Mohon tunggu...
Almendo Bastian Colling
Almendo Bastian Colling Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Pamulang. Optimis untuk masa depan. Sosialis

Selanjutnya

Tutup

Hukum

RUU Revisi TNI Sarat Penghianatan Terhadap Reformasi?

19 Juni 2024   21:53 Diperbarui: 19 Juni 2024   23:56 151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasal 47 ayat (2) Prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden. Yang mana frasa di atas ditambahkan dengan, “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden”.

Hemat saya berdasarkan runutan persoalan kebijakan yang dikeluarkan oleh badan legislatif sejatinya ini sangat terburu buru, entah apa yang sedang mereka kejar akankah atas kepentingan sendiri ataukah golongan tertentu. Pasalnya revisian Undang-Undang TNI bukan menjadi hal yang urgensi karena masih begitu banyak kepentingan sosial yang harus segera diselesaikan.

Tentara Nasional Indonesia merupkan alat negara yang mana hal ini di tegaskan pada  Pasal 5 di bab ke IV tentang Peran, Fungsi dan Tugas yang mana TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Yang kemudian di pertegas pada Pasal 6 ayat (1) TNI, sebagai alat pertahanan negara, berfungsi sebagai: a. penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa.

Berangkat dari runutan pasal di atas, artinya sebagai alat negara tentunya setiap kalangan anggota TNI dari prajurit sampai perwira tinggi harus adanya bentuk pertanggungjawaban terhadap instansi, dan negara yang selalu membutuhkan. Maka dari itu, Regenerasi harus senantiasa dilakukan untuk menggantikan ataupun mengisi posisi strategis bagi anggota yang telah selesai dalam usia produktif kerjanya,  bukan sebaliknya  dengan menambahkan masa  usia pensiun. Karena lebih di kahawtirkan ialah usia pensiun yang di tambahkan malah mengganggu kinerja, bahkan terjadinya penumpukan prajurit maupun perwira yang akhirnya dapat menggangu stabillitas dan kualitas  dari tiap satuan kinerja TNI itu sendiri.

Pada persoalan yang kedua dimana atas perluasan dari ruang lingkup bagi kedudukan prajurit aktif sangatlah di pertanyakan, kenapa harus demikian untuk bermanufer sedemikian rupa? Padahal setiap instansi sudah di berikan kedudukan, fungsi dan perannya masing-masing yang artinya secara konstitusional asas proporsionalitas itu berlaku atas haknya sebagai prajurit, demikian juga kewajiban yang harus di jalankan sebagai prajurit.

 Hal ini sebagamaina yang di tegaskan pada pasal  Pasal 47 ayat(1) bahwasannya Prajurit hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.

Kontraversi atas hasil revisian pasal ini dengan memberikan ruang kedudukan  prajurit di bebrapa lembaga kementrian semakin mengundang ketakutan-ketakutan di masa lampau yang seakan mencuat kembali, dalam artian Tentara Nasional Indonesia kembali mengambil alih beberapa kedudukan yang seharusnya di isi oleh ASN non militer yang layaknya memiliki dwifunsi seperti di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Ketakutan akan kembalinya dwifunsi TNI  melalui RUU revisi ini seakan melakukan penghianatan terhadap reformasi 1998, yang mana atas jabatan strategis yang di isi oleh TNI  sebagaimana yang di rumuskan pada isi pasal 47 ayat (2)  revisi dengan penambahan diksi “serta kementerian/lembaga lain yang membutuhkan tenaga dan keahlian Prajurit aktif sesuai dengan kebijakan presiden” hal ini akan  membuat partisipasi publik semakin minim, dan atas kebebasan publik itu sendiri akan semakin di kekang, di batasi oleh aturan militer itu sendiri,layaknya Orde Baru.

RUU revisi  TNI no 34 tahun 2004  harus segera  dibatalkan karena atas penilaian masyarakat, hal ini tidak adanya pertimbangan yang matang, dan minimnya keterlibatan publik. Terlihat bahwa lembaga legislatif dalam hal ini DPR tergesah-gesah dalam mengambil inisiatif yang seakan “ada Udang di balik Batu”.

Maka dari itu, hemat yang dapat  di sampaikan adalah jika sejatinya seorang prajurit TNI aktif yang sekiranya untuk mau bergabung dalam instansi lain baik dari posisi jabatan kementrian dan lainnya sudah selayaknya dan seharusnya melalui prosedur hukum yang tertulis ataupun yang berlaku.

Konklusi pembahasan, Reformasi birokrasi pemerintahan Negara Republik Indonesia 21 mei 1998 sudah selayaknya menjadi pembelajaran dan pertimbanagan  bagi lembaga legislatif dalam membuat kebijakan maupun merevisi atas beberapa ketentuan perundang-undangan, dan dalam tindakannya masyarakat yang harus menjadi saksi atas bukti eksistensi dari Demokrasi serta menjujung tinggi nilai-nilai dari Pancasila. Tentara Nasional Indonesia adalah alat negara yang berangkat dari rakyat oleh rakyat serta mengabdi untuk rakyat dan bukan untuk alat yang di politisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun