang janji tinggal janji, padahal implikasi dari janji janji politik ini sungguh krusial, berkaca dari peristiwa yang  enggan untuk dilupakan bahwa dari perbedaan pilihan masyarakat indonesia terhadap kandidat politik bisa menciptakan perpecahan keutuhan akibat dari tiap pilihan yang selalu di agung-agungkan dan keunggulan janji yang di harapkan. Hal inilah  yang menciptakan tatanan sosial yang diskriminatf  dan membuat tingkat kepercayaan semakin merosot terhadap tiap-tiap kepemimpinan. Dari hal ini juga tumbuh segala akar permasalahan dari tingkat kebijakan yang menyimpang, korup, non integritas ataupun dekadensi moral.

Hemat Penulis:

Menilik dengan perimbangan hukum yang adaptif tentunya penulis dalam hal ini menggunakan dari prinsip penafsiran kontrak sosial yang juga merupakan kontrak politik, bahwa dalam perhrelatan politik pilkada dari setiap janji politik maupun visi misi yang di lontarkan merupakan ungkapan perjanjian secara lisan yang jika dipakai terms pandangan dari teori jean Jacques Rouseau idelanya ini harus menjadi suatu kedudukan hukum yang menguntungkan (legal standing) bagi masyarakat dalam halnya untuk pemenuhan janji tersebut yang pernah dilontarkan, sebagaimana dari prinsip teori ini mengedepankan pada suatu bentuk pengawasan yang berada pada tangan rakyat. Makna dari teori ini juga dalam halnya  setiap orang atau individual yang otonom sudah bersepakat harus menaati aturan untuk melaksanakan kewajiban dan mendapatkan atas kedudukan haknya yang telah di serahkan kepada negara.

Jika di perluas lagi dalam penafsirannya bahwa seharusnya dari setiap kandidat politik yang merupakan bagian dari kesatuan rakyat haruslah tunduk pada aturan dasar itu dalam hal ini yaitu PANCASILA. Mengingat  konteksnya sebagai kedudukan sumber dari segala sumber hukum yang artinya setiap bentuk prodak hukum yang berlaku selakynya tidak boleh menyimpang dan bertantangan dari  dari PANCASILA itu sendiri.

Namun dalam hal ini juga penulis menimbang secara kedudukan hukum tertulis ataupun kebijakan negara (geschreven Recht) masih ada bentuk kekosongan hukum yang membuat masyarakat tidak bisa melakukan upaya hukum untuk menuntut janji politik  yang tidak bisa di tepati.  Jika mengacu pada undang-undang pemilu  No 07 tahun 2017 pasal 280 ayat (1) huruf J  mengatur larangan dalam keberlangsungan kampanye, bahwa peserta hingga tim kampanye dilarang untuk menjajikan, akan tetapi bunyi clausul ini di spesifikan hanya dalam bentuk berupa materi yang di janjikan atau politik uang.

 Dan dalam terminologi hukum perdata, asas pacta sunt servanda sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan pasal 1338 ayat (1) yang menentukan bahwa semua perjanjian yang di buat secarah sah maka  berlaku sebagai undang-undang, makna dari pacta sunt servanda adalah bahwa perjanjain haruslah di tepati, sementara jika kita mengacu pada pasal 1320 sebagai bagian awal dari syarat-syarat sahnya perjanjian yang di dalamnya harus termuat klausul:

  • Kesepakatan
  • Kecakapan
  • Suatu hal tertentu
  • Suatu sebab yang halal

Yang jika di lihat bahwa dari terminologi hukum perdata pun juga tidak sah secara hukum dan batal berlaku sebagai undang-undang, artinya tidak mengikat ataupun menimbulkan konsikuensi hukum.

Maka dari itu sudah seharusnya negara mengambil sikap untuk membentuk suatu produk hukum sebagai pijakan lanjutan dari teori kontrak sosial ala J.J Rousseau dalam halnya sebagai instrument, ataupun dalam suatu bentuk kebijakan yang mengharuskan bagi setiap kandidiat politik yang akan berkontestasi membuat perjanjian secara tertulis dengan rakyat pada saat berkampanye, agar ini menjadi kontrak hukum antara kandidat politik dan rakyat yang mengikat.

Kesimpulan dan Saran 

Makna dari teori  kontrak sosial bahwa setiap orang atau individual yang otonom sudah bersepakat harus menaati aturan untuk melaksanakan kewajiban dan mendapatkan atas kedudukan haknya yang telah di serahkan kepada negara. Bahwa dalam hal ini sejalan dengan kontrak sosial yang di maksud dengan Jean Jacque Rousseau haruslah menjadi perhatian khusus dari pemerintah indonesia demi memberikan legitimasi hukum yang juga di topang dengan pandangan hukum formal ataupun hukum yang tertulis dan berkekuatan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun